Jayapura, Jubi – Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Papua, diminta segera mencabut Surat Keputusan Nomor 82 Tahun 2021 tentang kelayakan lingkungan hidup rencana pembangunan perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit, dalam rangka melindungi hutan adat marga Woro, Kabupaten Boven Digoel, Papua Selatan.
Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Papua menilai hal itu juga mendukung perjuangan pimpinan marga Woro, untuk meningkatkan kemampuan hutan dan lahan menyerap Gas Rumah Kaca (GRK) sesuai putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 dan Penjelasan huruf f, angka 2, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004.
Direktur LBH Papua, Emanuel Gobay dalam siaran persnya yang diterima redaksi Jubi, Sabtu (25/3/2023), mengatakan hutan adat marga Moro berkapasitas 90 ton tbs/jam seluas 36.094,4 hektare, dipakai oleh PT Indo Asiana Lestari di Distrik Mandobo dan Fofi, Kabupaten Boven Digoel.
Ia menyebut, pengakuan dan jaminan hukum atas kepemilikan hutan adat oleh masyarakat adat Papua secara tegas telah dijamin dalam ketentuan. Dimana negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat, beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam Undang-Undang, sebagaimana diatur pada Pasal 18b ayat (2), Undang-Undang Dasar 1945.
“Selain itu ketentuan kewajiban mengakui, menghormati, melindungi, memberdayakan dan mengembangkan hak-hak masyarakat adat dengan berpedoman pada ketentuan peraturan hukum yang berlaku, sebagaimana diatur pada Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021, tentang perubahan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua,” kata Gobay.
Menurutnya, berdasarkan pada kekhawatiran hilangnya hutan adat milik masyarakat adat Awyu khususnya marga Woro yang terletak dalam lahan seluas 36.094,4 hektare, yang akan dijadikan perkebunan kelapa sawit dan pabrik pengolahan kelapa sawit dengan kapasitas 90 ton TBS/jam oleh PT Indo Asiana Lestari, membuat pimpinan marga Woro mengajukan gugatan terhadap Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Papua atas penerbitan surat keputusan itu, ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jayapura dan telah terdaftar dengan Nomor: 6/G/LH/2023/PTUN.JPR tertanggal 13 Maret 2023.
LBH Papua juga meminta agar Presiden Republik Indonesia wajib melindungi hutan adat di seluruh wilayah adat Papua, demi meningkatkan kemampuan hutan dan lahan untuk menyerap Gas Rumah Kaca (GRK) sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 dan penjelasan huruf f, angka 2, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004.
“Selain itu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia dan kepala daerah di seluruh wilayah adat Papua, wajib mengakui masyarakat adat Papua sebagai pemilik hutan adat Papua sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 tertanggal 16 Mei 2013,” katanya.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia dan kepala daerah di seluruh wilayah adat Papua, diharapkan segera mencabut izin perusahaan yang diberikan tanpa sepengetahuan masyarakat adat Papua pemilik hutan adat Papua.
“Sesuai Pasal 42 ayat (2) dan ayat (3), Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021,” katanya. (*)