Oleh: Delyana Tonapa*
Tidak hanya pada saat siswa merasa siap, tetapi juga mengenal siapa yang akan diajar adalah cara mudah memetakan siswa. Menyisipkan kebudayaan daerah dalam materi ajar juga merupakan salah satu cara memperkuat budaya bangsa.
Kurikulum Merdeka sedang gencar-gencarnya disosialisasikan kepada seluruh tenaga pendidik, siswa dan orangtua atau wali siswa. Beberapa keunggulan dari kurikulum ini lebih mendalam dan relevan, karena Kurikulum Merdeka lebih fokus pada materi yang mendasar dan adanya pengembangan kompetensi siswa pada setiap fase.
Untuk mewujudkan kurikulum tentu guru harus mengenal lebih dalam Kurikulum Merdeka, seperti profil pelajar pancasila beserta enam dimensinya. Hal ini dianggap lebih prinsip, karena tidak muncul pada kurikulum-kurikulum sebelumnya.
Sebelumnya ada Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), 18 Nilai Pendidikan Karakter dan Penumbuhan Budi Pekerti (PBP). Namun, pelaksanaannya jauh berbeda, karena guru menuliskan dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, penjabaran. Dan implementasinya tidak terlihat nyata, karena tidak memiliki alokasi waktu khusus.
Di kurikulum ini, semua bentuk pengajaran yang dilakukan harus mencapai profil pelajar pancasila dengan empat pendekatan atau pembelajaran, yaitu budaya sekolah, ekstrakurikuler, intrakurikuler dan Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5BK).
Budaya sekolah (pembiasaan) dan ekstrakurikuler (minat dan bakat) memiliki konsep yang hampir sama dengan Kurikulum 2013 (Kur 2013)–guru berperan sebagai pendamping proses pembelajaran atau transformer ilmu pengetahuan dan mengarahkan minat dan bakat siswa.
Yang berbeda pada Kurikulum Merdeka adalah intrakurikuler dan proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila.
Dua tema ini memiliki alokasi waktu yang sudah terpetakan. Untuk intrakurikuler alokasi waktunya sekitar 70 sampai 80 persen, sedangkan P5BK memiliki alokasi waktu 20 sampai 30 persen.
Untuk intrakurikuler atau pembelajaran biasa (regular) basisnya adalah Capaian Pembelajaran (CP) atau pada Kur 2013 disebut Kompetensi Dasar (KD). Bedanya adalah CP dalam bentuk narasi, sedangkan KD dalam bentuk rincian.
Ini juga memiliki panduan pembelajaran dan asesmen. Guru mengajar sesuai tahapan capaian dan perkembangan siswa berdasarkan hasil asesmen formatif (kekuatan Kurikulum Merdeka), dan untuk memastikan ketercapaian secara keseluruhan. Lalu sekolah memiliki wewenang untuk mengembangkan dan mengelola kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan dan siswa.
Untuk P5BK tidak berkaitan dengan capaian pembelajaran, karena bagian ini memiliki tema yang telah disiapkan pemerintah. Untuk SMA terdapat tujuh tema, sedangkan SMK memiliki delapan tema. Tim P5BK yang dibentuk oleh kepala sekolah dapat bermusyawarah untuk menentukan tema per fase atau dulunya disebut per kelas (tingkat).
Setelah memahami garis besar Kurikulum Merdeka, maka mengaplikasikannya adalah hal yang paling utama, karena kegiatan ini adalah spotlight dari aksi guru di sekolah dan kelas. Kegiatan pendukung guru adalah melakukan asesmen/penilaian yang bertujuan untuk melihat pembelajaran berdiferensiasi, seperti apa yang akan dilakukan oleh guru.
Hal lain yang sangat layak dan wajib dilakukan oleh guru untuk dimasukkan dalam pembelajaran berdiferensiasi di dalam materi ajar, yaitu dengan memberikan tayangan atau link tentang budaya. Hal ini dilakukan bukan hanya untuk memperkental keberadaan budaya bangsa kepada siswa, melainkan juga bisa dijadikan pengisi waktu atau intermezzo bagi mereka, sekaligus memperkenalkan budaya suatu daerah secara singkat.
Misalnya, untuk pelajaran Bahasa Inggris SMK dengan materi ajar teks deskripsi. Pada pertemuan pertama, tugas siswa adalah mendeskripsikan alat kejuruan, orang (pekerja), dan tempat (bengkel atau kantor) yang mereka pilih sendiri atau sesuai dengan kesepakatan kelompok.
Di pertemuan kedua, guru dapat mengawali kegiatan dengan memberikan tayangan atau link akan sebuah budaya tentang salah satu daerah. Setelah itu, siswa diberikan tugas berdiferensiasi sesuai dengan tingkat kemampuan mereka.
Contoh, siswa mendeskripsikan salah satu hal dari tayangan budaya yang sudah mereka tonton dengan melihat benda/orang/tempat, warna, berat, ukuran, ciri-ciri, fungsi dan lain-lain, serta serta struktur teks deskripsi (identifikasi, deskripsi, siswa juga bisa memberikan kesannya.
