Sentani, Jubi – Ratusan siswa SMP Negeri 7 Sentani, kelas VII dan VIII serta SD Inpres Melamhilli Sentani tidak jadi mengikuti ujian kenaikan kelas. Itu setelahΒ dua sekolah ituΒ dipalang oleh pemilik hak ulayat sejak Senin (29/5/2023).
Siswa dan guru-guru yang ke sekolah pada pagi hari, dikejutkan dengan pintu kantor sekolah dan sejumlah ruang kelas yang sudah terpasang palang kayu di pintu masuk.
Menurut Pemilik hak ulayat, Moses Kallem Pemerintah Daerah Kabupaten Jayapura tidak memiliki itikad baik dan sangat tidak mendidik masyarakat dalam hal penyelesaian hak ulayat.
Dia mengatakan, sekolah itu sudah berjalan selama 22 tahun. Namun selama ini tidakΒ ada proses penyelesaian hak atas tanah yang telah digunakan. “Jangan pikir karena ada ujian nasional jadi nanti palang dilepas, itu tidak mungkin. Karena selalu saja jawaban pemerintah adalah nanti diselesaikan, ini sudah 22 tahun,” ujar Kallem di halaman SMP N 7 Sentani, Kelurahan Hinekombe, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, Selasa (30/5/2023).
Menurut Kallem, pihaknya telah membawa persoalan ini hingga ke Pengadilan Negeri Jayapura, nomor perkara 129/PDT.G/PN JAP pada 24 Mei 2023, dengan Wellem Viser Kallem dan kawan-kawan sebagai penggugat melawan Triwarno Purnomo sebagai tergugat. “Surat pemanggilan sudah disampaikan kepada kedua belah pihak dan sidang akan dilaksanakan pada 7 Juni 2023 mendatang,” katanya.
Kallem yang juga sebagai mantan Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Jayapura periode 2012-2017 menambahkan,Β pembahasan anggaran terkait pembayaran lahan sekolah ini sudah dibahas pada 2022 lalu dan ditetapkan dalam APBD induk.
Dia mengatakan, ada tahapan yang musti dilewati dalam proses pembayarannya juga, setelah awal tahun akan diagendakan lagi pada pertengahan atau akhir tahun. Lahan ini sudah bersertifikat, tetapi Pemerintah Daerah sama sekali tidak memahami seluruh prosedurnya, tidak bisa membedakan cara pembayarannya berdasarkan status tanah yang digunakan.
“Dengan palangan seperti ini hingga gugatan di pengadilan, akan memberikan pembelajaran kepada semua masyarakat sebagai pemilik hak ulayat yang tanahnya digunakan oleh pemerintah daerah,” katanya.
KarenaΒ gugatannya sudah di pengadilan, oleh sebab menurutnyaΒ pemerintah daerah melalui dinas terkait bisa ke pengadilan untuk berkoordinasi.Β Sehingga pihak pengadilan akan memutuskan siapa yang bertanggung jawab untuk melepas atau membuka palang sekolah. Tetapi, persoalan ini sudah diketahui oleh pihak pengadilan, maka permohonan dan koordinasi yang dilakukan oleh Dinas terkait, pasti tidak dikabulkan.
“Kita akan berjalan di atas masalah demi masalah, tahun lalu juga begini. Saya yang membuka palang lagi, lalu kata pemerintah daerah nanti diselesaikan, sampai kapan?, sudah cukup kalian menggunakan tanah saya untuk belajar dan mengajar selama 22 tahun ini,” katanya.
DihubungiΒ terpisah, Plt Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Jayapura, Eqhbert Kopeuw menjelaskanΒ pihaknya sedang berkoordinasi dengan pimpinan sekolah terdekat, agar ratusan siswa dari dua sekolah yang terpalang ini dapat melaksanakan ujian sekolah.
“Hal ini sudah kami laporkan kepada pimpinan daerah, kita berharap ada ruangan kelas yang dapat digunakan agar siswa dari dua sekolah ini direlokasi sementara untuk mengikuti ujian sekolah,” katanya.
Sementara itu, Kepala Sekolah SMP Negeri 7 Sentani, Lidya Okoserai mengaku sangat kecewa dengan peristiwa itu.
“Saya sempat menangis di hadapan pemilik hak ulayat, dengan harapan agar palang sekolah ini dibuka. Anak kami ketika tidak sekolah. Ada ratusan anak-anak orang lain yang kami didik di sekolah ini dan sekarang ini mereka harus ujian sekolah. Semoga pemilik hak ulayat punya hati iba kepada kami,” ujarnya. (*)