Jayapura, Jubi – Koalisi Penegak Hukum dan HAM untuk Papua menyatakan kesalahan pemasangan foto Yakobus Tanggahma dalam Daftar Pencarian Orang atau DPO kasus Kramomongga tidak cukup diselesaikan hanya dengan ralat. Koalisi meminta Kepolisian Daerah Papua Barat membuat video klarifikasi yang disebarkan ke media massa dan media sosial, karena DPO yang salah itu terlanjur tersebar di media massa dan media sosial.
Hal itu dinyatakan anggota Koalisi Penegak Hukum dan HAM untuk Papua, Yustina Haluk di Kota Jayapura, Jumat (15/9/2023). Haluk juga mendesak Kepolisian Daerah (Polda) Papua Barat menyampaikan permohonan maaf secara resmi melalui surat kepada Yakobus Tanggahma.
“Sampai [sekarang] permohonan maaf secara resmi [melalui surat] kepada Yakobus belum ada,” ujarnya.
Penerbitan DPO oleh Polda Papua Barat itu terkait kasus pembakaran Kantor Distrik Kramomongga dan SMP Negeri 4 Kramongmongga di Kabupaten Fakfak, Papua Barat, pada 15 Agustus 2023. Dalam peristiwa itu, Kepala Distrik Kramongmongga, Darson Hegumur meninggal dunia karena dianiaya.
Yustina Haluk mengatakan DPO yang salah itu telah tersebar luas di media sosial, dan berdampak secara psikologis terhadap Yakobus Tanggahma, dan telah mencemarkan nama baik Tanggahma.
“Karena [DPO] itu memberikan rasa tidak aman bagi orang itu sendiri, dan secara tidak langsung mencemarkan nama baik klien kami. Karena mereka sudah tempel [dan sebarkan] foto Yakobus [yang bukan DPO],” kata Haluk.
Haluk mengatakan Polda Papua Barat harus lebih berhati-hati dalam menetapkan seseorang masuk DPO. Haluk juga meminta agar masyarakat jika melihat atau bertemu dengan Yakobus Tanggahma tidak melakukan hal-hal yang dapat mengganggu keamanan dan kenyamanan pribadi Yakobus Tanggahma.
“Karena yang dimaksud sesungguhnya bukan lah Yakobus Tanggahma yang ini. Melainkan [orang lain] yang sedang dicari polisi,” katanya.
Yakobus Tanggahma mengaku kaget, takut dan tertekan mengetahui bahwa foto dan namanya dimasukan dalam DPO peristiwa pembakaran kantor distrik dan penganiayaan di Kramomongga. Menurutnya, saat peristiwa itu terjadi di tengah berada di Distrik Fakfak Tengah.
“Saya sudah [keluar dari kampung] tujuh hari sebelum akhirnya terjadi kejadian itu. Saya tinggal di Distrik Fakfak Tengah,” ujarnya.
Sekretaris Asrama Mahasiswa Pemerintah Daerah Fakfak di Kota Jayapura, Simon Temongmere menganggap Polda Papua Barat tidak jeli dalam menetapkan DPO, karena terkesan menjerat semua orang yang dinilai mencurigakan. Temongmere mengatakan kesalahan penerbitan foto Yakobus Tanggahma ikut membuat mahasiswa asal Fakfak di Kota Jayapura tidak nyaman.
“Ada intel datang ke asrama, dan ada teman asrama yang ditelepon polisi tanya-tanya Yakobus Tanggahma,” kata Temongmere.
Temongmere berharap Polda Papua Barat melibatkan masyarakat untuk bersama-sama menangani kasus pembakaran Kantor Distrik Kramomongga dan penganiayaan yang menewaskan Kepala Distrik Kramomongga, agar penanganan itu tidak menimbulkan konflik baru antar sesama marga, kampung, atau konflik horizontal.
“[Polisi] masih melakukan pengejaran terduga tersangka. Harapan [kami], polisi lebih cepat menangkap terduga dan tersangka, karena pengejaran itu ikut membuat masyarakat di kampung tidak merasa nyaman,” ujarnya. (*)