Sentani, Jubi – Ketua Majelis Rakyat Papua atau MRP, Timotius Murib menjalan masa reses MRP di Sentani, ibu kota Kabupaten Jayapura. Selama masa reses itu, Timotius Murib bertemu sejumlah kelompok Orang Asli Papua, dan menyosialisasikan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua atau UU Otsus Papua Baru.
Pada Senin (4/4/2022), Timotius Murib menggunakan masa reses MRP untuk mengundang dan mendengarkan aspirasi sejumlah kelompok Orang Asli Papua (OAP). “[Saya] mengundang semua elemen dan komponen lembaga kemasyarakatan, organisasi adat, perempuan, pemuda, dan denominasi gereja,” ujar Murib, Senin.
Dalam pertemuan itu, Murib menjelaskan dampak revisi UU Otsus Papua yang dilakukan secara sepihak oleh pemerintah pusat dan DPR RI. Murib membeber ada 19 pasal UU Otsus Papua Baru yang mengubah substansi Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua (UU Otsus Papua Lama) sehingga berisiko merugikan OAP.
“Tadi kami mempresentasikan masalah di Tanah Papua yang digumuli OAP selama 20 tahun pemberlakuan Otsus. Kami juga menyampaikan 19 pasal UU Otsus Papua Baru, dan di mana potensinya merugikan hak OAP. [Keberadaan] 19 pasal itu perlu disosialisasikan kepada masyarakat, agar OAP memahami pasal apa saja yang ditetapkan pemerintah dalam perubahan kedua UU itu,” kata Murib.
Murib menjelakan dalam reses itu ia menerima dua rekomendasi dari berbagai kelompok OAP yang ditemuinya. “Yang pertama, untuk selesaikan masalah di tanah Papua, negara harus melakukan dialog sebagaimana yang pernah dilakukan Indonesia [dengan] Aceh. Itu luar biasa, sehingga negara sukses. Hari ini, setelah [orang] Aceh merdeka, Aceh tidak lepas dari NKRI,” ucap Murib.
Para peserta reses juga merekomendasikan adanya mediator yang independen untuk menyelenggarakan dialog tersebut. “Dialog itu difasilitasi oleh pihak yang independen,” ucap Murib.
Murib berharap pemerintah berhenti menggunakan pendekatan keamanan untuk menyelesaikan masalah Papua. Ia menegaskan pendekatan keamanan yang ditandai dengan penambahan pasukan TNI/Polri di Tanah Papua tidak akan menyelesaikan masalah Papua, dan justru menimbulkan berbagai masalah dan kekerasan baru.
Murib menekankan konflik hanya dapat diselesaikan jika pemerintah mau menemui pihak yang berseberangan dengannya. “Pendekatan yang dilakukan oleh negara jangan mengedepankan aparat TNI/Polri. Lakukan dialog dengan teman-teman yang berseberangan ideologi,” kata Murib. (*)