Merauke, Jubi – Forum Komunikasi (Forkom) Calon Legislatif orang asli Papua – OAP di Kabupaten Merauke, Papua Selatan menyebut Pemilu 2024 yang berlangsung di Kabupaten Merauke seperti sebuah “hajatan belanja suara”, menyusul adanya dugaan politik uang atau money politic dalam pesta demokrasi di sana.
Pernyataan tersebut dilontarkan oleh para caleg dalam konferensi pers yang digelar Forkom Caleg orang asli Papua Kabupaten Merauke pada Rabu (6/3/2024). Setidaknya 20 caleg orang asli Papua di Merauke hadir dalam jumpa pers tersebut.
“Pemilu kali ini bukan orang Pemilu, tapi belanja suara. Banyak caleg yang lolos, tapi belum pernah sekalipun datang ke tempat itu (Daerah Pemilihan – Dapil), tiba-tiba begitu (terpilih). Bukan kita iri, bukan,” kata Ketua DPD Partai Golkar, Dominikus Ulukyanan yang juga Caleg DPR Provinsi Papua Selatan.
“Kami punya bukti-bukti baik berupa video, foto-foto dan saksi-saksi fakta terkait kecurangan Pemilu 2024 dan dugaan politik uang ini. Kami melihat pelanggaran ini dilakukan secara masif, sistematis dan terstruktur,” sambungnya.
Dominikus Ulukyanan menyebut sejumlah pelanggaran Pemilu 2024 seperti politik uang, penggelembungan suara di tingkat Panitia Pemilihan Distrik (PPD), saksi partai politik/caleg yang mendapat surat mandat dilarang masuk ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) oleh petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) terjadi di sejumlah distrik di Kabupaten Merauke, di antaranya di Distrik Kimaam, Jagebob dan Bupul.
“Saksi kami yang mendapat mandat dilarang masuk ke TPS, dilarang menggunakan handphone untuk foto formulir C1. Belum lagi angka-angka itu diisi sendiri oleh petugas PPD, seharusnya itu diisi oleh KPPS saat perhitungan di tingkat TPS. Jadi ada perubahan suara dari TPS di PPD. Ini terjadi di Kimaam, dan ini kami anggap curang. Kami punya bukti dan saksi-saksi fakta di lapangan,” ujar dia.
Ketua Forkom Caleg orang asli Papua, Robert Kaiba menyatakan bahwa pihaknya melihat ada sebuah sistem yang tidak tepat, sistem yang keluar dari jalur proses Pemilu itu sendiri. Ada pelanggaran-pelanggaran yang terjadi menjelang proses pemilihan hingga proses rekapitulasi suara di tiap TPS di beberapa distrik yang tidak mencerminkan pesta demokrasi yang baik.
“Ada pelanggaran-pelanggaran yang kami laporkan ke Bawaslu di antaranya dugaan politik uang di Distrik Jagebob, politik uang di Bupul dan sistem pelaksanaan Pemilu di Kimaam. Sudah dilaporkan ke Bawaslu, tapi tidak ada tindaklanjut atau penyampaian kepada kami seperti apa dan sejauh mana penanganannya,” kata Robert Kaiba.
Forkom Caleg orang asli Papua menilai Bawaslu Kabupaten Merauke tidak bekerja secara efektif, dan terkesan mengendapkan laporan-laporan pelanggaran tersebut karena tidak ada penyampaian lebih lanjut terkait penanganannya kepada pelapor dalam hal ini Forkom Caleg orang asli Papua.
“Tanggal 3-5 Maret kemarin dilakukan pleno tingkat kabupaten, bagaimana bisa? Sementara ada pleno distrik-distrik bermasalah. Yang sampai hari ini belum ada tindaklanjutnya kepada kami sebagai pelapor. Kami meminta pertanggungjawaban dari Bawaslu,” kata dia.
