Jayapura, Jubi – Badan Pengawas Pemilihan Umum atau Bawaslu Provinsi Papua mengatakan ada potensi keterlambatan pendistribusian logistik pemilu Pemilihan Umum atau Pemilu 2024 ke tempat pemungutan suara atau TPS. Hal itu disampaikan Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum atau Bawaslu Provinsi Papua, Hardin Halidin di Kota Jayapura, Provinsi Papua, pada Senin (12/2/2024).
“[Ada daerah-daerah] yang cukup menantang [dalam pendistribusian logistik dan ada potensi keterlambatan [distribusi] logistik ke TPS,” ujarnya.
Hardin mengatakan potensi keterlambatan distribusi logistik pemilu ke pemungutan suara terdapat di beberapa distrik/kampung di Kabupaten Waropen (Distrik Kirihi), Kabupaten Supiori (Kampung Mapia), Kabupaten Keerom (Distrik Towe), dan sejumlah TPS di Kabupaten Mamberamo Raya. Hardin mengatakan distribusi logistik ke sejumlah daerah itu terkendala letak geografis daerahnya dan potensi gangguan cuaca.
“Kami sudah mengingatkan Komisi Pemilihan Umum bukan hanya dalam konteks keamanan, tapi dalam konteks logistik [pada] musim hujan. Kami juga wanti-wanti jangan sampai terjadi kerusakan karena hujan itu. Keamanan dari sisi potensi gangguan alam itu yang kita ingatkan ke KPU,” katanya.
Hardin mengatakan pengawasan Bawaslu mencatat bahwa logistik pemilu sudah berada di kabupaten/kota. Namun, Hardin mengatakan tantangan KPU di kabupaten/kota saat ini adalah mendistribusikan logistik ke masing-masing TPS.
“Logistik saat ini pasti sudah di kabupaten/kota. Sekarang tinggal distribusi dari KPU Kabupaten/kota ke Distrik, kampung hingga ke TPS. [Logistik pemilu bagi] beberapa lokasi yang sulit itu harus [cepat] didistribusi. [Seharusnya] pada H-1 [pemungutan suara] sudah ada di masing-masing TPS,” ujarnya.
Hardin mengatakan Bawaslu Papua sudah mengingatkan dan menyarankan agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggunakan transportasi khusus untuk mendistribusikan logistik ke daerah-daerah yang sulit. “Beberapa harus menggunakan pesawat [atau] di wilayah Waropen mungkin bisa pakai helikopter mungkin. Di Kabupaten Mamberamo Raya itu teman-teman di Bawaslu sudah ingatkan KPU untuk menggunakan alat transportasi yang memadai, mendukung dan cepat salah satu yang diusulkan pakai helikopter. Kita sudah ingatkan/saran KPU distribusi logistik itu sebaiknya menggunakan transportasi khusus untuk distribusi secara khusus di wilayah-wilayah yang sulit. Harus ada upaya lebih dalam distribusi logistik. Jangan menggunakan transportasi yang reguler karena itu menghambat ketibaan logistik di TPS,” katanya.
Hardin mengatakan jika didistribusikan memakai alat transportasi reguler, logo, maka logistik pemilu akan terlambat tiba di TPS. Hardin mengingatkan pada Pemilu 2019 keterlambatan distribusi logistik pemilu bahkan terjadi di Kota Jayapura yang relatif mudah dijangkau.
“Kota Jayapura itu sangat mudah dalam pendistribusian logistik, [tetapi] pengalaman 2019 itu Kota Jayapura yang terlambat. Kota Jayapura itu selalu menjadi patokan kami,” ujarnya.
Di Provinsi Papua, terdapat 3.109 TPS yang tersebar di sembilan kabupaten/kota. Ribuan TPS ini berada di Kota Jayapura (940 TPS), Kabupaten Jayapura (564 TPS), Kabupaten Biak Numfor (484 TPS), Kabupaten Kepulauan Yapen (370 TPS), Kabupaten Keerom (216 TPS), Kabupaten Waropen (156 TPS). Ada juga di Kabupaten Sarmi (149 TPS), Kabupaten Mamberamo Raya (147), dan Kabupaten Supiori (79 TPS).
Terdapat 727.835 pemilih di Provinsi Papua yang akan mencoblos pada 14 Februari 2024 nanti. Mereka tersebar di Kota Jayapura (258.082 pemilih), Kabupaten Jayapura (134.568 pemilih), Kabupaten Biak Numfor (101.536 pemilih), Kabupaten Kepulauan Yapen (81.879 pemilih), Kabupaten Keerom (50.017 pemilih). Serta di Kabupaten Sarmi (30.329 pemilih), Kabupaten Mamberamo Raya (27.292 pemilih), Kabupaten Waropen (27.004), dan pemilih paling sedikit terdapat di Kabupaten Supiori (17.128 pemilih).
Potensi kecurangan
Hardin mengatakan ada potensi kecurangan yang terjadi saat pemungutan suara. Kecurangan itu antara lain politik uang, mobilisasi massa, hingga kecurangan oleh penyelenggara pemilu. Hardin mengatakan ada juga potensi penggunaan politik identitas/SARA.
“[Tentu akan] ada mobilisasi massa, money politic, serta penggunaan politik identitas. Dua lokasi [di Kabupaten Yapen dan Kabupaten Sarmi] ini isu kerawanan penggunaan politik identitas/SARA,” ujarnya.
Hardin mengatakan kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) harus teliti menyamakan C6/surat pemberitahuan dengan KTP/kartu identitas yang dimiliki pemilih. Selain itu KPPS juga harus bisa mengetahui siapa saja pemilih yang ada di TPS itu. “Itu saringan pertama menurut saya,” katanya.
Hardin mengatakan Bawaslu Papua juga mengerahkan 3.109 Pengawas TPS untuk mengawasi pemungutan suara. Hardin mengatakan para pengawas telah diberikan bimbingan teknis mengawal pemungutan suara.
“Pengawas di tiap level sudah terbentuk, termasuk pemenuhan masing-masing pengawas di TPS. Semua pengawas TPS sudah [mengikuti] bimbingan teknis. Teman-teman pengawas TPS di kelurahan/kampung sudah [mulai] bergerak mengawasi pemilu 2024,” ujarnya.
Hardin menghimbau agar para pemilih menggunakan masa tenang dengan menetralisir semua informasi yang didapat selama masa kampanye. Hardin mengatakan masa tenang mulai 11-13 Februari 2024 ini adalah masa refleksi untuk pemilih untuk menentukan siapa yang hendak dipilih.
“Nilai masa tenangnya [bagi pemilih] disitu sehingga mereka tidak dicekokin banyak informasi terkait dengan kampanye,” katanya.
Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Humas Bawaslu Papua, Yofrey Piryamta N Kebelen mengatakan Bawaslu telah berupaya melakukan pencegahan kecurangan saat pemungutan suara. Yamta mengatakan Bawaslu telah mengeluarkan surat himbauan, sosialisasi hingga pendidikan partisipatif bagi masyarakat.
“Tahun lalu kami lakukan [pendidikan partisipatif] di Kabupaten Serui dan Kabupaten Jayapura. Pencegahan seperti itu,” ujarnya. (*)