Jayapura, Jubi – Uji coba rudal Tiongkok di Samudra Pasifik pekan lalu memicu gelombang kekhawatiran di Polinesia Prancis. Namun, pesta yang diselenggarakan Tiongkok kemudian tampaknya berhasil meredakan sebagian besar kemarahan warga setempat.
Uji coba rudal balistik itu dilaporkan jatuh sekitar 700 kilometer dari Kepulauan Marquesas, Polinesia Prancis, meski masih berada di luar Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Polinesia Prancis. Informasi ini dikutip Jubi dari rnz.co.nz, Senin (30/9/2024).
Tiongkok mengklaim telah memberi pemberitahuan kepada kekuatan-kekuatan Pasifik seperti Prancis, Australia, Selandia Baru, dan Amerika Serikat sebelum peluncuran. Pernyataan ini dikonfirmasi oleh Komisaris Tinggi Prancis di Polinesia Prancis, Eric Spitz.
Ini merupakan pertama kalinya dalam lebih dari empat dekade Tiongkok meluncurkan rudal ke Samudra Pasifik. Peneliti Senior di Stanton, Ankit Panda, menyebutkan bahwa Tiongkok sebenarnya secara rutin menguji coba rudal jarak jauh.
Sejak peluncuran rudal pekan lalu, beberapa negara termasuk Australia, Jepang, Selandia Baru, Fiji, dan Palau menyampaikan kekhawatiran terkait dampak potensial uji coba ini terhadap stabilitas di kawasan Pasifik.
Di tingkat lokal, Presiden Polinesia Prancis yang pro-kemerdekaan, Moetai Brotherson, turut menyampaikan kekhawatirannya. Salah satunya terkait fakta bahwa ia tidak diberi informasi sebelumnya oleh Tiongkok mengenai uji coba tersebut.
Brotherson berencana meminta klarifikasi dari Komisaris Tinggi Prancis dan Presiden Prancis, Emmanuel Macron, serta menyampaikan kekhawatirannya kepada perwakilan diplomatik Tiongkok di Polinesia Prancis.
“Saya secara pribadi akan menyerahkan surat yang berisi sikap kami terkait peluncuran ini, sekaligus menyampaikan kekecewaan karena tidak ada informasi yang menyebutkan bahwa peluncuran ini diarahkan ke perairan kami,” ujar Brotherson.
Kesempatan untuk menyampaikan kekhawatiran itu datang hanya beberapa jam kemudian, ketika Brotherson dan Komisaris Tinggi Prancis diundang dalam sebuah acara yang diselenggarakan oleh Konsul Jenderal Tiongkok, Lixiao Tian, guna merayakan ulang tahun ke-75 berdirinya Republik Rakyat Tiongkok.
Selama acara tersebut, Brotherson, Spitz, dan Lixiao Tian masing-masing menyampaikan pidato.
Terkait isu rudal, Komisaris Tinggi Prancis menegaskan bahwa rudal Tiongkok membawa “muatan inert” dan jatuh di perairan internasional Samudra Pasifik. Ia juga menyebutkan bahwa pihak Tiongkok telah memberi tahu otoritas Prancis sebelum peluncuran dilakukan.
Spitz menambahkan, “Jika dianggap perlu, pada waktu yang tepat, otoritas Prancis akan menyampaikan posisi mereka terkait peluncuran ini.”
Dalam kesempatan yang sama, Lixiao Tian mengatakan kepada wartawan bahwa peluncuran rudal tersebut merupakan bagian dari program pelatihan tahunan dan “tidak menimbulkan ancaman apapun.”
“Ini adalah pesan yang ingin saya sampaikan kepada penduduk Polinesia Prancis. Tiongkok berkomitmen untuk menjaga perdamaian dan keharmonisan dunia,” tegasnya.
Ia juga menegaskan niat Tiongkok untuk memperkuat kerja sama serta mempererat “persahabatan” dengan Polinesia Prancis. Lixiao menyebutkan bahwa kerja sama tersebut berpotensi dikembangkan di sektor pariwisata, pertanian, dan ekspor mutiara hitam. Selain itu, ia secara resmi mengundang Brotherson dan delegasinya untuk berkunjung ke Tiongkok.
Di acara yang sama, Brotherson menambahkan bahwa peluncuran ini menunjukkan ketegangan yang tengah berlangsung di kawasan Pasifik. Ia juga menyinggung kecilnya peran Polinesia di antara kekuatan besar dunia.
“Kita semua tahu bahwa dua negara adikuasa, AS dan Tiongkok, berada di sini, saling mengawasi, mengukur, dan menguji satu sama lain. Sementara kita, di tengah semua ini, seperti sebutir beras di lautan,” ujarnya kepada media lokal.
Acara diakhiri dengan toast resmi oleh Lixiao dan pejabat setempat untuk menandai perayaan ulang tahun ke-75 berdirinya Tiongkok.
Salah satu politisi lokal yang tetap menyatakan keraguannya adalah Teva Rohfritsch, anggota parlemen Polinesia Prancis di Senat Prancis. Ia menegaskan bahwa dirinya telah mengirim surat kepada otoritas tinggi Prancis, termasuk Presiden Macron, guna menyampaikan kekhawatirannya dan meminta respons yang “kuat dan jelas.”
“Kami diberi tahu bahwa ini adalah latihan tahunan yang normal, namun peluncuran terakhir dilakukan pada tahun 1980-an. Saya belum sepenuhnya yakin dengan informasi ini,” tulisnya.
Rohfritsch juga mengatakan bahwa penduduk Polinesia Prancis “sangat terkejut” dengan peluncuran rudal Tiongkok ini. Menurutnya, Prancis harus memastikan penduduknya yakin bahwa sumber daya “militer dan diplomatik” yang memadai tersedia untuk menjaga perdamaian di kawasan Pasifik.
Pada bulan Agustus, Panglima Angkatan Bersenjata Prancis di Polinesia Prancis yang akan segera pensiun, Komodor Geoffroy d’Andigné, memperingatkan tentang meningkatnya ketegangan di Samudra Pasifik dalam beberapa tahun terakhir. Ia menyatakan bahwa semua pihak harus siap menghadapi situasi tersebut.
Dalam upacara serah terima di Papeete, d’Andigné mengatakan bahwa ia telah memperkuat pengawasan di ZEE Polinesia Prancis yang sangat luas. Ia juga menyebutkan bahwa kapal patroli angkatan laut Prancis beberapa kali bertemu dengan kapal-kapal asing baru selama dua tahun terakhir.
“Kami telah melihat kapal-kapal Tiongkok mendekati ZEE pada Natal 2022. Ini menunjukkan peningkatan pengerahan militer yang berdampak pada semua kawasan di dunia,” ujarnya pada Agustus.
D’Andigné digantikan pada bulan Agustus oleh Komodor Guillaume Pinget, 51, mantan Komandan kapal induk Charles de Gaulle. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!