Jayapura, Jubi – Koalisi Peduli Masyarakat Adat Suku Awyu, Kabupaten Digoel melakukan aksi demonstrasi di halaman Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Papua atau DPRP pada Jumat (6/101/2023). Mereka meminta agar lembaga legislatif itu mengawasi lembaga eksekutif atau Pemerintah Provinsi Papua.
Sedikitnya 50 orang dari berbagai organisasi di Papua terlibat dalam aksi tersebut. Mereka berasal dari PMKRI Cabang Jayapura, HMI Cabang Jayapura, GMKI Cabang Jayapura, UKM Dehaling Universitas Cenderawasih, IMPPAS, KOMPAP Papua, Sahabat Kowaki, dan Volunteer Greenpeace Indonesia.
Para pengunjuk rasa membentangkan sejumlah spanduk berwarna kuning dengan tulisan hitam. Dua di antaranya berbunyi, “Save Indigenous Papuans’ Forest” (Selamatkan Hutan Masyarakat Adat Papua) dan “We Stand with The Awyu People” (Kami Berdiri Bersama Masyarakat Awyu).
Sarah Yabansabra, koordinator umum Volunteer Greenpeace Jayapura tampil membacakan tuntutan yang diarahkan kepada DPR Papua.
“Kami menuntut agar DPR Papua harus menjadi lembaga independen dan lepas dari cengkeraman oligarki, untuk dapat mengawasi eksekutif, untuk memastikan perlindungan, pengakuan dan penghormatan hak-hak masyarakat adat,” katanya melalui pengeras suara.
DPR Papua, teriak Swabra, harus mengusulkan kebijakan dan memproduksi regulasi yang melindungi hak-hak masyarakat adat. Ia mendesak DPR Papua memanggil Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Papua (DPMPTSP), sebagai bentuk mengevaluasi kebijakan yang belum menghormati, melindungi, mengakui, dan memajukan hak masyarakat adat Papua.
“Khususnya masyarakat adat Suku Aywu atau hak marga Suku Woro, sesuai perintah Pasal 43, Undang-Undang Nomor 2 tahun 2021 tentang Perubahan UU Nomor 21 tahun 2021 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua,” katanya.
Ia juga mendesak agar DPR Papua segera mendeklarasikan kondisi krisis iklim yang terjadi di Papua akibat industri ekstraktif yang menghancurkan hutan dan alam Papua.
“DPR Papua juga wajib secara simultan membuat kebijakan mitigasi dan adaptasi krisis iklim di Papua. Merekomendasikan kebijakan tersebut diterapkan untuk melindungi rakyat Papua, khususnya generasi mendatang,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa warisan negara satu-satunya dan yang sebenarnya adalah tanah adat. Bila tanah adat dikuras, dikuasai oleh orang-orang tertentu atau kaum oligarki, maka investor semakin tidak terkendalikan.
“Maka yang terjadi adalah kita mewariskan alam yang sudah rusak kepada anak cucu kita nanti,” katanya.
Para pengunjuk rasa menyampaikan protes terkait kasus penerbitan Surat Keputusan Kepala Dinas Penanaman Modal Satu Pintu Provinsi Papua No. 82/2021 tentang Kelayakan Lingkungan Hidup Rencana Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit dan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit dengan kapasitas 90 Ton TBS per Jam seluas 36.094,4 hektare oleh PT Indo Asiana Lestari di Distrik Mandobo dan Distrik Fofi, Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua. Izin yang diterbitkan pada Selasa, 2 November 2021 itu telah menuai protes dari Masyarakat Adat Awyu, khususnya pemimpin Marga Woro.
Protes telah disampaikan dalam berbagai cara, termasuk pemimpin Marga Woro mengajukan gugatan melawan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Papua di Pengadilan Tata Usaha Negara Jayapura (PTUN Jayapura). Saat ini proses persidangan memasuki fase mendengarkan pendapat ahli.
Menanggapi pengunjuk rasa, dari dalam gedung DPRP muncul anggota Poksus DPRP Yonas Alfons Nussi, anggota DPR Papua Nioluen Kotouki, dan Sekretaris DPR Papua Dr Juliana J Waromi SE MSi
Yonas Alfons Nussi menjelaskan ia hadir mewakili pimpinan dan anggota bersama sekretaris dewan untuk memberikan apresiasi atas gerakan pemuda-pemudi masyarakat adat yang hadir di Gedung DPR Papua untuk menyampaikan aspirasi. Ia berjanji meneruskan aspirasi tersebut kepada dewan.
Anggota DPR Papua Nioluen Kotouki mengatakan Papua bukan tanah kosong. “Ini sudah menjadi tugas kita bersama, pasti teman-teman sudah tahu, aksi yang teman-teman lakukan hari ini, itu salah satu hal yang menjembatani kita untuk kewenangan sering dikeluarkan oleh pemerintah pusat,“ katanya.
Ia mengatakan ada beberapa hal yang bisa menjadi penegasan muatan aspirasi, apakah betul-betul menjadi kebutuhan dasar bagi masyarakat adat.
“Terima kasih buat teman-teman yang datang untuk menyampaikan aspirasi hari ini dan ini juga menjadi tanggung jawab moril bagi kita [anggota DPRP], di luar keanggotaan kami, kami juga bagian dari masyarakat adat,” ujarnya.
Sekretaris DPR Papua Juliana J Waromi mengatakan para pengunjuk rasa yang sudah hadir di Kantor DPR Papua berarti bagian dari DPR Papua.
“Saya akan sampaikan ke atasan untuk ditindaklanjuti. Saya memang mantan di sana, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Papua, saya tahu alur kerjanya. Kami tidak menjawab langsung karena mungkin beberapa peraturan yang sudah diubah,” katanya. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!