Jayapura, Jubi – Para Ondofolo Suku Phuyakha (suku Sentani) menggelar jumpa pers di Heleybhey Obhe Jalan Besturpos, Kabupaten Jayapura, Papua pada Sabtu (10/2/2024).
Mereka menuntut hak politik orang Papua di Kabupaten Jayapura, khususnya Suku Sentani pada Pemilu 2024. Mereka juga mengimbau agar Pemilu 2024 terlaksana dengan damai dan nyaman.
Melky Suebu yang membuka jumpa pers mengatakan para Ondofolo yang hadir dalam jumpa pers di Heleybhey Obhe tersebut berangkat dari dua dasar, yaitu doa sulung Izaac Samuel Kijne dan perjuangan Dortheys Hiyo Eluay,
“Lahirnya Otonomi Khusus atau Otsus hadir di republik ini di Tanah Papua, itu adalah perjuangan dari almarhum Dortheys Hiyo Eluay, tempat di mana kita berada sekarang, Heleybhey Obhe menjadi saksi sejarah perjuangan itu,” kata Suebu.
“Di Heleybhey Obhe ini di mana almarhum Dortheys Hiyo Eluay menyuarakan aspirasi seluruh rakyat Papua saat itu, apa yang dijawab pemerintah pusat pada saat orang Papua bersuara mengenai ketidakadilan yang mereka alami dan meminta merdeka,” ujarnya.
Dasar berikutnya, tambahnya, adalah doa sulung dari Izaac Samuel Kijne yang berbunyi di atas batu ini saya meletakkan peradaban orang Papua.
“Sekalipun orang memiliki kepandaian tinggi, akal budi, dan marifat, tetapi tidak dapat memimpin bangsa ini, tetapi bangsa ini akan bangkit dan memimpin dirinya sendiri,” kata Suebu melanjutkan.
Ondofolo Simporo, Ramses Wally juga menekankan kembali apa yang disampaikan Melky Suebu. Orang Papua merdeka itu, katanya, hal yang tidak bisa diberikan Pemerintah Indonesia.
“Namun pemerintah berikan jawaban apa saja yang Orang Papua minta pemerintah berikan dan jawaban dari pusat yaitu Otonomi Khusus atau Otsus,” kata Wally.
Ketua Lembaga Masyarakat Adat Kabupaten Jayapura Maurits Kallem mengatakan jumpa pers yang dilakukan di Heleybhey Obhe bukan untuk melawan pemerintah dan menimbulkan kekacauan.
“Tetapi apa yang disampaikan sudah tercantum dalam undang-undang dan mereka menyuarakan aspirasi Orang Asli Papua,” katanya.
Menjelang Pemilu 14 Februari 2024, kata Kallem, intinya ditinjau dari Undang-Undang Otsus Nomor 21 tahun 2021 dan perubahan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2021, di situ sudah jelas mengatakan bahwa dalam Pasal 28 ayat 3 tentang rekrutmen politik oleh partai politik di provinsi dan kabupaten/kota di wilayah Papua dilakukan dengan memprioritaskan Orang Asli Papua.
Kemudian, tambahnya, Pasal 76 ayat 2 Tentang Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat dapat melakukan pemekaran daerah provinsi dan kabupaten/kota menjadi daerah otonom untuk mempercepat pemerataan pembangunan, peningkatan pelayanan publik, dan kesejahteraan masyarakat, serta mengangkat harkat dan martabat Orang Asli Papua dengan memperhatikan aspek politik, administratif, hukum, kesatuan sosial-budaya, kesiapan sumber daya manusia, infrastruktur dasar, kemampuan ekonomi, perkembangan pada masa yang akan datang, dan/atau aspirasi masyarakat Papua.
“Dilihat dari undang-undang dan aspirasi masyarakat, itu yang sudah tertulis dengan jelas di dalam undang-undang, oleh karena itu aspirasi rakyat harus diterima pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, karena ini momen nasional dalam hal ini juga kita harus arahkan tujuan ke pusat juga,” ujarnya.
Ia menekankan sebagai ketua Lembaga Mayarakat Adat Kabupaten Jayapura, khusus untuk DPR Kabupaten Jayapura ada perubahan-perubahan yang terjadi dan KPU harus mengambil sikap.
“Seluruh pemerintah daerah kabupaten dan pimpinan masyarakat adat, kita harus menghadap ke bupati, berdasarkan jumpa pers hari ini, kita juga sudah punya kajian-kajian yang dilakukan dalam musyawarah besar yang mengacu pada undang-undang,” ujarnya.
Ia mengatakan anak-anak Phuyakha (Sentani), anak-anak Kabupaten Jayapura Grime Nawa, Depapre, harus mendapat ruang menjadi anggota DPR di Kabupaten Jayapura.
“Oleh karena itu Ondofolo-Ondofolo yang duduk hari ini di Heleybhey Obhe ini adalah raja-raja kami, mereka sudah menyetujui hak ini melalui lembaga dewan adat suku Phuyakha (suku Sentani), mereka ini adalah anggota dewan adat,” ujarnya.
Ia selaku ketua Lembaga Masyarakat Adat Kabupaten Jayapura mengimbau seluruh pimpinan daerah mengambil sikap untuk menerima hal tersebut, karena penting.
“Sesuai dengan penjelasan dari Ramses Wally Ondofolo Simporo, itu adalah aspirasi masyarakat dan harus segera kita sikapi, karena orang Papua itu bukan warga negara lain, tapi warga negara Indonesia,” ujarnya. (*)