Bagi tahanan politik Papua, penjara bukanlah akhir segalanya. Mereka tetap berkomitmen memperjuangkan kemerdekaan. Bahkan setelah mereka dibebaskan dari penjara. Sembari berjuang untuk membenahi hidup mereka setelah melalui masa-masa sulit.
Sebuah Penahanan Panjang
Bagaimana tahanan politik yang tetap berada di balik jeruji selama lebih dari satu dekade? Bagaimana seseorang bertahan dan tetap menjaga perjuangan?
Filep Karma, yang digambarkan sebagai โtahanan politik paling terkenal di Papua Baratโ, adalah salah salah satunya. Ia dihukum karena tuduhan pengkhianatan dan dijatuhi hukuman penjara 15 tahun pada 2005.
Pada 2004 terlibat dalam pengibaran bendera Bintang Kejora. Ia berbicara kepada penulis di Penjara Abepura, Jayapura pada Juni 2015. Ia berusia 55 tahun pada saat itu. Telah dipenjara selama lebih dari 10 tahun. Ia telah dibebaskan.
Dikagumi dan dihormati, Filep dikenal di dalam penjara karena penampilannya yang unik: ia sering mengenakan pakaian coklat, seperti seragam pegawai negeri, dengan sebuah tanda pengenal โ sepotong kertas seukuran kartu identitas bergambar bendera Bintang Kejora menempel di dada.
Baca: Jalan Terjal Tahanan Politik Papua Barat (1)
โSaya masak sendiri, dengan kompor dari kaleng susu kental yang dilubangi. Masaknya pakai kaleng biskuit Khong Guan, dipotong setengah, sudah jadi kayak kompor, atasnya dikasih rantang stainless,โ kata Filep pada 2015, menceritakan rutinitasnya di penjara.
Ia memasak makanannya sendiri, mengambil sayuran dari kebunnya sendiri. Ia menanam daun gedi dan singkong. Filep suka makan sayuran rebus, tanpa garam. Jika dia ingin penyedap, dia mencampurnya dengan mie instan. “Saya makan seperti itu setiap hari,” katanya
Keluarga dan teman-teman yang mengunjungi akan membawa makanan yang lebih enak.ย โMereka bawakan ikan,ย wamย (daging babi)…. Pernah juga dibawakan daging buaya… enak rasanya.โ
Hari Natal adalah hari istimewa. Filep merayakan Natal bersama teman-temannya dengan acara bakar batu, sebuah tradisi penduduk yang tinggal di pegunungan; memasak daging dengan dimasukan ke dalam batu yang telah dibakar. Daging itu diberikan bumbu dan dicampur sayur dari daun-daunan mentah.ย โSaya senang bisa bikin kegiatan di sini seperti di luar. Saya melihat orang lain senang, saya senang. Saya bisa membuat orang lain senyum. Saya bergembira.โ kata Filep.
Berkebun, memasak dan menonton televisi โ bagi Filep, aktivitas-aktivitas itu membantunya menghadapi hidup di dalam batas-batas dinding penjara. Kembali pada tahun 2015, Filep mengungkapkan rahasia tetap sehat ketika di dalam penjara: triknya adalah mengubah pemikirannya. Melihat penjara sebagai sebuah rumah.
โJangan berpikir ini penjara. Kalau berpikir ini penjara kamu tersiksa. Saya bilang, lama-lama pindah ke sebelah, di sebelah rumah sakit jiwa. Jadi harus berpikir di rumah sehingga at home. Kamarnya dibersihkan, didekorasi sesuai selera sehingga nyaman,โ kata Filep.
Filep aktif dan kreatif di penjara. Ia dan rekan-rekannya pernah mengadakan pelatihan membuat bingkai foto dengan kertas daur ulang โ bingkai yang menarik kemudian dijual ke pengunjung. Ia juga menjual Tabloid Jubi, surat kabar independen yang didirikan oleh organisasi masyarakat sipil, setiap kali edisi baru keluar. Dia berharap teman-temannya di penjara tetap mengikuti berita-berita di Papua.
