Jayapura, Jubi – Pemerintah Kabupaten atau Pemkab Tambrauw difasilitasi oleh WWF Indonesia dan Pioner Tanah Papua melaksanakan kegiatan pengisian platform CDP-ICLEI Track dan Lokakarya Penandaan Anggaran Perubahan Iklim di Hotel Vega Prime Sorong, Papua Barat Daya, dari 9-12 Agustus 2023.
“Kegiatan ini menindaklanjuti kebijakan prioritas nasional dalam RPJMN 2020-2024 Bab VII membangun lingkungan hidup, meningkatkan ketahanan bencana, dan perubahan iklim dan workshop technical assistance pengisian CDP-ICLEI Track pada 13-14 Juni 2023 yang lalu,” ujar Direktur Forest and Wildlife Program Yayasan WWF Indonesia, Dr. rer. Silv. Muhammad Ali, dalam rilis pers yang diterima Jubi.id, Kamis (10/8/2023).
Program untuk mendukung prioritas nasional tersebut, dikatakan Silv. Muhammad Ali, yaitu peningkatan kualitas lingkungan hidup, meningkatkan ketahanan bencana dan perubahan iklim, serta pembangunan rendah karbon.
“Pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan fiskal untuk mendukung pembangunan berkelanjutan dalam penanganan perubahan iklim, namun secara umum sumber pendanaan terkait penanganan perubahan iklim berasal dari publik dan non publik,” ujarnya.
Pendanaan publik, dikatakan Silv. Muhammad Ali, berasal dari domestik yaitu belanja APBN, BLU BPDLH, green Sukuk (global dan retail), BUMN (PT SMI), APBD, dan internasional seperti green climate fund, global environment facility, adaptation fund, regional and bilateral agency, dan multilateral development bank.
Sementara itu, lanjutnya, pendanaan dari non-publik dapat berasal dari pembangunan pembiayaan sektor jasa keuangan (sustainable finance) yang diawasi oleh OJK, domestic private investment, foreign direct investment, private green bonds, filantropi, dan corporate social responsibility (CSR) dari perusahaan/BUMN.
“Kabupaten Tambrauw memiliki komitmen sebagai kabupaten konservasi. Hal ini, merupakan upaya yang perlu diapresiasi. Namun dalam sebuah studi disebutkan pengurangan luas hutan di lima wilayah adat terjadi setiap tahun, yang menandakan adanya deforestasi yang secara umum selama kurun 25 tahun terakhir. Antara 1994 sampai 2019, tutupan hutan adat berkurang, yang semula 1.073.101 hektare atau sekitar 95 persen dari wilayah bentang hidup, menjadi 1.004.339 hektare atau 89 persen dari bentang hidup,” jelasnya.
Kebijakan fiskal yang terkait pemerintah daerah, lanjutnya, antara lain kebijakan transfer ke daerah dalam rangka mendukung penanganan perubahan iklim, seperti DAK fisik (bidang pangan, air, kesehatan, lingkungan hidup dan kehutanan), DAK nonfisik (pengelolaan sampah), dana insentif daerah (insentif terhadap kinerja pengelolaan sampah), dan dana desa (pemanfaatan energi alternatif yang rendah emisi, perbaikan dan pemeliharaan lingkungan hidup), dan penetapan platform keuangan berkelanjutan, seperti BLU Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) dan SDG Indonesia One.
“Pemerintah daerah bisa menyoroti isu perubahan iklim dengan menganggarkan dana untuk menangani isu perubahan iklim ini lewat APBD yang detailnya secara teknis bisa dirujuk melalui Peraturan Kementerian Keuangan (PMK) NO. 124/PMK.05/2020 tentang Tata Cara Pengelolaan Dana Lingkungan Hidup, yakni penghimpunan dana amanah atau bantuan konservasi yang bersumber dari hibah dan donasi, baik dalam maupun luar negeri,” ujarnya.
Dr. rer. Silv. Muhammad Ali meminta pemerintah perlu memiliki kapasitas fiskal yang baik, tata kelola penggunaan anggaran yang efektif untuk dapat secara tepat menentukan prioritas, dan strategi dalam memanfaatkan mekanisme pendanaan perubahan iklim yang ada.
