Jayapura, Jubi – Ketua Perkumpulan Penyandang Disabilitas Fisik Indonesia atau PPDFI Provinsi Papua Roby Nyong mengatakan keberpihakan kepada kaum penyandang disabilitas Orang Asli Papua atau OAP harus diprioritaskan ke depan. Hak-hak disabilitas OAP itu harus merujuk pada UU No 2 Tahun 2021 Tentang Otonomi Khusus atau Otsus Papua karena OAP disabilitas memiliki hak yang sama dengan OAP non disabilitas.
Demikian dikatakan Roby Nyong kepada Jubi disela-sela kegiatan diskusi Revisi Peraturan Daerah atau Perda No 5 Tahun 2013 tentang Perlindungan terhadap Penyandang Disabilitas Provinsi Papua, di Hotel Horison, Jalan Raya Abepura-Sentani, Distrik Heran, Kota Jayapura, Papua pada Rabu (6/2/2024).
Roby Nyong mengatakan PPDFI memperjuangkan hak-hak OAP dengan disabilitas agar masuk dalam perda disabilitas yang baru. Khususnya karena hak-hak disabilitas OAP sudah ada rujukan dari UU Otsus. Menurutnya hal paling penting adalah memastikan poin-poin yang mengatur hak OAP disabilitas harus tertuang dalam perda.
“OAP [dengan] disabilitas punya hak yang sama [untuk] menikmati dana Otsus, bukan hanya non disabilitas saja,” ujarnya.
Ia menyampaikan keprihatinannya terhadap kaum OAP dengan disabilitas yang tidak terakomodir oleh pemerintah. Ia sering melihat banyak penyandang disabilitas OAP di jalan-jalan, kesempatan dan ruang untuk kaum disabilitas bekerja pun sempit sekali. Misalnya dari sisi tenaga kerja di pertokoan, perusahaan-perusahan swasta, keterlibatan kaum disabilitas minim sekali.
“Ke depan saudara-saudara kita, terutama OAP [harus] diprioritaskan. Teman-teman disabilitas dari ketenagakerjaan minim diterima, [kalaupun ada] hanya hitungan jari. Apalagi kerja toko ka, restoran ka perusahaan-perusahaan swasta itu pasti sangat minim,” katanya.
Harapan besar Roby Nyong dengan melakukan kegiatan diskusi pemantapan materi revisi Perda itu, pemerintah dapat memiliki dan menjalankan regulasi baru. Dan ia berharap pemerintah juga membuka diri, supaya ada pembinaan dan pemberdayaan untuk penyandang disabilitas di Provinsi Papua.
“Biar penyandang disabilitas juga bisa jadi agen perubahan, terutama anak-anak asli Papua yang disabilitas,” ujarnya.
Menurutnya penyandang disabilitas tak boleh dianggap remeh atau dipandang sebelah mata. Para penyandang disabilitas punya kontribusi buat negeri ini, misalnya Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas) XVI Papua yang digelar di Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura itu yang menjadi juara umum dari Provinsi Papua. Mestinya pemerintah memperhatikan, jangan biarkan begitu saja.
“Peparnas Papua itu menjadi sejarah untuk Papua bahwa Papua menjadi juara umum. Dan jangan panggil kami hanya karena butuh, setelah itu dibiarkan,” katanya.
Wakil Ketua Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Provinsi Papua Mulina Numberi mengatakan perlu ada keberpihakan berbasis otsus kepada OAP penyandang disabilitas. Ia menuntut kesetaraan agar orang-orang berkebutuhan khusus itu tidak dipandang sebelah mata, disepelekan atau dibedakan dengan non disabilitas.
“Kami mau disetarakan dengan yang non disabilitas. Puji Tuhan dengan kesempatan ini dalam [diskusi] revisi Perda disabilitas, kami bisa salurkan aspirasi disabilitas OAP maupun non OAP di Papua,” kata Numberi
Ia mengaku pihaknya memang orang-orang terbatas dalam pekerjaan dan kesulitan secara ekonomi. Jadi, dengan adanya rancangan revisi Perda ini pemerintah lebih memberikan perhatiannya kepada kaum disabilitas. (*)