Wamena, Jubi – Majelis Rakyat Papua atau MRP pada 31 Oktober 2022 memperingati hari ulang tahun ke-17 sekaligus peringatan Hari Budaya Papua secara sederhana di aula kantor MRP di Kotaraja, Kota Jayapura.
Dalam peringatan itu, Ketua Majelis Rakyat Papua, Timotius Murib, menyampaikan beberapa harapannya kepada seluruh pemerintah daerah, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, DPRP maupun DPRD, hingga masyarakat orang asli Papua (OAP).
Harapannya itu adalah menjadikan atau menetapkan 31 Oktober sebagai hari budaya di Tanah Papua serta implementasi perubahan Undang-undang Otonomi Khusus Papua saat ini.
Timotius Murib mengaku jika Majelis Rakyat Papua terus berkeinginan agar 31 Oktober dapat ditetapkan sebaga Hari Budaya Papua, dimana hal itu telah diusulkan sejak 2015 hingga saat ini.
“Pada 2015 kami telah menyurat kepada pihak eksekutif, dalam hal ini Gubernur dan DPR Papua, agar 31 Oktober setiap tahunnya diselenggarakan sebagai Hari Budaya dan hari HUT MRP,” katanya.
Meski hal ini telah lama diusulkan, namun banyak kendala yang dihadapi, salah satunya harus membentuk suatu perdasus untuk menetapkan 31 Oktober ini sebagai hari budaya. Namun hingga Majelis Rakyat Papua menginjak usai 17 tahun, hal tersebut belum dapat terwujud.
“Ini dalam rangka bagaimana melestarikan budaya orang asli Papua yang sangat unik di tanah ini. Untuk itu perdasus menjadi salah satu regulasi untuk semua kabupaten/kota melaksanakannya,” kata Murib.
Namun dari hasil diskusi bersama Ketua DPR Papua sebelum acara peringatan HUT MRP, Ketua DPR Papua meminta agar MRP segera menggodok pokok-pokok pikiran supaya 31 Oktober ditetapkan sebagai hari budaya, dan lembaga kultur tersebut akan menyampaikan pokok-pokok pikirannya ke DPRP agar dibahas di DPRP untuk penetapan.
Selain itu Ketua Majelis Rakyat Papua berharap di era perubahan Undang-undang nomor 2 tentang Otonomi Khusus, tentu saja masyarakat orang asli Papua di dalam melaksanakan kehidupan sehari-hari di lima wilayah adat, MRP menegaskan kepada seluruh masyarakat orang asli Papua tidak bermanja dengan adanya otsus.
Karena menurutnya, otsus ini tidak memberikan proteksi untuk kehidupan orang asli Papua, tetapi OAP harus bangkit dan berusaha atau dengan kata lainya tidak dimanjakan dengan otsus.
“OAP haris bangkit dan bekerja keras, berjuang untuk mempertahankan kehidupan di atas tanahnya sendiri. Tidak harus kita ngotot atau mengeluh, tetapi OAP harus bangkit dan berjuang karena regulasi atau jaminan hukum untuk kehidupan masyarakat orang asli Papua menurut MRP tidak memungkinkan, sehingga OAP sendiri harus mempertahankan diri sendiri, pertama jangan jual-jual tanah, dan jangan budaya kita dijual kepada orang lain, tetapi terus melestarikan,” ucapnya.
Di tempat yang sama, Ketua DPR Papua, Jhony Banua Rouw, menegaskan jika legislatif sangat mendukung upaya Majelis Rakyat Papua menjadikan 31 Oktober sebagai Hari Budaya Papua.
Namun pihaknya meminta agar Majelis Rakyat Papua segera menyampaikan pokok-pokok pikiran yang murni dari setiap anggota MRP, sehingga saat dalam menyusun Raperdasus DPRP sesuai tupoksi akan menyusun itu.
“Karena MRP adalah lembaga yang mewakili kultur orang asli Papua dan ada budaya di dalamnya. Sehingga dapat dilihat mana budaya-budaya yang bisa kita lestarikan tetapi tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran agama dan kelangsungan hidup manusia di Tanah Papua. Jika memang harus didorong dengan hak inisiatif dewan, maka kami akan mendorong itu,” kata Jhony Banua Rouw. (*)