Sentani, Jubi – Penjual buah matoa di pinggiran Jl Raya Sentani-Waena, Kampung Netar, Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, Adriana Yewi (53) berharap ada perhatian khusus dari Pemerintah Kabupaten Jayapura kepada para penjual buah matoa seperti dirinya.
“Jangan hanya BLT dan Bansos saja,” katanya saat ditemui Jubi, Sabtu (17/2/2024).
Yewi menceritakan sejak muda ia sudah berjualan buah di pinggir jalan Kampung Netar hingga saat ini. Meski sudah lama berjualan, ia mengaku belum pernah mendapat bantuan dari pemerintah untuk menunjang usahanya.
“Jadi Mama sendiri sudah jualan buah di pinggir jalan ini dari masih muda sampai sekarang tidak pernah dari pemerintah datang untuk kasih bantuan untuk menunjang Mama punya usaha ini,” katanya.
Menurut Yewi program dari pemerintah banyak, tapi ia cuma mendapat BLT atau Bantuan Langsung Tunai (Kartu Merah Putih dari Kantor Pos), program prakerja presiden, dan Bantuan Sosial atau Bansos.
“Itu sama sekali tidak bantu mama punya usaha ini,” ujarnya.
Sedangkan untuk menunjang usaha para penjual buah di sepanjang Jl Raya Sentani-Waena itu, tambah Yewi, merupakan hasil usaha sendiri.
“Kita semua yang jualan di sini cari sendiri modal buat menunjang kita usaha ini,” ujarnya.
Jika di antara penjual itu ada yang kesulitan modal untuk beli buah matoa per karung, biasanya saling bantu dengan meminjamkan uang.
“Buah yang Mama jual ini Mama beli, biasanya Mama beli dari orang kampung di sini. Mereka biasa jual mangga atau matoa ke Mama. Sedangkan untuk beli per karung Mama dan teman-teman di sini beli ke pemborong di pasar,” ujarnya.
Harga matoa per karung Rp750 ribu hingga Rp800 ribu. Itu jika matoa lagi banyak. Jika sedang susah didapat maka harga per karung naik hingga Rp1,2 juta.
“Pemborong itu mereka sudah langganan dengan orang-orang di beberapa kampung, seperti Kampung Afar dan Kensyom, biasa orang-orang kampung kalau panen buah matoa mereka kontak pemborong untuk jual matoa ke mereka,” ujarnya.
Pemborong itu menjual lagi ke pengecer yang biasa berjualan di depan-depan toko. “Kami para penjual buah matoa di sini juga beli dari mereka,” ujarnya.
Yewi mengaku hasil dari berjualan buah matoa sehari-hari tidak sepenuhnya mencukupi kebutuhan keluarganya.
“Kalau hitung keuntungan, per hari Mama bisa dapat Rp400 sampai Rp500 ribu dengan catatan kalau Mama punya jualan laku. Kalau tidak kadang pulang cuma bawa Rp300 ribu saja,” ujarnya.
Yewi berandai-andai, jika memiliki modal lebih akan membeli buah matoa dua karung. “Kalau jualan laku untungnya bisa bawa pulang uang Rp800 ribu,” ujarnya. (*)
Discussion about this post