Wamena, Jubi – Ratusan guru yang tergabung dalam Persatuan Guru Republik Indonesia atau PGRI Kabupaten Jayawijaya, mulai jenjang SD, SMP, hingga SMA/SMK menggelar aksi demonstrasi damai di halaman gedung otonom atau Kantor Bupati Jayawijaya di Wamena, ibukota Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan, pada Jumat (29/9/2023) siang.
Ratusan guru tersebut mempertanyakan dana Tunjangan Perbaikan Penghasilan atau TPP tahun anggaran 2023, insentif guru, dan dana Bantuan Operasional Sekolah Daerah (Bosda) tahun anggaran 2023, yang hingga kini belum dibayarkan oleh Pemerintah Kabupaten Jayawijaya.
“Jadi aksi kita hari ini untuk menuntut hak profesi guru yakni dana TPP, insentif guru, dan dana Bosda tahun anggaran 2023, yang hingga ini belum direalisasi oleh pemerintah daerah,” kata Ketua PGRI Kabupaten Jayawijaya, Yerry H. Himan, kepada Jubi.
Himan menjelaskan tunjangan perbaikan penghasilan (TPP) yang bersumber dari dana APBN untuk dibayarkan kepada seluruh guru di Indonesia. Sedangkan insentif guru bersumber dari dana Otonomi Khusus melalui kebijakan pemerintah daerah.
“Tapi selama ini TPP muncul lebih depan sedangkan nama insentifnya tidak dimunculkan sehingga kami punya pikiran insentif digantikan dengan TPP. Ini ada kecurigaan oleh guru sebab itu hari kita semua guru datang minta penjelasan tentang bagaimana insentif dan bagaimana TPP, lalu sistem pembayaran dana-dana ini bagaimana,” ujar Himan.
“Insentif belum dibayarkan satu tahun anggaran 2023. TPP belum dibayarkan dari Januari. Sedangkan dalam petunjuk harus dibayarkan mulai Januari. Kalo bayarnya triwulan, harus dibayarkan tepat waktu. Tapi sekarang kita sudah masuk triwulan ke-3 tapi belum juga ada realisasi,” sambungnya.
Untuk dana Bosda, masih kata Himan, sesuai petunjuk teknis penyaluran dana ini tidak jelas. Setiap tahun dihitung Rp10 ribu per siswa dan jumlahnya tetap sama. Sementara jumlah siswa setiap tahunnya terus berubah.
“Jumlah dananya tidak pernah berubah dari tahun ke tahun,. Lalu dari jumlah siswa yang ada, tidak semuanya diperhitungkan. Lalu siswa yang lain ini harus kita sisihkan. Kami guru tidak pernah memilah-milah siswa,” ujarnya.
Himan menegaskan bahwa aksi yang tersebut tidak ada muatan atau kepentingan apapun selain memperjuangkan hak profesi guru.
Selain itu, PGRI Jayawijaya juga pertanyakan puluhan jabatan kepala sekolah di wilayah tersebut yang masih berstatus pelaksana tugas dan nasib guru honorer atau guru kontrak yang hingga kini belum diakomodir menjadi guru PNS atau PPPK (P3K).
“Kepala sekolah berstatus Plt. Bagaimana mau tanda tangan ijazah anak-anak? Guru honorer yang sudah mengabdi bertahun-tahun, nasibnya bagaimana? Itu beberapa poin yang kami tanyakan hari ini,” kata Himan
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Jayawijaya, Natalis Mumpu, mengatakan dana insentif guru dibayarkan berdasarkan kertas kerja yang dikumpulkan guru, sehingga bagi guru yang belum menyampaikan kertas kerja belum bisa dibayarkan insentifnya.
“Jumlah ASN di Dinas Pendidikan sebanyak 1.064 orang. Dari jumlah itu. ada sebagian yang sudah kumpul kertas kerja. Sekitar 200 orang belum kumpul kertas kerja. Mereka yang belum kumpul itu nanti menyusul. Sedangkan yang sudah [kumpul kertas kerja] kita sudah usulkan untuk proses penyaluran insentif,” jelasnya.
Natalis Mumpu mengatakan bendahara atau tim yang melakukan proses penyaluran insentif guru bekerja berdasarkan petunjuk yang disampaikan dari pihak keuangan.
“Yang sekarang singgung itu kenapa haknya dipotong-potong begitu, padahal bendahara atau tim yang kerja itu sesuai dengan petunjuk atau juknis dari keuangan,” ujarnya. (*)