Jayapura, Jubi – Dosen Antropologi Universitas Cenderawasih atau Uncen Jayapura, Apner Krei, S.Sos M.Si mengatakan pendekatan pembangunan di Papua harus memperhatikan empat (4) zona ekologi.
Hal itu dinyatakan Apner Krei kepada Jubi pada kegiatan diskusi publik bertemakan “Krisis Ekologi di Papua”. Kegiatan tersebut digelar oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau Walhi Papua yang berlangsung di Aula Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Cenderawasih pada Rabu (21/2/2024).
Menurut Krei, secara umum pembangunan di Papua berpatokan pada tujuh wilayah budaya. Namun, dari kacamata antropolog Papua, lanjut Krei, pembangunan itu harus mengacu pada empat zona ekologi.
Empat zona ekologi di Papua terdiri dari zona rawa, pantai dan sepanjang aliran sungai, zona dataran tinggi, zona kaki gunung dan lembah-lembah kecil, dan zona dataran rendah, pesisir dan kepulauan.
“Jadi model pembangunan yang di pesisir itu beda dengan di daerah rawa, pinggiran danau. dataran tinggi,” kata Krei.
Dia membandingkan perbedaan bangunan rumah di dataran tinggi dengan wilayah di dataran rendah atau pesisir. “Misalnya, kalau di pesisir pantai itu harus banyak jendelanya, karena suhunya panas, sehingga butuh banyak udara yang masuk, sedangkan dataran tinggi minim [jendela], ” kata Krei yang juga menjabat Sekretaris Jurusan Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Uncen.
Krei menjelaskan sebagai contoh rumah Honai di wilayah pegunungan hampir semua tertutup dan hanya memiliki satu pintu dan tidak memiliki jendela. “Hal itu pengaruh dari ekologi seperti suhu udara yang dingin, jadi model rumah [honai] seperti itu dapat menghangatkan,” ujarnya.
Jadi, kata Krei, pembangunan di Papua itu harus melihat dampak terhadap lingkungan dan budaya bagi masyarakat. “Karena tujuan pembangunan ini pastinya ke masyarakat. Nah, masyarakat merasakan dampak pembangunan ini seperti apa? Kadang berpikirnya pemerintah kan semua satu, dari pusat sampai daerah semua sama. Kita bicara Papua, dari pantai sampai gunung, pesisir, lembah, rawa, danau, sungai itu semua sama, sebenarnya kan beda dalam penerapan [pendekatan pembangunan],” ujarnya.
Oleh karena itu, Krei menegaskan pembangunan itu harus memperhatikan ekologinya. “Makanya, kitong harus paham dulu ekologinya seperti apa? Memahami masyarakatnya seperti apa? baru pembangunan itu diterapkan. Kalau tanpa seperti itu, pasti masyarakat tidak mendapatkan dampaknya,” katanya. (*)