Jayapura, Jubi – Hak ulayat masyarakat adat Papua telah dilindungi dalam Peraturan Daerah Khusus atau Perdasus, sesuai mandat otonomi khusus, yang ditetapkan oleh DPR Papua. Namun penerapannya berhadapan dengan banyak tantangan, diantaranya sosialisasi yang kurang dari Pemprov Papua.
Juru Bicara Kelompok Khusus DPR Papua, Yonas Alfons Nusi saat ditemui Jubi di Kota Jayapura, Kamis (12/12023) mengatakan, pihaknya sebagai anggota DPR utusan adat telah coba menangkap apa yang menjadi keresahan di kehidupan masyarakat Papua hari ini, khususnya terkait hak ulayat masyarakat adat.
“Jadi Ketika Perdasus ditetapkan, kan tidak (bisa) langsung berjalan dan diterapkan di tengah-tengah masyarakat, masih butuh proses. Proses ini perlu ada sosialisasi oleh pihak eksekutif, dalam hal ini pemerintah. Pemerintah Provinsi Papua harus gencar memberikan informasi terkait dengan Perdasus,” kata Nusi.
Menurut Nusi Perdasus ditetapkan dalam rangka perlindungan terhadap hak-hak ulayat masyarakat adat namun terkendala penerapannya akibat kurang sosialisasi. “(Perdasus) bukan hanya terkait persoalan tanah, tapi ada beberapa Perdasus yang belum tersosialisasi dengan baik di publik.” ujarnya.
“DPR itu pembuat regulasi, sosialisasi itu tugas eksekutif yang harus menginformasikan kepada masyarakat bahwa ada Perdasus, ada juga Perdasi, yang mengatur tentang hak-hak Rakyat Papua, yang diamanatkan oleh Undang-undang Otonomi Khusus,” lanjutnya.
Sebelumnya anggota Kelompok Khusus (Poksus) DPRP Mamta Tabi, Piter Kwano menyampaikan hal senada saat ditemui Jubi Senin, (9/10/2023). Dia mengatakan bahwa pihaknya sebagai wakil rakyat utusan khusus mewakili kursi adat, telah ikut berjuang untuk melahirkan regulasi terkait hak-hal masyarakat asli Papua, namun terhambat oleh koreksi dari Pemerintah Pusat.
“Jadi ketika kita buat aturan untuk melindungi hak masyarakat adat di Papua, setelah apa yang kami sampaikan tiba di pusat, hal tersebut ditolak. Jadi ada niat baik dari lembaga di Papua, membuat suatu undang-undang untuk melindungi hak-hak orang asli Papua, (namun di) bagian ini kita jujur mau kasih tahu, bahwa kita juga sulit,” kata Kwano.
Menurut Kwano kalau aturan-aturan menyangkut danau, sungai, atau hak hidup lain masih ada peluang disambut Pemerintah Pusat dengan positif. “Tapi kalau sudah bicara tanah, yang sudah berbau politik itu pasti tidak masuk”.
Oleh karena itu, kata Kwano agar menjadi renungan bagi sesama orang Papua agar jangan menjual tanah, “ketika tanah milik kita jual, lalu orang pendatang beli, dan mereka kembangkan, (akhirnya) kita yang rugi sendiri,” kata Kwano.
Pada akhir Juli 2023 lalu, Kelompok Khusus DPR Papua, yang berasal dari mekanisme pengangkatan di lima wilayah adat menyosialisasikan tiga Peraturan Daerah Provinsi atau Perdasi Papua yang berkaitan dengan masyarakat adat.
Perdasi yang disosialisasikan, yakni Perdasi Nomor 6 Tahun 2020 tentang perlindungan dan pengembangan pangan lokal, Perdasi Nomor 5 Tahun 2022 tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat di Provinsi Papua, dan Perdasi Nomor 6 Tahun 2023 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan Pembudi Daya Ikan Masyarakat Hukum Adat.(*)