Jayapura, Jubi – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika – BMKG Papua wilayah V memprediksi musim kemarau akan terjadi pada Mei hingga Juli 2024 di Provinsi Papua, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan. Hal itu dikatakan oleh Prakirawan Iklim Andre Kadmaerubun secara virtual melalui zoom meeting pada Selasa (26/3/2024).
Andre memaparkan musim kemarau diprediksi masuk pada rentang waktu 10 hari pertama (dasarian I) Mei terjadi di Jayapura bagian utara, Sarmi bagian timur. Selanjutnya pada dasarian III Mei terjadi di wilayah Keerom bagian selatan, Jayapura bagian tenggara, Pegunungan Bintang bagian utara, Yahukimo bagian utara dan Yalimo bagian utara.
Setelah itu berturut-turut pada dasarian kedua Juli terjadi di wilayah Jayawijaya, Lanny Jaya, Mamberamo Tengah bagian selatan, Yalimo bagian barat daya, Tolikara bagian selatan, Yahukimo bagian utara, Puncak bagian tengah, Puncak bagian timur, Puncak Jaya bagian selatan, Pegunungan Tengah bagian tengah, Pegunungan Tengah bagian barat, Yalimo bagian barat. Kemudian untuk sebagian Jayapura dan Keerom bagian barat laut pada dasarian III Juli.
Sedangkan untuk wilayah keerom bagian tengah mengawali musim kemarau pada dasarian pertama Agustus. Dibandingkan rata-rata awal musim hujan periode 1991 – 2020 sebagai data normalnya, Andrew menyebutkan sebagian besar prediksi musim kemarau akan mundur. Namun, sebagian wilayah lainnya diprediksikan masih sama terhadap normalnya.
“Untuk sifat hujan pada musim kemarau 2024 di Wilayah Utara Provinsi Papua diprediksikan normal,” ujarnya.
Kemudian untuk puncak musim kemarau diprediksikan dominan akan terjadi pada Agustus 2024 dengan prediksi durasi musim kemarau akan terjadi selama tiga sampai dengan enam dasarian (satu bulan hingga tiga bulan).
“Jika dibandingkan dengan normal durasi musim kemarau, durasi musim kemarau diperkirakan lebih pendek dari normalnya,” katanya.
Kepala Stasiun Klimatologi, Sulaiman menambahkan sebagian besar wilayah yang mempunyai pola musim monsun mundur, hal ini dimungkinkan terjadi karena adanya respons kebalikan terhadap fenomena el nino dan kondisi monsun dan lokal yang masih menyediakan pembentukan awan hujan.
“Biasanya fenomena el nino mempengaruhi awal musim kemarau dan mendukung kondisi kemarau lebih awal dan lebih panjang. Namun, ada beberapa wilayah yang mempunyai respons yang berbeda,” ujarnya. (*)
Discussion about this post