Jayapura, Jubi – Koalisi Kemanusiaan untuk Papua meminta Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menyikapi dengan serius pernyataan Bupati Merauke, Romanus Mbaraka terkait “bayaran mahal” dalam pembahasan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Hal itu dinyatakan Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid di Jakarta, Selasa(19/7/2022).
Bupati Merauke, Romanus Mbaraka sendiri telah meminta maaf atas pernyataan “bayaran mahal” yang terekam dalam video Pawai Bersama Ucapan Syukur Pengesahan UU Pembentukan Provinsi Papua Selatan yang viral. Akan tetapi, Usman Hamid menilai dugaan praktik jual-beli pasal dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang yang belakangan menjadi Undang-undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (UU Otsus Papua Baru) harus diusut tuntas.
“Pernyataan Bupati Merauke perlu menjadi perhatian KPK. [Itu] pernyataan yang tidak cukup sekedar dibantah oleh Bupati, atau diganti dengan permintaan maaf. Harus diusut secara hukum, seberapa benar adanya praktik jual-beli pasal,” kata Usman.
Usman menyatakan jika pernyataan Bupati Merauke itu benar dan sesuai fakta, maka UU Otsus Papua Baru cacat hukum, karena dihasilkan dari proses dan praktik yang melanggar hukum. Hal itu mendasari Usman meminta adanya proses hukum yang tuntas atas dugaan praktik jual-beli pasal dalam UU Otsus Papua Baru.
Menurut Usman, KPK harus lebih objektif dalam bekerja, dan bukan hanya menjalankan proses hukum terhadap orang yang dianggap vokal, sebagaimana terlihat dalam penyidikan kasus dugaan suap/gratifikasi Bupati Mamberamo Tengah. Orang yang menyampaikan sinyal dugaan pelanggaran hukum, sebagaimana Bupati Merauke, juga harus diperiksa, meskipun Bupati Merauke mendukung kebijakan pemerintah.
Usman mengingatkan lembaga penegak hukum seperti KPK akan menjadi penentu persepsi publik terhadap kredibilitas negara. “Keberpihakan lembaga penegak hukum penting untuk menjaga kredibilitas negara di mata rakyat Papua yang sudah berkali-kali di kecewakan,” tegasnya.
Sebelumnya, video pernyataan Bupati Merauke Romanus Mbaraka yang menyebut “bayaran mahal” terkait proses pembahasan UU Otsus Papua Baru viral. Mbaraka kemudian meminta maaf, dan menyatakan pernyataannya itu diplintir seolah-olah ia memberikan sejumlah uang kepada anggota DPR RI untuk meloloskan pasal pemekaran Provinsi Papua dalam UU Otsus Papua Baru.
“Saya memohon agar tidak dipelintir atau diplesetkan. Saya pertegas lagi, tidak ada suap menyuap kepada DPR RI soal Daerah Otonom Baru,” kata Romanus Mbaraka dalam video klarifikasinya. (*)
Discussion about this post