Di atas semua itu, Filep menawarkan sesuatu yang tidak terduga: pelatihan tinju. Pelatihan itu diadakan atas persetujuan pimpinan penjara. Bahkan arena tinju dibangun. Ia merasa penting untuk melibatkan narapidana yang lebih muda: ketika ia dikirim ke penjara, ia mengatakan, ada sekitar belasan aktivis di balik jeruji bersamanya. Sebagian besar dari mereka punya potensi dan talenta, tetapi tidak dilatih.
Selain tahanan politik, ada juga narapidana yang dihukum karena kejahatan lain. โSaya motivasi adik-adik yang kena kasus kriminal, jangan balik lagi ke sini,โ kata Filep.
Jefri Wandikbo adalah salah satu aktivis muda yang berada di bawah sayap Filep. Pada 2014, ia mengikuti kejuaraan tinju daerah di Sarmi, delapan jam dari penjara. Ia memenangkan medali perunggu; narapidana lain meraih perak dan emas.ย โBapak Filep melihat anak-anak yang masuk di dalam penjara ini punya potensi bagus, namun tidak ada kegiatan di dalam penjara. Arena tinju dibuat agar kelak sesudah keluar penjara bisa diterima oleh masyarakat,โ kata Jefri.
โDia tahu pelatih-pelatih tahun 1980 dan 1990an. Dia punya keluarga, akhirnya diundang untuk melobi dan minta persetujuan ke Kementerian Hukum dan HAM. Akhirnya diizinkan mendatangkan pelatih dari luar, yang didatangkan dari Jayapura,โ kata Jefri lagi.
Pekerjaan penjara
Jefri telah dipenjara selama lebih dari setahun, ketika ia dipercaya sebagai asisten keamanan untuk membantu menjaga ketertiban. Ia mulai menjadi anggota biasa tim keamanan. Tetapi dipromosikan memimpin tim setelah pembebasan rekannya. Tugasnya sehari-hari menemani penjaga penjara ketika mereka membuka atau mengunci blok setiap hari.
Ia juga diberi pekerjaan lain: mengetik surat yang dikirim ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, serta dokumen administrasi seperti daftar kehadiran dan tahanan.
Baca: Jalan Terjal Tahanan Politik Papua Barat (2)
Ia bersedia mengambil peran ini, meski menurutnya ia tetap seorang aktivis yang menolak menyerah. Ia membenarkan pekerjaan itu sebagai cara untuk tidak menyia-nyiakan waktunya di penjara.
Namun tak peduli seberapa banyak pekerjaan yang ia dimiliki, kesepian, kata Jefri, adalah bagian tidak terhindarkan dari kehidupan penjara. Ketika dilanda rasa sepi, ia akan memetik gitar dan menyanyi.
Kehidupan setelah penjara
Seminggu setelah ia dibebaskan dari penjara pada 27 Juli 2014, Agus Kraar terbang ke Biak, sebuah pulau kecil di pantai utara Papua. Ia memutuskan kembali tinggal di kampung halamannya.
โSaya senang bertemu sanak saudara. Banyak yang datang ke rumah untuk bertemu. Jabat tangan, berpelukan, melepas rindu,” kata Agus.
โHidup saya kembali seperti biasa. Sehari-hari pergi ke kebun, mencari ikan di laut. Saya berenang di laut lepas Samudera Pasifik. Ada ombak pecah saya lewati, berenang, menikmati ciptaan Tuhan.โ
Ia saat ini berusia 54 tahun. Ia telah mengabdikan separuh hidupnya untuk perjuangan Papua merdeka. Saat ini ia melihat sisi lain dari kehidupannya.
โKalau tidak saya cari Tuhan, hidup saya di dunia ini akan sia-sia,โ kata Agus. โSejak saya keluar dari penjara, tugas utama saya mencari Tuhan. Ibadah di gereja saya hadir. Ibadah di keluarga saya hadir.โ
Namun itu bukan berarti ia menyerah. Sebaliknya, Agus melihat perannya punya pengaruh; ia sekarang bekerja menyatukan kelompok-kelompok yang sedang berkonflik, baik itu kelompok pro-kemerdekaan maupun pro-Indonesia. Ia juga menyediakan ruang di rumahnya untuk para pemuda Papua dari pegunungan untuk belajar dan menjadi aktivis.