Selain itu, beberapa bencana alam seperti banjir, puting beliung, dan menurunnya tangkapan hasil danau yang diakibatkan cuaca ekstrim memerlukan sebuah langkah taktis dalam menentukan prioritas anggaran perubahan iklim yang berorientasi pada dampak.
“Oleh karenanya diperlukan suatu kajian yang dapat memberikan gambaran prioritas daerah dan melihat kesesuaian antara prioritas pemerintah daerah dan alokasi penganggaran daerah untuk perubahan iklim terutama dalam kasus bencana, alih fungsi lahan, atau menurunnya kualitas kehidupan masyarakat yang merupakan akibat dari perubahan iklim. Penandaan Anggaran Perubahan Iklim merupakan sebuah upaya dengan menggunakan Pedoman Penandaan Perubahan Iklim Daerah yang dikeluarkan oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan,” jelasnya.
Tujuan dikatakan kegiatan tersebut, dikatakannya, mengidentifikasi anggaran perubahan iklim dari Pemerintah Kabupaten Tambrauw secara partisipatif dalam periode anggaran 2019, 2020, dan 2021, meningkatkan kapasitas Pemerintah Kabupaten Tambrauw, sehingga mampu melakukan proses penandaan anggaran serta mengidentifikasi secara mandiri tantangan dan celah masalah dalam perencanaan dan pelaksanaan program dan kegiatan yang berkaitan dengan perubahan iklim.
Selain itu, mengidentifikasi kapasitas institusi dan kebutuhan dari pemerintah daerah Tambrauw dalam proses meningkatkan efektivitas dan kesesuaian penganggaran perubahan iklim dan pelaksanaan program dan kegiatan yang efektif.
Penjabat Bupati Kabupaten Tambrauw, Engelbertus G. Kocu, berharap bisa menjaga dan memelihara marga satwa yang ada di Kabupaten Tambrauw seperti penyu belimbing, burung cendrawasih, dan lain yang ada di wilayah konservasi Kabupaten Tambrauw.
“Pemerintah daerah memainkan peran penting dalam menghadapi tantangan perubahan iklim, baik melalui strategi pengurangan emisi (mitigasi) maupun rencana adaptasi untuk merespons perubahan iklim dan peristiwa cuaca ekstrem yang berdampak kepada penghidupan masyarakat,” ujarnya.
Pemerintah daerah, lanjutnya, dapat menerima dana untuk mengurangi polusi iklim melalui transportasi bersih, pencegahan limbah, inisiatif udara bersih, dan banyak lagi. Komitmen pemerintah dalam pengendalian perubahan iklim dituangkan dalam dokumen RPJMN 2020-2024, dalam Prioritas Nasional.
“Kabupaten Tambrauw dengan arah kebijakan pembangunan sebagai kabupaten konservasi dan perlindungan masyarakat hukum adat melaksanakan pembangunan daerah dengan mengedepankan prinsip pembangunan berkelanjutan,” ujarnya.
Perlu diketahui, One Planet City Challenge (OPCC) merupakan kegiatan yang diinisiasi oleh WWF untuk mewujudkan visi pembangunan berkelanjutan di kawasan perkotaan dengan tetap menjaga suhu rata-rata global di bawah kenaikan sebesar 1,5°C sesuai Perjanjian Paris.
Melalui OPCC, pemerintah daerah (yang menaungi kawasan perkotaan di bawah yurisdiksinya) didorong untuk mempercepat transformasi iklim dengan menetapkan target iklim yang ambisius, menyusun rencana aksi iklim yang jelas, mempelajari kesuksesan satu sama lain, dan menerapkan solusi yang sesuai dengan keadaan kota/kabupaten masing-masing.
Pada periode 2021–2022, sejumlah 280 kota dari 50 negara mengikuti kompetisi ini, termasuk 24 kota dan kabupaten di Indonesia. Sebagai sebuah kompetisi persahabatan global antar pemerintah daerah di seluruh dunia dalam menanggulangi perubahan iklim.
Kegiatan OPCC mencakup pelaporan aksi iklim ke platform CDP-ICLEI Track, evaluasi data, termasuk memberikan masukan timbal balik, peninjauan data kota oleh juri/ahli internasional, perayaan pemenang OPCC nasional dan global, dan keterlibatan publik melalui kampanye We Love Cities. (*)