Untuk siswa yang mendapatkan nilai asesmen memuaskan dari hasil asesmen formatif, mereka mendeskripsikan secara lisan, siswa yang mendapatkan nilai asesmen baik dapat menuliskannya, lalu membacanya dengan memperhatikan ketentuan dalam menulis; siswa yang mendapatkan nilai asesmen cukup, membuat kalimat berdasarkan urutan kata sifat yang didapat dari tayangan video. Dan siswa yang mendapatkan nilai asesmen kurang dapat menerjemahkan kata per kata lalu membuat kalimat. Atau memperagakan apa yang mereka tonton sambil menjelaskannya dalam dua bahasa (bilingual). Kegiatan ini mendapatkan pendampingan penuh oleh guru dan mentor dari siswa yang mendapatkan nilai memuaskan
Pertemuan ketiga dan seterusnya, tetap memberikan link tentang budaya, bisa mengulang kembali tayangan di pertemuan sebelumnya, atau menggantinya dengan konten berbeda tentang budaya.
Membagikan tayangan tentang budaya daerah tidak harus yang selalu berhubungan dengan materi ajar yang sedang diberikan. Akan tetapi seperti yang saya jelaskan di atas. Bahwa hal ini bisa menjadi selingan bagi siswa.
Terkadang pada saat belajar, siswa melakukan diskusi tentang sesuatu yang tidak relevan dengan materi yang sedang mereka pelajari, tetapi dengan memberikan tayangan tentang budaya, maka perhatian siswa bisa saja akan terfokus pada pelajaran yang sedang mereka dapatkan dan tayangan yang diberikan.
Selain itu, pada kegiatan P5BK untuk tema kearifan lokal, mengangkat warisan lampau dengan memasukkan budaya dalam sebuah pantun, cerita rakyat, bahasa daerah, tarian rakyat dan lain-lain dapat dilakukan dengan tidak mengabaikan minat siswa.
Flashback tentang hari penting di negara kita, hampir setiap tahun, pemerintah mengadakan kegiatan untuk memperingati hari besar, seperti 17 Agustus dan lain-lain, bahkan untuk memperingati hari khusus di beberapa daerah, pemerintah daerah mengadakan perayaan, dan panitia meminta setiap masyarakat yang terlibat menggunakan pakaian adat.
Untuk memperkenalkan budaya setiap daerah yang kaya ini tidaklah cukup dengan kegiatan seperti pawai dan lomba tarian tertentu saja, karena hal demikian tidak terlalu rinci.
Jika disertai dengan penjelasan yang lengkap seperti dalam sebuah video yang dilengkapi dengan penjelasan dan teks, maka siswa dapat semakin tau budaya yang ada di negaranya.
Warisan budaya Indonesia hampir punah seperti bahasa daerah, tarian daerah, ritual, adat-istiadat, permainan, cerita rakyat dan lain-lain. Tak sedikit siswa yang bahkan tidak tahu adat dan bahasa daerahnya sendiri.
Jika hal ini dibiarkan maka, sepuluh tahun ke depan akan banyak warisan leluhur hilang begitu saja.
Dengan menyisipkan hal-hal demikian dalam pembelajaran, maka secara tidak langsung pesan untuk melestarikan budaya bangsa yang kaya ini akan tetap terjaga, dan bisa saja, rasa cinta mereka akan tanah air semakin dalam.
Yang menjadi problema adalah negara kita belum memiliki media yang komprehensif untuk menyajikan keanekaragaman budaya, kepulauan dan bahasa secara lengkap. Namun bagi guru, hal ini tak pantas jika dijadikan penghalang.
Pada dasarnya siswa memiliki kemauan untuk mengetahui sesuatu yang baru, khususnya yang berhubungan dengan teknologi. Dengan hal ini, guru bidang studi, seperti guru seni atau yang lainnya dapat memberikan tugas kepada siswa untuk membuat video tentang adat dari suku mereka.
Dampak baiknya bagi siswa adalah mereka semakin menyatu dengan budaya. Secara tidak langsung dengan adanya tugas tentang budaya atau guru menyisipkan budaya dalam pembelajaran, maka siswa telah memperkenalkan budaya mereka sendiri melalui media sosial.
Keuntungan bagi guru adalah dengan kreativitas siswa membuat video tentang budaya, tugas tersebut bisa menjadi referensi bagi guru, sambil menunggu wadah diplomasi budaya atau channel khusus yang membahas tentang budaya Indonesia.
Ayo ciptakan iklim atau atmosfir yang menyenangkan, agar siswa merasa senang dan bahagia berada di kelas. Salam Merdeka Mengajar. (*)
* Penulis adalah guru di SMK Negeri 3 Teknologi dan Rekayasa Jayapura (STM Kotaraja) dan dosen tidak tetap di Stisipol Silas Papare Jayapura