Wamena, Jubi – Bas Walalua menjadikan kemahirannya dalam membuat berbagai kerajinan tangan khas Papua sebagai sumber nafkah keluarga. Sebagian dari hasil penjualan tersebut digunakan untuk membiayai pendidikan kedua anaknya.
“Sejak muda, saya tidak punya pekerjaan lain. Saya berjualan sejak toko ini belum ada [dibangun],” kata Walalua, 57 tahun, saat ditemui Jubi.id, Rabu (9/10/2024).
Walalua berasal dari Kampung Sekan, Distrik Siepkosi, Kabupaten Jayawijaya. Dia sehari-hari membuka lapak dagangan di depan sebuah toko di Jalan Hom-Hom, Wamena, Jayawijaya.
Walalua menjual gelang dan aneka aksesori lain hasil bikinannya sendiri. Dia memanfaatkan kulit pohon dan akar tumbuh-tumbuhan liar untuk dibuat beragam kerajinan tangan. Bahan-bahan alam itu banyak tersedia di hutan di sekitar tempat tinggalnya di Kampung Sekan.
Walalua berjualan setiap hari, sejak pagi hingga toko tersebut tutup pada malam. Dalam sehari, dia biasa mengantongi Rp100 ribu hingga Rp200 ribu.
“Dalam sehari, saya [rata-rata] dapat Rp100 ribu-Rp200 ribu. Saat sedang ramai [pembeli], bisa Rp300 ribu [sehari],” ujarnya.
Walalua berjualan bersama rekan sekampungnya, Eli Walilo, 52 tahun. Lapak dagangan mereka hanya dipisahkan oleh pintu masuk toko.
Walilo membuat sekitar 50 kalung dengan berbagai variasi setiap hari. Harganya rata-rata Rp150 ribu sebuah.
Walilo juga mendapat bahan baku dari sekitar tempat tinggalnya di Kampung Seran, yang berwaktu tempuh sekitar 30 menit dari Wamena. Dia merangkai cangkang kerang laut, batang anggrek, manik-manik, dan bebatuan dengan seutas benang hingga menjadi sebuah kalung. Cangkang kerang laut diperoleh Walilo dari kiriman keluarganya di Jayapura.
“Pengeluaran untuk membeli benang hitam, Rp20 ribu, dan benang nilon, Rp25 ribu. Saat ramai [pembeli], saya bisa membawa pulang Rp1 juta hingga Rp2 juta [sehari],” kata Walilo.
Pendapatan Walilo belum dikurangi biaya transportasi, dan kebutuhan makan-minum selama berjualan. Setidaknya, dia harus mengeluarkan Rp150 ribu setiap hari, termasuk untuk membeli benang.
Walilo juga pernah berjualan hingga ke Biak dan Jayapura. Berkat hasil penjualannya selama ini, dia bisa menyekolahkan tiga anaknya. Salah seorang anak Walilo, kini menjadi prajurit Tentara Nasional Indonesia dan bertugas di Kalimantan. (*)