Jayapura, Jubi – Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Cenderawasih, Prof Dr Melkias Hetharia SH MHum menyatakan kasus pembunuhan dan mutilasi terhadap empat warga Nduga di Kabupaten Mimika memenuhi unsur pelanggaran Hak Asasi Manusia. Hetharia mendesak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM RI segera melakukan penyelidikan dugaan pelanggar HAM berat.
Hal itu dinyatakan Hetharia saat ditemui Jubi di Kota Jayapura, Rabu (14/9/2022). “Saya melihat ada unsur pelanggar HAM di sana,” kata Hetharia.
Sejumlah enam prajurit Brigade Infanteri Raider/20 Ima Jaya Keramo telah dijadikan tersangka dalam kasus itu, yakni Mayor Hf, Kapten Dk, Praka Pr, Pratu Ras, Pratu Pc, dan Pratu R. Selain itu, ada empat warga sipil yang dijadikan tersangka dalam kasus itu, yaitu APL alias Jeck, DU, R, dan RMH yang hingga kini masih menjadi buronan polisi.
“Dugaan pelanggaran HAM terjadi karena seharusnya Negara [dalam hal ini prajurit TNI] bertindak untuk melindungi rakyat, bukan membunuh dan memutilasi. Di dalam perang [saja, jika] seorang musuh sudah menyerah atau dilumpuhkan, musuh itu tidak bisa dianggap sebagai musuh lagi, tetapi sebagai manusia. Ini kan kita lihat di Mimika bukan dilumpuhkan saja, tetapi sampai kepada mutilasi,” ujar Hetharia.
Hetharia menyatakan hal terpenting dari penanganan kasus itu adalah proses Pro Justitia berjalan. Masyarakat akan mengikuti proses itu, dan perlu ada transparansi kinerja kepolisian maupun Polisi Militer TNI. Menurut Hetharia Pro Justitia itu akan mengungkap apakah kasus pembunuhan dan mutilasi ini terjadi karena ada perintah dari pimpinan.
“Kita lihat kasus mutilasi itu berkaitan dengan sepak terjang militer. Tapi, kita belum tahu apakah itu inisiatif dari pribadi oknum TNI, atau sudah tugas dari institusi [atau perintah] untuk melakukan itu. Nanti, dalam proses Pro Justitia, itu akan terungkap. Jadi proses itu berjalan,” kata Hetharia.
Hetharia menyatakan pembunuhan dan mutilasi yang dilakukan enam prajurit Brigade Infanteri Raider/20 Ima Jaya Keramo merupakan tindakan sewenang-wenang yang melanggar hukum. Hetharia Itu menyatakan kasus pembunuhan dan mutilasi ini merupakan suatu pelanggaran HAM. Komnas HAM diharapkan segera melakukan penyelidikan dugaan pelanggaran HAM berat, agar kasus pembunuhan dan mutilasi itu dapat diadili di Pengadilan HAM. (*)