Filep bebas dari penjara Abepura pada 19 November 2015. Sejak itu ia sering melakukan perjalanan. Sesudah merayakan Natal untuk pertama kalinya bersama keluarga setelah lebih dari 10 tahun, ia pergi ke Jakarta pada 2016, mengikuti pelatihan, pertemuan mahasiswa dari Jawa dan Bali, dan berbicara dengan para aktivis hak asasi manusia dari berbagai organisasi masyarakat sipil.
Ia juga mengunjungi kota Bandung, Semarang, Surabaya, Yogyakarta, dan Malang.
Meski secara resmi pensiun dari pekerjaan pada September 2017, Filep terus bergerak. Dia pergi ke Jenewa pada 2017 untuk ambil bagian dalam sidang Universal Periodic Review di Dewan Hak Asasi Manusia PBB. Ia juga mengunjungi beberapa negara di Eropa untuk berbicara masalah hak asasi manusia di Papua Barat, dan bertemu dengan para siswa di Jerman yang mengirim kartu pos saat ia di penjara.
Linus Hiel Hiluka kembali bertani dan bekerja di kebun. Ia menanam dan menjual singkong, kangkung, pisang, ubi jalar untuk membiayai sekolah anak-anaknya. Ia bertekad enam anaknya bisa menjadi sarjana.
โKehidupan kami sekian tahun sudah hancur. Sumber-sumber pendapatan dari hasil-hasil bumi sudah hancur. Jadi mau pulihkan ini lama,โ kata Linus.
Itu bukan satu-satunya baginya untuk memulihkan: masalah kesehatan yang ia derita akibat penyiksaan ketika di penjara. Ia menolak tawaran bantuan keuangan dari pemerintahan Jokowi karena mereka datang dengan syarat-syarat: ia diminta berjanji setia kepada Republik Indonesia.
โKami ini tokoh politik, dan kami masuk karena kasus politik perjuangan Papua merdeka. Maka masuk dan keluar penjara harus selesaikan politik. Selesaikan perjuangan. Kami akan kembali ke habitat, tugas kami ke masyarakat. Maka, kami tidak tandatangani syarat-syarat apa pun,โ kata Linus.
Jefri sekarang merintis usaha kecil untuk menopang ekonominya. Ia memiliki kios yang menjual aneka barang kebutuhan sehari-hari dan sedang berjuang menyelesaikan pembangunan empat kios lainnya. Ia percaya bahwa aktivis seharusnya fokus membangun fondasi keuangan yang kuat, perjuangan itu tidak hidup dalam kekosongan. โEkonomi aktivis itu harus kuat dulu, misalnya, punya isteri dan anak harus kasih makan, cari makan,โ katanya.
โSaya pikir tidak harus pikir politik, tapi juga gerakan ekonomi. Seperti kita harus punya usaha, seperti kios, berkebun, ojek. Yang penting ada pendapatan setiap hari,โ kata Jefri.
Ini sikap yang sangat praktis, mungkin memberi kesan seorang aktivis yang mundur dari kehidupan masyarakat. Namun anggapan itu salah. Bagi tahanan politik Papua, tidak perlu berhenti berjuang; mereka bisa saja mengembangkan perjuangan dalam kehidupan sehari-hari. (Tamat)
Bagian 1ย ย ย ย ย ย ย ย Bagian 2
Basilius Triharyanto adalah seorang penulis dan editor. Ia telah menulis dan mengedit sejumlah buku terkait hak asasi manusia, sejarah, dan masalah sosial.
*) Naskah ini pertama terbit di media New Naratif pada 2018. Laporan ini dipublikasikan kembali untuk mengenang wafatnya Filep Karma, salah satu tokoh dan narasumber dalam laporan jurnalistik ini.