Jayapura, Jubi – Saksi ahli Dr Kukuh Prionggo SH MH menyatakan tidak ada kerugian keuangan negara maupun daerah dalam pengadaan pesawat jenis Cessna Grand Carawan dan helikopter Airbush H-125 oleh Pemerintah Kabupaten Mimika. Hal itu dinyatakan Kukuh dalam persidangan kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat dan helikopter Pemerintah Kabupaten Mimika di Pengadilan Negeri Jayapura, pada Jumat (4/8/2023).
Perkara itu terkait dengan pengadaan pesawat jenis Cessna Grand Carawan dan helikopter Airbush H-125 yang melibatkan Johannes Rettob selaku pejabat Pemerintah Kabupaten Mimika dan Silvi Herawaty selaku Direktur PT Asian One Air. Berkas perkara Johannes Rettob terdaftar dengan nomor perkara 9/Pid.Sus-TPK/2023/PN Jap.
Sedangkan berkas perkara Silvi Herawaty yang juga merupakan kakak ipar Johannes Rettob terdaftar di Pengadilan Negeri Jayapura dengan nomor perkara 8/Pid.Sus-TPK/2023/PN Jap. Kedua perkara diperiksa dan akan diadili majelis hakim yang diketuai Thobias Benggian SH, dengan hakim anggota Linn Carol Hamadi SH dan Andi Matalatta SH.
Dalam sidang Jumat, Dr Kukuh Prionggo dihadirkan penasehat hukum Rettob dan Silvi. Kukuh pernah menjabat sebagai Kepala Badan Pemeriksaan Keuangan atau BPK Perwakilan Papua pada 2015. Kukuh dihadirkan sebagai saksi ahli hukum keuangan negara.
Kukuh menyatakan ada tiga indikator terjadinya kerugian keuangan negara/daerah, yaitu ada pengurang uang, surat berharga, atau barang yang nyata dan pasti sudah bisa dihitung, dan ada perbuatan melawan hukum. Kukuh menyatakan dalam pengadaan pesawat dan helikopter telah sesuai dengan perjanjian kontrak.
“Saya katakan bahwa tidak pengurangan. Saya kasih contoh dalam pengadaan barang dan jasa. Barang [pesawat dan helikopter] ada, tidak fiktif [dan] barang yang dibeli sesuai dengan apa yang diperjanjikan dikontrak. Itu sesuai,” ujarnya.
Apabila ada perbuatan melawan hukum, karena kemungkinan ada penyimpangan administrasi dalam proses pengadaan pesawat dan helikopter. Kukuh menyatakan penyimpangan administrasi tidak ada kerugian negara.
“Kemungkinan ada penyimpangan administrasi [yang] harusnya tender kemudian dilakukan penunjukan langsung. Tetapi tidak ada kerugian negara. Saya katakan tidak ada kerugian negara,” katanya.
Kukuh menyatakan dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 dan perubahan-perubahannya tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah telah dijelaskan bahwa penyimpangan administrasi hanya dikenakan sanksi administrasi. Namun, Kukuh menyatakan hal itu harus dibuktikan dengan hasil laporan pemeriksaan Badan Pemeriksaan Keuangan.
“Pemeriksaan BPK baik atas laporan keuangan tahunan dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu ada [atau] tidak?” tanyanya.
Kukuh menyatakan wanprestasi pembayaran sewa pengoperasian pesawat dan helikopter bukan merupakan kerugian negara. Kukuh menyatakan hal itu akan dicatat sebagai piutang yang akan diterima Pemerintah Kabupaten Mimika. “Kalau dalam proses sewa menyewa itu aset pemda hilang itu baru dikatakan kerugian negara,” ujarnya.
Kukuh juga menyatakan kerugian negara/daerah bukan pada proses terjadi suatu peristiwa hukum. Menurut Kukuh, kerugian negara itu terjadi pada akhir proses suatu peristiwa hukum.
“Jadi tidak ada kerugian negara pada saat proses pengadaan. Makanya pemeriksaan investigasi penghitungan kerugian negara tidak di awal pada saat proses, tetapi pada suatu akhir proses pengadaan barang dan jasa baru ditindaklanjuti. Kalau memang tidak ada indikasi pidana dari hasil [pemeriksaan], BPK pun bisa menyatakan itu tidak ada indikasi tindak pidana, dan itu bersifat administrasi. Kalau itu penyimpangan administrasi artinya itu tidak masuk ranah pidana,” katanya. (*)