Jayapura, Jubi – Penyidik Kejaksaan Tinggi Papua menetapkan Pelaksana Tugas Bupati Mimika, Johannes Rettop sebagai tersangka korupsi dalam pengadaan dua unit pesawat Dinas Perhubungan Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah, pada tahun anggaran 2015. Penetapan tersangka itu diumumkan Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Papua, Aguwani di Kota Jayapura, Kamis (26/1/2023).
Aguwani menyatakan pihaknya juga menetapkan Direktur Asian One, Silvi Herawati sebagai tersangka korupsi kasus pengadaan pesawat jenis Cessna Grand Caravan dan helikopter Airbus H-125 itu. Ia menyatakan penyidik tidak menahan Rettop maupun Silvi, karena keduanya dinilai kooperatif.
“Penyidik sudah menetapkan dua orang tersangka dalam kasus itu. Pertama Johannes Rettop selaku [mantan] Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Mimika, dan [kedua], Silvi Herawati, Direktur Asian One Air,” kata Aguwani.
Ia menjelaskan bahwa penyidik telah memeriksa lebih dari 20 orang saksi dalam kasus itu. Diduga, Rettop selaku Kepala Dinas Perhubungan Mimika pada tahun 2015 tidak melalukan pelelangan dalam pengadaan kedua unit pesawat itu. Menurut Aguwani, hasil audit independen menyimpulkan bahwa proses pengadaan kedua unit pesawat itu menyebabkan kerugian negara senilai Rp43 miliar.
“Peran tersangka, dari awal sudah mengatur paket pekerjaan itu. Jadi ada beberapa temuan, mulai dari tidak dilakukan lelang. Jadi, prinsipnya perbuatan melawan hukumnya jelas, tersangka tidak melakukan pengadaan barang dan jasa sesuai ketentuan,” jelasnya.
Aguwani menyatakan Johannes Rettop maupun Silvi Herawati dikenai pasal yang sama, yaitu Pasla Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman hukuman maksimal pidana penjara selama 20 tahun. “Pimpinan sudah memerintah penyidik Kejaksaan Tinggi Papua segera menyelesaikan perkara pengadaan pesawat itu,” tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, anggaran pengadaan pesawat dan helikopter ini bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Kabupaten Mimika tahun 2015, senilai Rp79.208.991.200. Anggaran itu kemudian ditambah hingga mencapai Rp85.708.991.200.
Kejati Papua menemukan dugaan penyimpangan dan korupsi dalam proses pengadaan itu. Pengadaan Helikopter Airbush H125 senilai Rp43.890.000.000 misalnya, menggunakan izin impor sementara. Akibatnya, setiap tiga tahun sekali helikopter itu harus direekspor untuk kemudian diimpor ulang.
Dugaan penyimpangan dan korupsi juga ditemukan dalam pengelolaan dana operasional pesawat dan helikopter itu. Penyidikan Kejati Papua menemukan dugaan PT Asian One Air belum membayarkan hasil operasional kedua pesawat yang nilainya mencapai Rp21.848.875.000.”Untuk penyidikan akan mencari bukti dan membuat terang tindak pidana, guna menemukan siapa tersangkanya,” kata Kepala Kejaksaan Tinggi Papua, Nikolaus Kondomo di Kota Jayapura, Jumat (26/8/2022).
Penyidikan Kejati Papua telah merinci berbagai pengeluaran Dinas Perhubungan Mimika dalam pengadaan pesawat dan helikopter itu. Biaya pengadaan pesawat terbang Cessna Grand Caravan C 2088 EX mencapai Rp34.015.415.000. Sementara biaya pengadaan helikopter Airbush H125 termasuk mobilisasi (feery flight) Rp43.890.000.000.
Biaya mobilisasi pesawat terbang Cessna dari Wichita, Amerika Serikat, menuju Singapura menelan dana Rp530.670.000. Sementara biaya pengadaan dan pemasangan AP, STOL sesuai quete number 0615-2CS menelan dana Rp477.589.700. Biaya operasional kedua pesawat itu mencapai Rp295.316.500.
Selain itu, Dinas Perhubungan Mimika juga mengeluarkan penambahan biaya atau Adendum II senilai Rp6.500.000.000. Total nilai anggaran dalam pengadaan kedua pesawat itu mencapai Rp85.708.991.200. (*)