Jayapura, Jubi – Direktur Aliansi Demokrasi untuk Papua atau ALDP Latifah Anum Siregar menyikapi keberadaan TNI/Polri yang bersiaga di lantai tiga Rumah Sakit Umum Daerah atau RSUD Paniai sejak Minggu, (26/5/2024).
Latifah Anum menyatakan pada prinsipnya fasilitas publik seperti bangunan rumah sakit, sekolah, perkantoran, bangunan tempat ibadah itu untuk kepentingan umum yang tidak boleh dipakai, diganggu, dan dirusak oleh siapapun dengan alasan apapun.
”Kesehatan adalah salah satu hak dasar yang tidak boleh terabaikan untuk masyarakat sipil. Nah selain kesehatan itu hak dasar juga seperti pendidikan, ekonomi. Dengan dikuasainya rumah sakit oleh TNI/Polri, kemudian orang meninggalkan rumah sakit baik dipaksa maupun sukarela yang pergi karena merasa tidak nyaman, bahwa tidak ada jaminan mereka punya hak hidup dan nyawa. Jadi seharusnya fasilitas umum RSUD Paniai itu tetap berfungsi dan berjalan pelayanan kesehatannya,” kata Anum Siregar kepada Jubi di Kota Jayapura, Papua, Rabu (29/5/2024).
Anum Siregar mengatakan pihak manapun yang membakar, merusak atau menggunakan fasilitas umum justru merugikan hak dasar masyarakat sipil. Seperti RSUD Paniai yang dikuasai aparat keamanan yang menyebabkan terganggunya pelayanan kesehatan serta merugikan pasien yang berobat. Itu mestinya tidak boleh terjadi karena RSUD Paniai merupakan rumah sakit rujukan untuk beberapa Kabupaten di Papua Tengah.
“Jadi seharusnya fasilitas itu tetap berfungsi, apalagi rumah sakit Paniai. Itu kan rumah sakit untuk berapa kabupaten, yaitu kabupaten Dogiyai, Deiyai, Intan Jaya, Puncak Jaya, Puncak. Rumah sakit itu menjadi sangat strategis untuk pemenuhan hak dasar masyarakat yang ada di lima kabupaten itu,” katanya.
Menurut Anum Siregar, ada asumsi yang beredar bahwa aparat keamanan TNI/Polri datang karena saat itu ada anggota Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Organisasi Papua Merdeka (TPNPB OPM) yang diduga masuk rumah sakit karena terkena tembakan dan meninggal di rumah sakit itu sehingga dikhawatirkan ada penyerangan. Dan ada pula informasi bahwa rumah sakit itu tempat strategis untuk memantau pergerakan TPNPB dari lantai tiga RSUD Paniai.
”Tapi apapun alasannya tidak dibenarkan masuk rumah sakit. Kalau misalnya dikhawatirkan rumah sakit takut diserang, dibakar dan lain-lain cara pengamanannya tidak seperti itu to, harusnya hak dasar itu harus tetap jalan,” ujarnya.
Direktur ALDP itu menjelaskan, bagaimana pun juga di situasi perang atau konflik sekalipun, fasilitas kesehatan itu hukum wajibnya tidak boleh diganggu atau digunakan kepentingan kelompok tertentu. Karena rumah sakit itu sekalipun hanya merawat satu, dua atau 20 orang pasien tetap harus dilindungi, apalagi untuk kepentingan banyak orang.
“Untuk alasan keamanan pun fasilitas kesehatan tidak boleh diganggu, pendidikan, rumah rumah sakit tidak boleh diganggu oleh siapapun kelompok yang bersenjata, baik TNI Polri maupun TPNPB-OPM. Dengan alasan kemanusiaan hukum humaniter internasional, apapun hukum perangnya tidak boleh kok mengganggu apalagi mengusir orang yang sakit, orang yang butuh kesehatan itu,” tegasnya.
“Mereka harus tetap melindungi bukan membuat Nakes, pasien menjadi takut, harusnya tetap dilindungi. Negara hadir untuk memberikan jaminan keamanan, kalian aman. Tapi pihak TPNPB harus juga memastikan jaminan bahwa kami tidak akan menyerang, tidak akan membunuh, tidak akan membakar,” lanjut Siregar.
