Jayapura, Jubi – Johannes Rettob yang tengah menjalani persidangan kasus dugaan korupsi di Pengadilan Negeri Jayapura belum menerima surat keputusan Menteri Dalam Negeri yang memberhentikannya dari jabatan Pelaksana Tugas Bupati Mimika. Hal itu dinyatakan advokat Viktor Santoso Tandiasa selaku kuasa hukum Johannes Rettob di Kota Jayapura, Kamis (8/6/2023).
Viktor Santoso Tandiasa mengatakan pihaknya sudah mengecek keberadaan surat pemberhentian Johannes Rettob kepada Pemerintah Kabupaten Mimika. Menurutnya, Pemerintah Kabupaten Mimika juga belum menerima surat yang menyatakan Johannes Rettob diberhentikan dari jabatannya selaku Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Mimika.
“Jadi kami mau tegaskan, Pak Rettob masih aktif sebagai Plt Bupati Mimika. Ia tetap melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya seperti biasanya,” kata Tandiasa melalui keterangan pers tertulisnya, Kamis.
Viktor merasa aneh karena upaya pemberhentian kliennya muncul sekarang, mengingat proses hukum dalam kasus korupsi yang didakwakan kepada Johannes Rettob sudah berjalan salama berbulan-bulan. Menurutnya, upaya pemberhentian Johannes Rettob itu sangat tendensius, karena bermula dari usulan Kepala Kejaksaan Tinggi Papua kepada Penjabat Gubernur Papua Tengah untuk diteruskan kepada Menteri Dalam Negeri.
“Tindakan tersebut di luar kewenangan atau melampaui kewenangannya sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi [Papua]. Yang berwenang mengusulkan pemberhentian sementara kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah kepada Menteri Dalam Negeri adalah Gubernur. Tidak ada kewenangan Kepala Kejaksaan Tinggi mengusulkan pemberhentian sementara Plt Bupati Mimika,” ujarnya.
Viktor menyatakan pihaknya telah menempuh upaya keberatan administratif kepada Kejaksaan Tinggi Papua. Surat keberatan itu ditembuskan kepada Presiden, Menteri Dalam Negeri, Jaksa Agung, dan Jaksa Agung Muda Pengawasan. Pihaknya juga mengajukan permohonan pengujian undang-undang atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ke Mahkamah Konstitusi. Perkara itu terdaftar di Mahkamah Konstitusi dengan nomor perkara 60/PUU-XXI/2023.
“Upaya itu menjadi sangat penting bagi hak konstitusional klien kami, karena klien kami tidak ditahan, dan dakwaan pertama yang telah diputus oleh Pengadilan Tipikor pada PN Jayapura dan dinyatakan dakwaan batal demi hukum,” katanya. (*)