Merauke, Jubi – Ribuan orang asli Papua di Provinsi Papua Selatan turun ke jalan di Taman Lingkaran Brawijaya – Libra Kabupaten Merauke pada Selasa (13/3/2024).
Mereka melakukan aksi unjuk rasa menuntut hak politik yang dianggap telah “dikebiri” dalam pesta demokrasi atau Pemilu 2024, lebih khusus terkait dengan perolehan suara dalam pemilihan legislatif yang berlangsung di empat kabupaten di Tanah Selatan Papua.
Dalam aksi itu, ribuan warga asli Papua Selatan ini, membawa puluhan spanduk yang bertuliskan tuntutan dan protes terhadap penyelenggaraan Pemilu 2024. Mereka berkumpul dan berorasi di Lingkaran Brawijaya dalam kondisi hujan dan dikawal ketat oleh aparat keamanan.
Para orator secara bergantian menyampaikan aspirasi masyarakat asli Papua Selatan yang semuanya terkait dengan hak politik masyarakat asli Papua dalam Pemilu legislatif 2024.
Salah seorang orator yang juga aktivis perempuan Papua Selatan, Victoria Diana Gebze dalam orasinya mengatakan bahwa masyarakat asli Papua Selatan hari ini turun jalan melakukan aksi unjuk rasa, karena ada hal yang tidak benar dalam proses Pemilu 2024 di sana.
“Kami orang asli Papua Selatan mempunyai hati yang tulus, toleransi yang tinggi untuk menerima siapa saja masyarakat nusantara datang ke tanah ini untuk bersama-sama hidup berdampingan. Kami ingin kedamaian dan kami juga tidak mau ribut bahkan turun jalan seperti ini kalau hak politik kami tidak dirampas,” kata dia.
Diana Gebze pun meminta Penjabat Gubernur Papua Selatan, Apolo Safanpo, selaku pembina politik di daerah mendengar dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat asli Papua Selatan tentang hak politik mereka dalam Pemilu 2024.
“Serta Bawaslu dan KPU selaku penyelenggara Pemilu 2024 agar bertanggung jawab terhadap caleg orang asli Papua yang suaranya hilang saat rekapitulasi hasil Pemilu. Dan juga laporan politik uang yang telah dilaporkan ke Bawaslu,” katanya.
Sementara itu Ketua Forum Komunikasi Caleg orang asli Papua, Robert Kaiba menyatakan bahwa pihaknya melihat ada sebuah sistem yang tidak tepat, sitem yang keluar dari jalur proses Pemilu itu sendiri. Ada pelanggaran-pelanggaran yang terjadi menjelang proses pemilihan hingga proses rekapitulasi suara di tiap TPS di beberapa distrik yang tidak mencerminkan pesta demokrasi yang baik.
“Ada pelanggaran-pelanggaran ya g kami laporkan ke Bawaslu di antaranya dugaan politik uang di Distrik Jagebob, politik uang di Bupul dan sistem pelaksanaan pemilu di Kimaam. Sudah dilaporkan ke Bawaslu, tapi tidak ada tindaklanjut atau penyampaian kepada kami seperti apa dan sejauh mana penanganannya,” kata Robert Kaiba.
Robert Kaiba menambahkan bahwa awalnya mereka telah melakukan aksi protes ke Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu Kabupaten Merauke, dan Majelis Rakyat Papua Selatan (MRPS), namun hasil dari upaya yang dilakukan tidak sesuai dengan yang diharapkan.
“Oleh karenanya, kami turun ke jalan untuk melakukan aksi protes dan meminta pejabat tinggi daerah mulai gubernur, bupati, ketua MRPS, Bawaslu dan KPU harus datang bicara dengan kami semua masyarakat,” tutupnya. (*)
Discussion about this post