Kabupaten Paniai bukan daerah darurat militer
Direktur ALDP itu meminta pemerintahan sipil agar bergerak melihat situasi tersebut. Karena tidak ada satu pun dari lima kabupaten yang berkepentingan terhadap RSUD Paniai berada dalam status darurat militer.
“Kabupaten-kabupatèn ini kan masih status tertib sipil, jadi pemerintah sipilnya yang harus aktif, kalau pemerintah sipilnya tidak aktif, maka ruang konflik dan kekerasan itu makin besar terbuka untuk pihak-pihak yang memiliki senjata, karena pemerintahan sipil tidak aktif,” ujar Latifah Siregar.
Jadi pemerintah sipil harus ambil peran, lanjut Anum Siregar, agar tidak memberi ruang yang cukup besar kepada TNI/Polri atau pun TPNPB OPM. Apalagi status daerah tertib sipil artinya RSUD itu dalam ruang publik mestinya masyarakat sipil aman.
“Intinya hak dasar kesehatan masyarakat sipil itu tidak boleh diabaikan dalam situasi perang, situasi darurat militer dan situasi damai. Saya kira Paniai masih wilayah tertib sipil, jadi pemerintahan sipil, pemerintah provinsi lihat dong ini serius. Jangan biarkan narasi tunggal dari kedua bela pihak yang berkonflik, dimana ini narasi pemerintahan sipil?” ujarnya.
Menurut Anum Siregar karena pemerintahan sipil dan perangkatnya tidak berjalan efektif sesuai standar pelayanan minimal, akhirnya membuka ruang bagi aparat keamanan masuk ke ruang sipil dan menggunakan fasilitas publik. “Sebab sipilnya tidak kuat, fasilitasnya tidak disiapkan dengan baik, jadi memberi ruang atau peluang untuk aparat Keamanan negara masuk begitu saja,” tegas dia.
“Nah kalau misalnya pemerintah sipilnya efektif oke, sekolah tidak boleh dipakai, rumah sakit tidak boleh, kan begitu. Itu hak dasar yang tidak boleh dipakai oleh pihak manapun. Saya pikir perlu dicek juga atau ditanya itu minta pertanggung jawaban pemerintahan sipil, mereka tidak boleh lepas tangan karena ini masih statusnya tertib sipil, kekuasaan ada pada pemerintahan sipil, seharusnya,” katanya.
Latifah Anum Siregar menjelaskan bagi daerah dengan konflik bersenjata jika menggunakan hukum humaniter internasional maka perlindungan utama adalah masyarakat sipil. Sehingga meminimalisir dampak bagi masyarakat sipil.
“Kalau yang terjadi sekarang justru masyarakat sipil terkena dampak utamanya. Karena apa? karena hak kesehatannya pendidikannya jadi terabaikan,” katanya.
Ia meminta TNI/Polri maupun TPNPB-OPM berhenti menggunakan fasilitas publik karena tindakan itu telah mengabaikan hak-hak dasar masyarakat. Kedua belah pihak tetap mengedepankan aspek kemanusiaan dalam hal pemenuhan hak masyarakat sipil.
“Di situasi perang saja palang merah tidak boleh diganggu, orang sakit berobat tidak boleh diganggu, tawanan perang pun dengan alasan kemanusiaan tidak boleh diganggu. Jadi kesehatan harus dijamin dan tidak boleh diabaikan atau dihilangkan,” kata Latifah Direktur ALDP itu.
Seperti diberitakan sebelumnya, menurut Direktur RSUD Paniai, Agus, rumah sakit akan beroperasi kembali pada Selasa (28/5/2024), setelah pasukan keamanan dipindahkan dari rumah sakit tersebut.
“Kami sudah ambil keputusan bersama [dalam rapat Forkopimda Paniai]. Aparat keamanan [yang menempati RSUD Paniai] dipindahkan ke Kantor Perpustakaan Daerah,” kata Agus. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!