Jayapura, Jubi – Konflik bersenjata antara aparat keamanan dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat/Organisasi Papua Merdeka (TPNPB/OPM) di berbagai wilayah Tanah Papua, dinilai makin menyulitkan posisi warga sipil.
Pernyataan itu disampaikan anggota komisi bidang pemerintahan, politik, hukum, HAM dan keamanan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Papua, Laurenzus Kadepa.
Ia mengatakan, di beberapa daerah rawan konflik bersenjata di Tanah Papua, seperti wilayah Papua Pegunungan dan Papua Tengah, posisi warga sipil makin terancam.
Sebab pihak yang berkonflik tidak jarang menuduh sebagai anggota TPNPB/OPM atau mata-mata aparat keamanan.
“Saat aparat keamanan melakukan kekerasan atau menembak warga sipil [di daerah konflik] mereka menyebut itu adalah bagian atau anggota TPNPB/OPM. Sebaliknya saat TPNPB/OPM melakukan kekerasan terhadap warga sipil mereka beralasan itu adalah intelijen atau mata-mata aparat keamanan,” kata Laurenzus Kadepa kepada Jubi, Jumat (22/9/2023).
Selain itu menurutnya, aparat keamanan terkadang keliru atau salah dalam menetapkan pihak yang masuk daftar pencarian orang (DPO). Misalnya dalam kasus di Fak-Fak, Papua Barat.
Seorang mahasiswa yang tidak berada di wilayah itu saat peristiwa penyerangan dan pembakaran Kantor Distrik Kramomongga pada 15 Agustus 2023, fotonya sempat disebar sebagai salah satu DPO kasus tersebut.
“Saya menduga ini hanya salah satu contoh kasus kekeliruan dalam menetapkan DPO oleh aparat keamanan. Mungkin saja di wilayah lain ada kasus serupa selama ini, hanya saja tidak terungkap,” ujarnya.
Politikus Partai Nasional Demokrat (NasDem) itu mengatakan, pemerintah pusat dan pemerintan daerah mestinya peka melihat dan menyikapi situasi yang kini terjadi di Tanah Papua.
Sebab apabila situasi ini terus dibiarkan tanpa ada langkah-langkah kongkrit dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah, akan ke mana lagi masyarakat sipil mencari perlindungan.
“Akibat situasi selama ini, masyarakat selalu merasa hak hidupnya terancam dan berada pada posisi serba salah. Pemerintah mestinya peka melihat situasi ini. Mereka juga adalah warga negara yang mesti dilindungi,” ucapnya.
Katanya, ia sudah selalu mengingatkan pemerintah pusat untuk mengevaluasi sistem keamanan di Tanah Papua. Sebab selama ini berbagai cara yang dilakukan oleh negara, dan cenderung menggunakan pendekatan keamanan justru tidak menyelesaikan masalah.
“Di Papua ini ada investasi-investasi besar. Ada PT Freeport, ada British Petroleum (BP), ada Blok Wabu. Keberadaan sumber daya alam inikan memberikan kontribusi kepada negara. Rakyat Papua telah memberikan sumber daya alamnya dikelola negara. Kini bagaimana pemerintah atau negera melindungi orang asli Papua yang tersisa, yang sumber daya alamnya sudah diambil. Jangan hanya menginginkan tanah dan kekayaan alamnya,” kata Laurenzus Kadepa. (*)