Jayapura, Jubi – Asep Logo atau biasa akrab dipanggil Asep Nayak, mahasiswa asal Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan terpaksa memilih menunda kuliah selama dua tahun demi merintis karir sebagai musikus internasional. Nayak panggilan karibnya belajar musik tradisional kolaborasi dengan musik moderen. Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Papua atau UMP ini terpaksa mengambil cuti kuliah sejak 2018 dan baru kembali ke kampus pada 2022.
“Saya seharusnya masuk kuliah pada 2018, karena saya lebih fokus belajar musik, sehingga baru kembali kuliah di tahun 2022,” katanya saat ditemui di kampus UMP, jalan Abe Pantai, Tanah hitam, Kota Jayapura, Papua, pada Selasa pagi (12/12/2023).
Dia mengatakan minimnya generasi muda yang kurang peduli melestarikan musik tradisional, sehingga dirinya termotivasi untuk belajar cara membuat musik tradisional dan diaransemen versi moderen menggunakan program FL Studio.
Lebih lanjut laki-laki asal Distrik Wogi, Kabupaten Jayawijaya itu mengatakan pertama kali ia mulai berlatih mengaransemen musik di Wamena menggunakan komputer milik kakaknya sejak 2016. Sebelum itu dia berlatih musik tradisional jenis pikon dan guitar bersama ayahnya.
Selain itu, Asep Nayak mengatakan pelatihan yang ia lakukan tidak didukung oleh siapa pun. Termasuk orang tuanya yang lebih memilih dan mendorong agar dirinya tetap kuliah dan melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi seperti teman seangkatannya yang saat ini telah menyelesaikan kuliah mereka.
Laki-laki kelahiran medio 1999 itu mengatakan, berbekal keterampilannya dia sempat di undang di berbagai kegiatan diantaranya Festival Seni Rupa Kontemporer di Museum Expo Jogja oleh Work The Rock, lalu Joyland Festival Bali 2022, G20 Jakarta 2022, Jerman CTM festival 2023, Australia Rising Festival 2023, Uni Emirat Arab festival Sarjah Film 2023. Nayak pun saat ini menjadi salah satu pencipta instrumen musik terbaik ke-11 di Indonesia.
Dia juga mengatakan, sampai saat ini dia mampu menciptakan musik-musik tradisional menggunakan program FL studio, dan musik ciptaanya dinamakan musik Wisisi elektronik. Saat ini musik ciptaannya sudah tersebar luas hingga di berbagai negara maupun di Indonesia dan terlebih khusus di wilayah Papua Pegunungan. Musik ciptaanya pun sering digunakan oleh masyarakat Papua pada acara-acara adat maupun acara lainnya.
Mahasiswa asal Jayawijaya itu, mampu mengelaborasi musik tradisional dengan aransemen musik moderen . Di mana ia memadukan alat musik Pikon. Ia menjelaskan musik Pikon merupakan alat musik tiup tradisional khas Suku Dani yang terbuat dari bambu. Pikon berbentuk bulat lonjong dan terbuat dari bambu, di mana pada bagian tengahnya dilekatkan sebuah lidi penggetar bersama seutas tali, sehingga mampu menghasilkan variasi bunyi nan merdu. Alat musik ini pada umumnya dimainkan oleh laki-laki dalam Suku Dani.
“Sa [saya] bisa menghasilkan tiga bunyi yang berbeda dengan menggunakan alat musik tradisional jenis pikon ini,” ujarnya.
Nayak juga menjelaskan, cara dia mengolaborasi musik pikon dengan musik modern. Pertama dia memainkan musik pikon tersebut sambil merekam, lalu hasil rekaman itu yang disimpan ke laptop, kemudian selanjutnya melalui proses editing. Bunyi yang dihasilkan pikon disesuaikan dengan nadanya, lalu ditambahkan musik modernnya dengan program FL studio.
Lanjut dia mengatakan program FL studio merupakan aplikasi audio yang digunakan hampir di seluruh dunia dan kegunaannya untuk merekam, mengubah, dan membuat audio.
Nayak berharap, Pemerintah Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegunungan agar bisa menyediakan studio untuk dirinya melatih para generasi muda yang senasip dengan dirinya. Mereke bisa berkreasi dan inovatif dalam berkarya mencipta genre musik bernuansa tradisonal plus modern. (*)