Jayapura, Jubi – Direktur Lokataru, Haris Azhar menyatakan pemekaran Papua tidak akan menyelesaikan persoalan, dan justru meningkatkan risiko terjadinya kekerasan terhadap orang Papua. Risiko itu meningkat sebab pemekaran Papua bukanlah keinginan rakyat Papua. Hal itu dinyatakan Haris Azhar dalam diskusi publik “Menyoal Daerah Otonomi Baru: Benarkah untuk Menyelesaikan Masalah di Papua?” yang diselenggarakan Kontras secara daring pada Senin (13/6/2022).
“Akan ada parade kekerasan. Di balik parade kekerasan, tidak ada penegakan hukum. Penegakan hukum hanya menjadi bab dari praktik kekerasan. Di Papua, tidak ada penegakan hukum dalam arti sebenarnya. Kalaupun ada, itu diskriminatif terhadap orang Papua,” ujar Haris Azhar.
Haris menyatakan tidak ada satu pun syarat pemekaran wilayah yang terpenuhi dalam proses pemekaran Papua. Menurutnya, pemekaran merupakan keinginan pemerintah pusat untuk terus memaksakan dan memperpanjang monopoli terhadap orang asli Papua, khususnya dalam penguasaan sumber daya alam yang dibarengi dengan kekerasan.
Haris menyatakan pemekaran juga cara untuk melemahkan orang Papua. Dengan adanya provinsi baru, maka kebutuhan sumber daya manusia akan semakin banyak, dan kebutuhan itu akan diisi orang non-Papua.
Haris menyatakan seharusnya pemerintah pusat tidak menghabiskan waktu untuk mengurus pemekaran Papua, dan lebih fokus kepada upaya menyelesaikan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan memulihkan kondisi para korban pelanggaran HAM. “Lalu memperbaiki kualitas orang asli Papua,” katanya.
Dosen Jurusan Antropologi, Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Papua, Dr I Ngurah Suryawan mengatakan masyarakat Papua sebenarnya tidak menginginkan pemekaran. Sebab pemekaran akan menghancurkan kebudayaan, otonomi, dan daya hidup orang Papua, karena mendorong terjadinya eksploitasi sumber daya alam, migrasi, dan penambahan aparat keamanan di Papua. “Ada ketakutan orang Papua akan pemekaran,” katanya.
Menurut Suryawan, pemerintah pusat kemudian menggunakan elit politik lokal untuk memperjuangkan pemekaran di Papua. Seharusnya pemerintah pusat memahami masalah Papua secara jernih, dan bukan mendorong pemekaran di Papua.
Suryawan berpendapat pemerintah pusat harus mengevaluasi secara total sejumlah Daerah Otonom Baru (DOB) yang dihasilkan pemekaran terdahulu. Evaluasi itu harus melihat sejauh mana pemekaran wilayah sudah membawa dampak bagi Orang Asli Papua.
“Kita harus melihat kondisi-kondisi nasib dari orang asli Papua yang terjadi di daerah pemekaran tersebut,” ujarnya. (*)
Discussion about this post