Jayapura, Jubi – Sebanyak 60 Orang Dengan Gangguan Kejiwaan atau ODGJ masih berkeliaran di Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura di Provinsi Papua. Dinas Sosial Kota Jayapura masih mencari siapa keluarga mereka untuk dilibatkan dalam penanganan.
Kepala Seksi Bencana Sosial dan Alam Dinas Sosial Kota Jayapura Itje Y Hamadi mengatakan dinasnya sudah melakukan assessment di lapangan terhadap ODGJ dan mencatat per Agustus 2023 sebanyak 60 ODGJ masih berkeliaran di tempat umum di Kota Jayapura serta Kabupaten Jayapura. Mereka, katanya, kerap meresahkan dan mengganggu ketenangan masyarakat.
“Juga ada yang sampai melakukan pelemparan terhadap masyarakat di wilayah Dok 5 Atas sekitar Juli 2023,” kata Hamadi ketika diwawancari Jubi di ruang kerjanya, Senin (11/9/2023).
ODGJ yang bekerliaran, kata Hamadi, biasanya tidak memiliki keluarga atau memiliki keluarga namun pihak keluarga membiarkannya berkeliaran di tempat umum.
Menurut Hamadi, Dinas Sosial Kota Jayapura belum bisa menangani ODGJ yang berkeliaran itu karena belum mengetahui siapa keluarganya. Keluarga mereka perlu diketahui sebelum Dinas Sosial membawanya ke RSJ (Rumah Sakit Jiwa Daerah) Abepura, Papua untuk diberi perawatan.
“Syarat untuk ditanganinya para ODGJ tersebut harus memiliki keluarga agar bisa diperhatikan saat mendapatkan perawatan, bukan hanya dari pihak Rumah Sakit Jiwa Daerah,” katanya.
Hasil assessment Dinas Sosial Kota Jayapura juga mencatat per Agustus 2023 terdapat 30 ODGJ yang sudah ditangani dan dirawat. Sebanyak 5 orang sedang menjalani rawat inap di RSJD Abepura dan 25 lainnya sedang rawat jalan dikelola keluarga masing-masing.
“Yang 30 orang sudah ditangani ini karena sudah diketahui siapa keluarganya,” ujarnya.
Seorang ODGJ yang sudah ditangani adalah MK (29 tahun), warga Kota Jayapura. Keluarga MK yang mendampingi ketika didatangi Jubi di rumahnya mengatakan MK terkena gangguan kejiwaan sejak 2022 akibat pergaulan yang kurang sehat hingga mengisap narkoba.
Pihak keluarga mengaku kewalahan menghadapi MK ketika sedang kumat, karena ia mengamuk dan membanting barang-barang. Bahkan ia pernah ingin mengakhiri hidupnya.
Pihak keluarga melarikan MK ke RSJD Abepura dengan pembiayaan BPJS Kesehatan. MK dirawat inap selama sebulan pada April-Mei 2022 dan petugas RSJD Jayapura pernah kewalahan ketika memberinya obat karena ia sering menolaknya. Sekarang MK masih rawat jalan dan rutin kontrol setiap tanggal 17. Keluarganya mengatakan saat ini kondisi MK sudah bisa diajak berkomunikasi meski masih ‘linglung’.
Terkait penanganan ODGJ yang berkeliaran karena belum diketahui keluarganya, pihak RSJD Jayapura mengatakan masyarakat bisa melaporkannya ke Dinas Sosial dan pengobatannya bisa dengan jaminan pihak terkait.
Wakil Direktur dan Keuangan RSJD Abepura Daniel L. Simunapendi SKM MM ketika ditemui Jubi di kantornya Selasa (12/9/2023) mengatakan ODGJ harus dipelihara (ditangani-red) oleh negara melalui instansi terkait. Instansi terkait yang menangani ODGJ itu harus memiliki kerja sama yang baik, yaitu Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, RSJD, Dinas Pencatatan dan Kependudukan, Dinas Ketenagakerjaan, Satpol PP, dan organisasi lainnya.
“Instansi tersebut tidak boleh saling tolak-menolak untuk mengupayakan program penanggulangan ODGJ agar bisa berjalan secara optimal,” katanya.
RSJD, kata Daniel, hanya menangani ODGJ untuk merawat dan merehabilitasinya dan bukan mengambil para ODGJ yang berkeliaran di jalan.
Untuk menangani pasien ODGJ di RSJD Abepura, jelasnya, telah dibentuk tim Pelaksana Kesehatan Kejiwaan Masyarakat (PKKJM) yang di dalamnya dilibatkan dokter spesialis.
40 ODGJ dirawat inap
Saat ini RSJD Abepura menangani 40 pasien ODGJ rawat inap dan 80 hingga 100 pasien per hari rawat jalan. Seorang pasien hanya 14 hari kerja rawat inap, kemudian dipulangkan kepada keluarga.
“Karena pasien dianjurkan beradaptasi dengan lingkungan sekitar, berbeda dengan sakit fisik harus sembuh total baru dibolehkan untuk pulang,” ujarnya.
Selain dipulangkan kepada keluarga, pihak RSJD Abepura juga mengharuskan keluarga memperhatikan pasien ODGJ, seperti meminum obat sesuai dosis yang dianjurkan dokter sebelum dipulangkan.
“Peran keluarga sangat dibutuhkan agar pasien bisa merasakan kasih sayang dan perhatian,” katanya.
Saat ini pelayanan ODGJ di RSJD Abepura ditanggung pemerintah, namun hanya cukup untuk pelayanan penunjang, pasokan obat-obatan, dan kebutuhan pangan pasien. Ia mengatakan RSJD Abepura sangat bersyukur walaupun anggaran hanya cukup untuk ketiga program itu.
Meski begitu, kata Daniel, hal yang belum terpenuhi di RSJD Abepura untuk melayani ODGJ adalah program ‘home visit’ di mana RSJD Abepura yang mendatangi rumah pasien yang sembuh atau yang masih sakit.
“Tim PKKJM harus bergerak melaksanakan tugasnya, namun tidak didukung dengan sarana dan prasarana yang baik,” ujarnya. (*)