Jayapura, Jubi – Ketua Tim Kajian Akademik Pemekaran Daerah Otonom Baru di Papua dari Universitas Cenderawasih, Dr Basir Rohrohmana mengatakan pemerintah seharusnya merangkul berbagai pihak yang sampai saat ini masih menolak pemekaran Papua. Hal itu disampaikan Rohrohmana dalam webinar Papua Strategic Policy Forum #12 “Pemekaran Sebagai Resolusi Konflik?” yang diselenggarakan Gugus Tugas Papua Universitas Gadjah Mada pada Rabu (6/7/2022).
Menurut Rohrohmana, para pihak yang terus menolak pemekaran Papua mengkhawatirkan sejumlah dampak negatif pemekaran. Mereka antara lain kekhawatiran Orang Asli Papua akan termarjinalisasi, tersingkir, atau kalah bersaing karena arus migrasi dari luar Papua semakin tinggi.
“Yang marginalisasi ini harus kita petakan. Orang Papua saat ini ada dalam lima kategori, yakni ada yang bisa menyesuaikan dengan situasi dan kondisi, mampu berkompetisi dengan baik. Ada yang inovatif menciptakan peluang baru bagi diri sendiri maupun orang lain. Ada yang menarik diri, memilih pulang tinggal di kampung. Ada yang pasrah dan masa bodoh saja. Ada yang berontak, tidak mau apa pun, tidak mau pemekaran, [karena setelah pemekaran terdahulu] kita begini-begini saja,” ujarnya.
Rohrohmana menyatakan pemerintah harus bisa merangkul pihak yang menolak pemekaran, sehingga dapat mengurangi potensi konflik yang terus terjadi di Papua. Ia mengingatkan, polarisasi antara pihak yang setuju dan menolak pemekaran juga bisa berkembang menjadi konflik baru.
Ia mengatakan pemerintah harus secepatnya merangkul semua pihak dan melakukan dialog. Dialog itu harus dilakukan guna mencari tahu alasan-alasan pihak yang terus menolak pemekaran Papua, dan membicarakan solusi atas permasalahan itu.
“Itu harus menjadi perhatian dari kita bersama. Kita tidak bisa biarkan mereka di luar lingkaran, [kita] harus menarik mereka masuk [bergabung],” katanya. (*)
Discussion about this post