Manokwari, Jubi – Dugaan pemerasan yang dilakukan dua oknum jaksa dan tata usaha Kejaksaan Negeri Manokwari berinisial A, US, dan H terhadap keluarga terdakwa bermula dari kasus pelecehan seksual terhadap anak dibawah umur yang dilakukan oknum polisi yang telah diputuskan oleh Pengadilan Negeri Manokwari pada Februari 2023 silam.
Pemberian uang kepada jaksa penuntut umum atau JPU dan staf Tata Usaha di Kejaksaan Negeri Manokwari sebesar Rp65 Juta terkuak ketika keluarga terdakwa diminta oleh Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Manokwari untuk dilakukan penyelesaian antara keluarga terdakwa dengan oknum jaksa yang diduga menerima uang tersebut.
“Pada bulan Desember 2022 kami diminta bertemu dengan oknum jaksa di sebuah kafe di kawasan Bumi Marina, Manokwari. Saat itu mereka minta kepada kami bahwa untuk meringankan kasus seperti ini uang yang disediakan sekitar Rp100 juta. Namun saya menyampaikan bahwa saya belum bisa putuskan karena permintaan itu terlalu berat bagi kami sehingga perlu didiskusikan dulu dengan keluarga,” tutur DS, pembuat konten video di Tiktok yang dihubungi Jubi, Senin (3/7/2023).
Dia menceritakan bahwa setelah mendiskusikan permintaan oknum jaksa di kafe tersebut dengan keluarga, mereka hanya bisa menyanggupi Rp65 juta.
“Kami sampaikan kepada mereka bahwa kemampuan kami hanya Rp65 juta. Lalu mereka [oknum jaksa] kemudian menerima itu dengan perjanjian akan berusaha menurunkan hukuman terhadap terdakwa dibawah 5 tahun,” tutur DS.
Pihaknya lalu mentransfer uang Rp65 juta ke rekening salah satu kerabat oknum jaksa pada Januari 2023. Sedangkan putusan di pengadilan pada bulan Februari 2023.
“Mereka minta uang ditransfer ke rekening ponakan salah satu oknum jaksa. Lalu kami mentransfernya. Ada bukti transfer,” ungkapnya.
Merasa Dipermalukan di Pengadilan Hingga Viral Pemberian Uang
Awal diviralkan pemberian uang tersebut saat keluarga terdakwa menghadiri sidang di Pengadilan Negeri Manokwari.
“Saat itu saya dikatain sama oknum jaksa bahwa ‘Kamu lancang ya’ di luar ruang sidang pengadilan. Karena kesal, saya bertanya ke dia, apa maksudnya, sembari merekam video. Saya kemudian meminta kembali uang yang telah diberikan sebelumnya,” ungkap DS.
Saat di pengadilan, kata dia, kebetulan ada Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejaksaan Negeri Manokwari yang juga turut mendengar ucapan soal uang yang diberikan.
“Kasi Pidum datang merangkul saya lalu menanyakan perihal uang yang saya ungkap. Kasi Pidum juga meminta agar nanti hal ini ia mediasi untuk penyelesaian,” tuturnya.
Dikatakan bahwa pertemuan yang dijanjikan oleh Kasi Pidum untuk dilakukan mediasi itu ditunda hingga Rabu (28/6/2023) lalu, baru ia dan ibunya hadir di Kejaksaan Negeri Manokwari.
“Kami hadir di sana untuk menyelesaikan masalah. Namun saat di dalam ruangan, kami malah dilempari oleh seorang oknum jaksa dengan botol air mineral. Terjadi keributan saat itu di ruangan Kasi Pidum,” tuturnya
Karena tidak terima dengan perlakuan di dalam ruangan, DS dan ibunya keluar dari Kantor Kejaksaan Negeri Manokwari sembari membuat video, kemudian diunggah ke akun Tiktok Jovjoyjoshutabarat.
Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Barat, Harli Siregar, saat ditemui wartawan, Senin (3/7/2023), meminta masyarakat untuk membantu kejaksaan.
“Seperti pernyataan kami awal bahwa tolong kami dibantu. Oleh karenanya menurut kami, ini menjadi momentum kuat bagi kami untuk bersih-bersih di internal,” kata Harli.
Harli mengaku siapapun yang terlibat akan dipanggil dan dimintai keterangan oleh bagian pengawasan Kejaksaan Tinggi Papua Barat.
“Walaupun kejadian ini sudah lama, bagi kami ini bagian dari evaluasi secara menyeluruh. Dengan peristiwa ini kami sebagai pejabat baru lebih mudah memetakan situasi internal kejaksaan,” ujarnya.
Dikatakan juga bahwa dengan peristiwa ini tindakan tegas sudah ia lakukan yakni pertama menarik jaksa yang diduga sebagaimana viral di Tiktok. Kedua pemeriksaan secara intensif untuk melihat substansi.
“Untuk pemeriksaan awal kita tarik oknum jaksa itu dulu tapi semua pihak akan kita panggil. Tentu karena ini ada di Pidum sehingga dilakukan pemeriksaan fungsional dengan melakukan cek dan ricek,” ucapnya.
“Jadi baru jaksanya. Nanti pemeriksaan struktural [mengarah ke Kasi Pidum] bagaimana peran dari struktural itu kita lihat,” tuturnya.
Soal sanksi, Harli menegaskan bahwa pihaknya mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021, dimana pada poin I menjelaskan terkait
menolak segala bentuk pemberian yang berkaitan dengan tugas dan fungsi kecuali penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Kan ada PP 94, nanti kita lihat apakah ini lebih ke arah disiplin atau apa itu, akan kita lihat. Kita kumpulkan dulu semua bahan keterangan karena ini baru sepihak,” pungkasnya. (*)