Jayapura, Jubi – Anggota Majelis Rakyat Papua Pokja Agama Nikolaus Degei menilai, negara Indonesia tidak sepenuh hati menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM di Tanah Papua, salah satunya kasus pelanggaran HAM Paniai berdarah.
Meski proses persidangan sudah berjalan, namun menurutnya masih menyisihkan banyak kejanggalan mulai dari penetapan pelaku satu orang menyebabkan keluarga korban tidak hadir dalam persidangan.
“Saya menilai, proses persidangan Paniai berdarah hanya formalitas untuk menutupi sorotan masyarakat internasional atas persoalan kemanusiaan yang terjadi di tanah Papua,” katanya saat menyambangi kantor Jubi, Senin (26/9/2022).
Degei mengatakan, jelas pelakunya itu ada Brimob, polisi, dan tentara, ada unsur komandonya tetapi Mahkamah Agung telah menetapkan satu orang sebagai tersangka berinisial IS, mantan perwira pensiunan. Saksi hidup masih ada sampai saat ini. Sebab peristiwa ini terjadi di depan publik.
“Kami sebagai keluarga korban meminta semua pihak yang terlibat dalam kasus Paniai berdarah ini ini harus diperiksa agar sidang penegakan HAM di Papua itu berbobot dan bisa diakui masyarakat internasional, keluarga korban (harus) mendapatkan keadilan yang seadil adilnya di negara ini,” katanya.
Degei mengatakan, orang Papua mempunyai pengalaman dalam persidangan pengadilan HAM Abepura berdarah, pelakunya banyak orang kemudian ditetapkan satu orang, kemudian pelakunya divonis bebas.
“Kami menilai bahwa negara Indonesia tidak punya niat baik untuk menyelesaikan berbagai bentuk pelanggaran HAM yang terjadi khususnya pelanggaran HAM Paniai Berdarah, meskipun sidang sedang berlangsung di Makassar,”katanya.
Lanjut Degei bahwa untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM ini harus diselesaikan oleh pihak ketiga yang netral. “Sesuai rekomendasi dari LIPI bahwa negara harus menyelesaikan persoalan pelanggaran HAM. Maka keluarga korban meminta harus diselesaikan oleh pihak PBB Bersama Indonesia dan ULMWP duduk untuk menyelesaikan kasus HAM,”katanya. (*)