Jayapura, Jubi – Diperlukan kesadaran peserta didik dalam mengelola sampah, salah satunya tidak membuang sampah sembarangan. Dengan begitu, siswa turut serta menjaga ekosistem sekolah bebas dari sampah.
Hal itu disampaikan Kepala SMP Negeri 2 Jayapura, Dorthea Carolien Enok, dalam kegiatan komitmen bersama membangun ekosistem sadar sampah, sadar karakter, sadar Kebhinekaan Tunggal Ika, dan sadar diri warga SMPN 2 Jayapura, Jumat (29/9/2023).
Sampah sudah menjadi masalah luar biasa karena memenuhi tempat penampungan akhir atau TPA. Saat ini diperlukan pola hidup yang biasa membuang beralih mengelola, karena mengelola sampah mendapatkan manfaat salah satunya kebersihan lingkungan sekolah.
“Menjaga ekosistem sekolah bebas dari sampah sangat penting karena mendukung sistem pembelajaran. Percuma kalau pintar tapi tidak memiliki karakter,” ujarnya.
Meski menjadi salah satu sekolah Adiwiyata, menjaga ekosistem sekolah bebas dari sampah menjadi tanggung jawab bersama, baik kepala sekolah, tenaga pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik.
“Mengingatkan kembali bahwa bagian ini pernah dilakukan dan pernah dilaksanakan tetapi mungkin sudah dilupakan atau diabaikan. Oleh sebab itu, hari ini kami berkomitmen bersama untuk melakukan pembenahan diri demi keberlanjutan dari sistem pembelajaran di SMP Negeri 2 Jayapura,” katanya.
Pengawas Pembina SMP, Devlin Lolowang, mengatakan menjaga ekosistem sekolah bebas dari sampah bagian dari karakter profil pelajar Pancasila, salah satunya mencintai lingkungan bersih.
Selain itu, dilanjutkannya, lingkungan sekolah yang bersih, aman, dan nyaman mendukung proses belajar mengajar dan juga sehat bagi semua warga sekolah.
“Mari kita bersama-sama peduli sampah. Jadi, melihat sampah tidak usah menunggu orang lain untuk mengangkatnya walaupun itu guru. Semoga ini bisa dilaksanakan secara maksimal, saya sebagai pengawas terus memantau program ini,” katanya.

Guru pendamping Residensi SMP Negeri 2 Jayapura, Marchy Elizandry Haruway, mengatakan komitmen sadar sampah atas keprihatinan terhadap dampak sampah yang ditimbulkannya. Bukan hanya lingkungan sekolah yang kotor tapi juga menimbulkan banjir.
“Sekarang sudah dibuat komitmen bersama, kami juga sudah bekerja sama dengan beberapa pihak, dan juga akan dipantau oleh Kemendikbudristek secara berkala guna menumbuhkembangkan kesadaran untuk sadar sampah,” ujarnya.
Sebelum komitmen bersama membangun ekosistem sadar sampah, dijelaskannya, peserta didik melakukan refleksi terhadap sampah lingkungan sekitar mereka.
“Jadi kita mulai mencari dari hilirnya sampai ke hulunya, dan ternyata semuanya itu bermuara di TPA. Kemudian kita mulai berefleksi lagi dengan anak-anak, ketika sampai di TPA ternyata sampah itu amat sangat meresahkan,” ujarnya.
Ternyata, dilanjutkannya, saat membuang sampah tidak memikirkan dampaknya. Warga yang berada di kota merasa tempat tinggalnya sudah bersih, namun bagi warga di sekitar di TPA mengalami dampak, seperti air sudah mulai kotor dan bau busuk.
“Akar masalahnya sampah ada pada manusia itu sendiri yang membuang sampah sembarangan. Selain itu, pemilahan dan bekerja sama dengan bank sampah agar bernilai ekonomi dengan harapan terjadi proses pembelajaran,” ujarnya.
Dalam proses pembelajaran, guru tidak bisa memaksakan sesuai kehendaknya, karena Kurikulum Merdeka Belajar semuanya berpusat dari siswa, sehingga pada prosesnya nanti siswa dapat menemukan potensinya membawa perubahan karakter.
“Jadi, sebenarnya ini salah satu metode atau cara belajar yang di tawarkan, dan kalau menurut saya sendiri sebagai guru yang mendampingi siswa selama berproses. Saya rasa pembelajaran seperti ini sangat bagus bisa dilakukan oleh semua mata pelajaran, tapi yang dibutuhkan adalah kesadaran guru,” katanya. (*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!