Jayapura, Jubi – Juru Bicara Jaringan damai Papua, Yan Christian Warinussy mengatakan Nota Kesepahaman atau “MoU” yang dikenal sebagai JKB (Jeda Kemanusiaan Bersama) tertanggal 11 November 2022 yang ditandatangani Komnas HAM bersama dengan perwakilan Papua dari United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dan Majelis Rakyat Papua (MRP), merupakan satu potensi dan langkah kongkrit dalam konteks mencari jalan menuju dialog, mencapai kesepakatan damai itu satu potensi yang baik.
“Untuk menjamin bahwa jeda kemanusiaan itu bisa jalan, ULMWP, MRP dan Komnas HAM mempunyai kewajiban kewajiban untuk membicarakan tindak lanjutnya dan melakukan konsolidasi ke basisnya masing masing. ULMWP harusnya melakukan konsolidasi ke basisnya TPNPB-OPM, sama halnya juga dengan dewan gereja gereja Papua agar ada langkah maju dalam upaya komunikasi,” katanya kepada Jubi melalui sambungan selulernya, Kamis (08/02/2022).
Warinussy menilai, pernyataan dari panglima tinggi TNI bahwa dia tidak percaya dengan Jeda kemanusiaan Bersama itu, terlalu dini.
“Itu artinya panglima tidak percaya pada Komnas HAM sebagai lembaga resmi yang dibentuk oleh keputusan presiden No. 50 Tahun 1993, bertemu dengan Presiden TNI, POLRI memberitahukan kepada Komnas HAM tugasnya apa, karena jeda kemanusiaan tidak bisa jalan, itu tidak bisa jalan, tidak bisa dilihat dari satu sisi saja,” katanya.
Warinussy mengatakan, saat penandatanganan JKB tertanggal 11 November 2022 itu ada perwakilan dari Menkopolhukam, Polri yang menjadi menjadi observer pertemuan di Jenewa.
“Sebagai observer, mereka juga seharusnya memberikan pengamatan mereka. Tapi malah langsung panglima TNI menyampaikan seperti begitu, sebab justru kehadiran TNI banyak seperti sekarang konflik meningkat, tidak ada keamanan bagi warga di Papua. Seperti sekarang penyanderaan pilot orang asing yang tidak tahu menahu juga disandera, penting untuk jeda kemanusiaan itu dilaksanakan,”katanya.
Warinussy mengatakan, Markus Haluk perwakilan ULMWP telah menyatakan kekecewaan karena pemerintah tidak sungguh sungguh mau melakukan jeda kemanusiaan. Harusnya, siapa yang saja yang menandatangani jeda kemanusiaan itu wajib membicarakan progress dari jeda kemanusiaan bersama.
“Komnas HAM sebagai Lembaga resmi yang dibentuk oleh negara harusnya berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk proses ini, bisa berjalan untuk jeda kemanusiaan di tanah Papua ” katanya.
Warinussy mengatakan, harusnya TNI/POLRI TPNPB bisa menerima jeda kemanusiaan untuk hentikan konflik di tanah Papua untuk membicarakan masalah ini.
“Sebab kalau kedua pihak tidak pernah mau melaksanakan kesepakatan ini dengan mediator, tentu konflik dan kekerasan akan terus membesar karena masing masing mempertahankan posisi ini, lalu siapa yang akan memberikan rasa aman bagi warga Papua asli dan non Papua,” katanya. (*)
