Jayapura, Jubi – Psikiater atau spesialis kedokteran jiwa dan konsultan anak dan remaja Dr Manoe Bernd Paul SpKJ(K) AR MKes mengatakan pernikahan dini atau pernikahan pada usia remaja mengganggu kesehatan mental anak dan juga berdampak buruk bagi generasi penerus di Tanah Papua.
Dr Manoe yang ditemui Jubi di ruang kerjanya pada Rabu (28/2/2024) mengatakan manusia tumbuh berdasarkan siklus kehidupan di mana ada delapan tahap yang harus dilewatinya. Hal itu merujuk kepada pendapat Erik Erikson, tokoh psikologi sosial.
Tahapan itu adalah Infancy atau bayi (0-1 tahun), Early Childhood atau anak usia awal (1-3 tahun), Preschool Age atau anak usia prasekolah (4-5 tahun), School Age (6-11 tahun), Adolescence atau masa remaja (12-20 tahun), Young Adulthood atau dewasa muda (21-40 tahun), Adulthood atau dewasa (41-65 tahun), dan Senescence atau tua (65 tahun plus).
“Jadi ada standar tahapan perkembangan pada manusia dan sudah ada penelitiannya yang diterima secara internasional. Jika salah satu dari tahapan awal perkembangan terganggu maka itu akan berdampak hingga si anak dewasa nanti,” ujarnya.
Hal itu, tambah Dr Manoe, juga terjadi pada anak usia remaja (12-18 tahun). Jika tahapan sebelum memasuki usia remaja itu terganggu, maka sangat berdampak kepada anak tersebut nantinya.
“Pada tahap ini mereka mulai mengasah kemampuan dan kecakapannya untuk membentuk dan memperlihatkan identitas diri, ciri-ciri yang khas dari diri mereka,” ujarnya
Hanya saja dorongan dari membentuk dan memperlihatkan identitas diri dari remaja ini seringkali sangat ekstrem dan berlebihan. “Sehingga tidak jarang dipandang oleh lingkungannya sebagai penyimpangan atau kenakalan,” katanya.
Hal seperti ini, kata Dr Manoe, dapat dilihat dari beberapa anak remaja di Kota Jayapura yang seringkali melakukan aksi angkat-angkat ban di jalan raya atau mencoba untuk mengenali lawan jenis dengan cara yang salah.
“Anak yang sudah menikah atau memiliki bayi di usia remaja, baik anak laki-laki ataupun perempuan, akan sulit untuk melakukan perannya,” katanya.
Menurut Dr Manoe anak remaja yang sudah menjadi ibu atau ayah sebenarnya sedang melewati tahap masa remaja yang ditandati dengan kecenderungan identitas dan kebingungan identitas sebagai salah satu persiapannya untuk menjadi dewasa.
“Saat seorang ibu masih berusia remaja harus melewati tahapan usia remajanya, hal itu akan berdampak kepada kesehatan mentalnya, seperti mudah marah, tidak bisa menyelesaikan tugasnya sebagai seorang ibu dengan baik, bahkan hal itu berdampak juga kepada kesehatan mental anaknya,” ujarnya.
Menikah atau punya anak di usia dini atau remaja, tambah Dr Manoe, rentan sekali terjadi kekerasan dalam rumah tangga dan terkena HIV/AIDS di mana salah satu pasangan mempunyai prilaku bergonta ganti pasangan.
Tahapan yang dilewati anak usia remaja yang langsung menjadi orang tua, itu juga berdampak pada anak yang nantinya mereka besarkan.
“Nah, sekarang bisa kita banyangkan nanti lima atau sepuluh tahun ke depan, di saat anak remaja itu masuk dunia pekerjaan, apakah dia nantinya mampu bekerja dengan baik? Apakah ia mampu mengambil keputusan dengan bijak?” katanya.
Jika ditelusuri lagi satu persatu mengenai siklus kehidupan manusia, kata Dr Manoe, mulai dari tahapan bayi sampai remaja yang seharusnya wajib dilalui seorang anak, jika salah satunya terlewati, itu berdampak buruk dan sulit untuk diubah.
“Makanya sangat penting untuk mengedukasi seorang anak pada usia bayi hingga remaja, peran kedua orang tua sangat penting dalam hal ini dan jangan disepelekan karena beresiko buruk bagi generasi penerus bangsa ini, terlebih khusus di Papua,” ujarnya.
Dr Manoe menambahkan, angka HIV/AIDS di Papua, khususnya pada usia remaja tahun ini juga sangat tinggi. Penanganan persoalan ini perlu kerja sama banyak pihak.
“Angka HIV/AIDS pada usia remaja sangat tinggi di Papua ini akibatnya dari apa yang sudah saya jelaskan tadi. Ini tentunya harus jadi perhatian khusus bagi setiap orang, baik itu orang tua maupun LSM dan pemerintah. Kita harus bergerak bersama-sama, mengedukasi anak usia remaja ini, demi menyelamatkan generasi di Tanah Papua,” ujarnya. (*)
Discussion about this post