Sentani, Jubi – Jika guru tidak sampai di tempat tugas, bagaimana masa depan anak-anak kami?
Pertanyaan itu disampaikan Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Kabupaten Jayapura, Frits Maurits Felle, di sela-sela kegiatan Deklarasi Forum Pengusaha Asli Kenambai Umbai di aula lantai dua Kantor Bupati Jayapura di Gunung Merah, Sentani, Kamis (24/8/2023).
Dikatakan, dua kata yang saling berhubungan erat dan saling membutuhkan adalah guru dan murid. Dimana guru berada di situ, ada muridnya. Demikian sebaliknya.
Pertanyaan berikutnya adalah jika hal yang sama ini terjadi kepada anak seorang guru.
“Tentunya kita semua menginginkan hal yang baik. Anak-anak mendapat pendidikan yang layak, para guru juga mendapatkan waktu yang cukup untuk menerapkan ilmu pengetahuannya sesuai bidang ilmu yang dipelajari,” katanya.
Menurut Felle, kondisi sekolah yang minim kehadiran guru serta sekolah yang minim tenaga guru di daerah ini saling bersaing. Hal ini tentunya berdampak kepada menurunnya potensi sumber daya manusia yang diharapkan ke depan menjadi pilar dan tonggak pembangunan daerah.
“Dana Otonomi Khusus untuk bidang pendidikan sangat besar, termasuk di Kabupaten Jayapura. Selama 20 tahun Otonomi Khusus digulirkan, tetapi pendidikan kita hanya berjalan di tempat saja,” ujarnya.
Hal senada dikatakan Matheis Lewerissa, anggota DPRD Kabupaten Jayapura. Dia mengatakan bahwa Dinas Pendidikan yang menempatkan tenaga guru di setiap sekolah hendaknya dilakukan survei lebih awal. Sehingga ada kesiapan dari tenaga guru untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.
“Sejak awal sudah ada pernyataan sikap sebagai aparat sipil negara bahwa siap ditempatkan dimana saja di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kenyataannya, ada banyak sekolah kekurangan guru. Sudah ada tempat tugas bagi guru tetapi tidak pernah hadir melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Tugas kita sebagai masyarakat, juga harus mendorong agar ada peningkatan potensi sumber daya manusia di daerah ini,” katanya.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Jayapura, Eqhbert Kopeuw, menjelaskan bahwa persoalan pendidikan di Kabupaten Jayapura tidak semata-mata hanya sekolah yang kekurangan guru atau guru tidak melaksanakan tugasnya. Masih banyak persoalan yang wajib diselesaikan secara bertahap dari sekolah ke sekolah, dari satu guru ke guru yang lain, dan ini membutuhkan waktu, tenaga, dan juga biaya yang harus diperhitungkan semua.
Kopeuw mengatakan bahwa guru juga manusia yang memiliki keterbatasan yang sama dengan orang lain. Ada pertimbangan lain juga sedang dipikirkan, antara lain kesejahteraan, jarak tempuh ke tempat tugas, fasilitas pendukung, dan faktor-faktor yang lain.
“Jika pendapatan atau gaji seorang guru mencapai Rp3 juta, maka pendapatan tersebut tidak bisa dihitung sebagai biaya transportasi atau biaya makan minum setiap hari. Ada banyak guru yang ambil kredit hanya untuk tetap tinggal di tempat tugas, meski menumpang di rumah warga sekitar sekolah. Hal-hal seperti ini sedang dalam pertimbangan, baik dinas maupun pihak sekolah serta pemerintah setempat,” jelasnya. (*)