“Karena hanya Bawaslu yang dapat memproses persoalan-persoalan yang terjadi di lapangan. Kasus Jagebob, Kimaam dan Bupul sampai hari ini tidak ada informasi untuk kami. Kasus-kasus itu terkait erat dengan tindakan politik uang,” sambungnya.
Robert Kaiba menambahkan jika tindakan politik uang itu dibiarkan, maka sistem atau pelaksanaan Pemilu ke depan bisa dipastikan juga rusak. Politik uang sangat merugikan kandidat lain, terutama caleg orang asli Papua yang notabene tidak memiliki perolehan suara yang signifikan akibat dari permainan politik uang.
“Kami minta keadilan dalam proses pemilihan ini. Persoalan kalah menang itu biasa, kami menyadari itu tapi ada satu proses yang di dalamnya berlangsung sistem yang kurang bagus, artinya politik uang ini dibiarkan. Kalau ini tidak diproses, lantas besok orang tersebut duduk di dewan, bagi kami anak-anak Papua ini berarti kita piara pencuri. Bawaslu terkesan kendor dalam pengawasan,” ungkapnya.
Sementara Sekretaris Forkom Caleg orang asli Papua, Jeremias A. K Mahuze mendesak Majelis Rakyat Papua Selatan (MRPS) untuk ikut mendorong penyelesaian dugaan pelanggaran Pemilu 2024 di Kabupaten Merauke.
“Kami meminta MRPS untuk segera menindaklanjuti kasus money politic yang dilakukan secara terstruktur, masif sistematis di atas tanah Papua Selatan untuk dilanjutkan ke KPU RI, Bawaslu RI serta DKKP. Sehingga kasus money politic yang terjadi ini bisa terbuka kepada masyarakat karena sesungguhnya tindakan politik uang ini sungguh merugikan kami dan menginjak harga diri kami sebagai orang asli Papua,” kata dia.
Jeremias Mahuze meminta kepada MRPS untuk segera mendesak Bawaslu Kabupaten Merauke agar lebih transparansi dalam penanganan kasus politik uang yang sudah dilaporkan.
“Kami minta MPRS untuk bisa lakukan desakan dan memberikan dukungan kepada kami sebagai tanda bahwa itu keberpihakan MRPS kepada kami OAP. MRPS bisa memberikan tekanan kepada Bawaslu untuk mengeluarkan rekomendasi agar dilakukan PSU di Kabupaten Merauke,” tutupnya.
Ketua Tim Investigasi Pelanggaran Pemilu 2024 Forkom Caleg orang asli Papua, Theodorus Tawaru mengatakan ada tiga pelanggaran Pemilu yang dilaporkan ke Bawaslu. Namun hingga minggu ketiga sejak laporan itu disampaikan, Bawaslu Kabupaten Merauke belum memberikan pemberitahuan atau tindak lanjut kepada pihaknya.
“Kalau memang itu belum cukup bukti saksi, dari pihak Bawaslu bisa menyurat atau menyampaikan kepada kami bahwa belum cukup bukti, supaya kami berupaya untuk cari mendorong tambah bukti. Jangan diam, pasif. Kalau Bawaslu diam, kami beranggapan bahwa dia tidak menanggapi kami,” kata Theo.
“Kami punya bukti-bukti video, foto, saksi terkait dugaan pelanggaran pemilu 2024 di Kabupaten Merauke. Kami siap untuk menambahkan bukti-bukti itu jika kurang,” tutupnya.
Sementara Ketua Bawaslu Kabupaten Merauke, Agustinus Mahuze saat menerima para caleg orang asli Papua, sore tadi, mengatakan bahwa ada tiga unsur unsur yang terlibat dalam proses penegakan hukum yang berkaitan dengan pelanggaran pemilu yakni Bawaslu, Kepolisian dan Kejaksaan.
“Untuk kasus dugaan money politik, orang yang diduga terlibat maupun sejumlah saksi sudah dimintai keterangan. Tentunya kita tidak bisa langsung memutuskan begitu saja, semua melalui proses kajian,” kata Agustinus Mahuze. (*)