Jayapura, Jubi – Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) Laurenzus Kadepa mengatakan, Presiden Joko Widodo mengabaikan Nasib rakyat Papua di daerah konflik selama masa kepemimpinannya. Tidak ada niat baik untuk menyelesaikan konflik bersenjata yang memakan nyawa warga sipil, tentunya ini menjadi pekerjaan rumahnya yang belum terselesaikan di masa kepemimpinannya.
“Malah korban warga sipil terus bertambah sebagaimana yang terjadi di Kabupaten Intan Jaya di tahun 2024 Peristiwa pertama pada Rabu, 28 Februari 2024 sekitar pukul 22:25 malam waktu setempat. dua warga sipil terkena luka tembak, yakni Selli Maiseni (17) mengalami luka tembak pada lengan tangan dan Makelon Hagisimijau (15) ditembak pada bagian paha pada hari. Peristiwa kedua pada 1 Maret 2024 di sela sela penyelenggaraan pemilu seorang warga sipil bernama Nelson Sani (16) terkena tembakan pada lengan kiri tembus perut hingga tewas. Itu terjadi saat kontak tembak terjadi antar aparat gabungan dengan kelompok TPNPB di Kabupaten Intan Jaya, Provinsi Papua Tengah,” katanya kepada Jubi melalui sambungan telepon selulernya, Senin (4/3/2024).
Kadepa mengatakan, Aliansi Demokrasi Untuk Papua (ALDP) merilis 56 kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia, aksi kekerasan dan konflik bersenjata yang mengorbankan masyarakat sipil, aparat TNI, POLRI dan Kelompok bersenjata TPNPB yang terjadi sepanjang tahun 2023 yang tidak pernah diselesaikan oleh Negara Republik Indonesia, hingga saat ini saat peringatan Hari HAM Sedunia 10 Desember 2023.
“Konflik dan aksi kekerasan di tahun 2023 saja ada 56 kasus belum lagi kami bicara dari tahun 1969-2024 ada ribuan kasus yang belum terselesaikan kami menilai bahwa ini merupakan potret buruk yang belum berakhir dan tidak ada niat tulus dari pemerintah untuk menyelesaikan konflik bersenjata ini agar rakyat Papua bisa hidup aman dan damai, sangat memprihatinkan,” katanya.
Kadepa mengaku prihatin dan menyangkut kehidupan rakyat sipil Papua di daerah konflik di Intan Jaya, Puncak Papua, Nduga, Yahukimo, Pegunungan Bintang dan Maybrat, Tanah Papua.Saat ini warga sipil benar benar berada dibawah tekanan dan sangat memprihatinkan imbas dari konflik bersenjata yang tiada akhirnya.
“Korban sipil terus ada di Intan Jaya, Puncak Papua, Nduga, Yahukimo, Pegunungan Bintang dan Maybrat, Tanah Papua. Kapan akan berakhir kondisi seperti ini, hanya dalam konteks Pemilu itu saja membuat warga menjadi korban ini sangat aneh,” katanya.
Kadepa mengatakan, berdasarkan pengamatan DPRP bahwa terjadi saling tuding pelaku antara TNI Polri dan TPNPB apabila ada korban nyawa dari warga sipil.
“Konflik semakin bertambah, warga sipil korban banyak tentu tidak akan menyelesaikan masalah tapi ini butuh tindakan konkret untuk penyelesaian pelanggaran HAM dan juga menangani warga sipil di Tanah Papua yang berada di dalam Pengungsian,” katanya.
Kadepa mengatakan, apabila selama ini banyak pihak/ tokoh adat, Agama, dan lembaga meminta presiden agar kebijakan keamanan harus di ganti dengan pendekatan lain lain yang bermartabat demi kemanusiaan dan keselamatan semua umat manusia di Tanah Papua.
“Samapai kapan orang Papua akan menikmati kedamaian jika pemerintah pusat menggunakan kebijakan dari tahun ke tahun menggunakan pendekatan militeristik yang membuat orang Papua korban,” katanya. (*)