Sentani, Jubi โ Sejumlah tokoh adat, politik, akademisi, pemerintah daerah serta perwakilan Pokja MRP dan MRPB menyambangi Presiden Indonesia, Joko Widodo di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (20/5/22), untuk mengklarifikasi kesimpangsiuran informasi terkait penerapan UU Otsus yang didalamnya termaktub Daerah Otonomi Baru (DOB).
Juru bicara sejumlah tokoh itu, Mathius Awoitauw mengatakan, dalam pertemuan dengan Presiden, ia yang juga Ketua Asosiasi Kepala Daerah Wilayah Tabi ini menyampaikan, jika perjuangan DOB sudah berjalan selama 20 tahun.
โJadi ini bukan baru muncul tiba-tiba, seperti dari Papua Selatan, Saireri, Meepago dan Lapago. Aspirasi yang kita sampaikan itu berdasarkan wilayah adat, bukan berdasarkan demo-demo di jalan. Jadi masyarakat itu yang berharap, bagaimana DOB ke depan, itu menjadi harapan mereka ke depan untuk percepatan kesejahteraan di Papua tapi juga Papua Barat,โ ujar Mathius Awoitauw, yang juga Bupati Jayapura, dalam tayangan Youtube Sekretariat Negara.
Awoitauw juga menyampaikan, jika Undang-Undang Otsus itu mengikat seluruh Tanah Papua (Papua dan Papua Barat). Sehingga UU Otsus menjadi kepastian hukum bagi masyarakat Papua, untuk mengelola ruang-ruang yang dimiliki masyarakat adat berdasarkan tujuh wilayah adat di tanah Papua.
โKalau pemekaran, hanya masalah administrasi Pemerintahan,ย tetapi ke-Papua-an kita diikat oleh UU Otsus dan persoalan kita adalah implementasinya, harus konsisten baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Provinsi.ย Masyarakat Papua banyak melihat bahwa UU Otsus belum begitu maksimal dalam penerapannya,ย tetapi evaluasi sudah dilakukan beberapa waktu lalu. 20 tahun ke depan dalam revisi yang sudah dilakukan ini, harus dipikirkan benar-benar implementasinya yang sesuai dengan harapan masyarakat,โ ujarnya.
Namun, dalam keterangan pers yang disampaikan Awoitauw sebagai juru bicara perwakilan para tokoh itu, Ia menyebut, jika konflik di Papua sebenarnya adalah masalah lahan. Ia memintaย kepada Pemerintah Pusat dan Provinsi, harus ada kepastian hukum dan ruang kelola terhadap hak-hak masyarakat dan pemetaan wilayah adat. Untuk itu menurut Awoitauw, solusi terbaik dari persoalan itu semua, adalah DOB.
“DOB akan mendekatkan pelayanan publik kepada masyarakat, karena secara geografis hal ini menjadi hambatan utama dalam setiap proses pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Sekalipun pemerintah pusat mengirimkan dana yang banyak melalui Otsus yang saat ini berjalan, akan mengalami hambatan yang luar biasa. DOB menjadi solusi percepatan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di Papua dan Papua Barat,” jelasnya.
Sementara itu, satu di antara anggota MRP Pokja Perempuan, Dorince Mehue mengatakan, ada tiga Pokja yang turut serta dalam tim, yakni Pokja adat, Pokja perempuan dan Pokja agama. Selain sebagai Anggota MRP, kehadiran dirinya sebagai Ketua Organisasi Perempuan adat dari wilayah Tabi.
“Sudah ada surat rekomendasi dari ketua forum masyarakat adat Tabi bersatu, lalu kami ada pokja adat, Amatus Ndatipits wilayah adat Anim Ha, Herman Yoku wilayah adat Tabi. Pokja agama, Toni Wanggai, Pokja perempuan, Nerlince Wamuar wilayah Tabi, Felista Kabagaimu dari wikayah Anim Ha, ” katanya kepada Jubi.
Pertemuan para tokoh Papua dan Papua Barat bersama Presiden Joko Widodo ini dihadiri oleh Ketua Asosiasi Kepala Daerah Wilayah Saireri Heri Nap, Walikota Sorong Lamberthus Jitmau, Rektor Uncen Appolo Safanpo,ย Rektor Unipa Meky Sagrim dan belasan anggota Majelis Rakyat Papua dan Papua Barat Pokja Perempuan, Adat, dan Agama.
Pertemuan โSettinganโ
Kehadiran belasan orang perwakilan Tokoh Tanah Papua ke Istana Bogor ini ternyata mendapat reaksi dari Majelis Rakyat Papua atau MRP. Ketua MRP, Timotius Murib dalam rilis pers yang diterima Jubi dengan tegas menyatakan, para tokoh ini tidak mewakili MRP.
โKami menyesalkan adanya pertemuan dengan presiden yang digunakan untuk memberi penjelasan sepihak dan memberi kesan MRP mendukung kebijakan pemerintah pusat terkait UU Otsus Jilid II dan DOB,” kata Ketua MRP Timotius Murib, Jumat (20/05/2022).
Murib menyatakan kehadiran mereka tidak melalui mekanisme resmi lembaga MRP. Mereka juga tidak pernah diberi mandat oleh pimpinan MRP untuk bertemu Presiden.
“Dugaan kami ada settingan pihak tertentu,” ujarnya.
Murib menegaskan, dugaan itu beralasan, karena tidak ada perjalanan dinas dari lembaga MRP kepada para Tokoh yang mengatakan mewakili Pokja MRP. Maka, mereka tidak bisa dikatakan sebagai orang-orang yang mewakili lembaga MRP.
“Mereka tidak memiliki Surat Perintah Tugas (SPT) atau Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD). Yang kami sesalkan adalah pertemuan itu semakin menegaskan upaya pecah belah,” katanya.
Murib menyatakan MRP secara kelembagaan tengah mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk dua kebijakan (UU Otsus dan DOB) tersebut.
Menurut Murib, sejak akhir April hingga awal bulan Mei 2022, pimpinan MRP juga telah berkunjung ke Jakarta untuk bertemu Presiden, serta sejumlah Menteri dan pimpinan partai-partai politik nasional. MRP menyuarakan besarnya aspirasi masyarakat orang asli Papua (OAP) yang menolak pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB).
“Mereka (pimpinan partai politik dan DPR) meminta pemerintah pusat untuk menunda pembentukan DOB setidaknya sampai ada putusan MK terkait uji materi UU Otsus hasil amandemen kedua,” ujarnya.
Murib menyatakan hingga sekarang DOB pun sedang diprotes berbagai lapisan masyarakat di sejumlah wilayah di Tanah Papua. (Engel Wally dan Theo Kelen)
Discussion about this post