Jayapura, Jubi – Perwakilan keluarga korban kasus pembunuhan dan mutilasi di Mimika, Aptoro Lokmbre berharap Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa memanfaatkan sisa masa jabatannya untuk memastikan enam prajurit TNI yang menjadi tersangka kasus pembunuhan dan mutilasi itu diadili melalui pengadilan koneksitas di Pengadilan Negeri Kota Timika. Lokmbre menyatakan keluarga korban menolak keenam prajurit TNI itu diadili di pengadilan militer.
Lokmbre menyatakan penerapan mekanisme pengadilan koneksitas untuk mengadili enam prajurit TNI di Pengadilan Negeri Kota Timika adalah satu-satunya cara untuk memberikan keadilan bagi keluarga korban pembunuhan dan mutilasi di Mimika. “Kami keluarga korban meminta, sebelum Panglima TNI diganti dalam waktu dekat ini, ada keputusan dari beliau untuk memberikan rasa keadilan kepada kami. Saya percaya Pak Andika Perkasa punya pengetahuan hukum yang baik. Beliau akan memberikan keadilan kepada keluarga korban, ” katanya.
Pembunuhan dan mutilasi empat warga sipil asal Kabupaten Nduga terjadi di Satuan Pemukiman 1, Distrik Mimika Baru, Kabupaten Mimika pada 22 Agustus 2022 lalu. Keempat korban itu adalah Arnold Lokbere, Irian Nirigi, Lemaniel Nirigi, dan Atis Tini.
Polisi Militer Komando Daerah Militer (Kodam) XVII/Cenderawasih telah menetapkan enam prajurit Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo sebagai tersangka kasus pembunuhan dan mutilasi itu, yaitu Mayor Hf, Kapten Dk, Praka Pr, Pratu Ras, Pratu Pc, dan Pratu R. Sementara penyidik Kepolisian Daerah (Polda) Papua telah menetapkan empat warga sipil sebagai tersangka kasus yang sama, yaitu APL alias Jeck, DU, R, dan RMH.
Berbagai pihak, Komnas HAM RI telah merekomendasikan agar enam prajurit TNI AD yang menjadi tersangka kasus itu diperiksa dan diadili melalui pengadilan koneksitas di Pengadilan Negeri Timika. Akan tetapi, Polisi Militer Komando Daerah Militer XVII/Cenderawasih melimpahkan berkas perkara tersangka berpangkat Mayor kepada Oditurat Militer Tinggi IV di Makassar, Sulawesi Selatan, dan melimpahkan berkas perkara lima tersangka lainnya kepada Oditurat Militer IV-20 Jayapura.
Aptoro Lokmbre mengingatkan bahwa Jenderal Andika Perkasa telah berbicara tentang kasus pembunuhan dan mutilasi di Mimika itu beberapa hari yang lalu. Lokmbre berharap pernyataan Jenderal Andika Perkasa itu jangan sekadar menjadi akhir kata menuju masa pensiun.
“Kami tuntut kepada beliau secara langsung buktikan dengan proses hukum yang pasti. Jangan hanya bicara hukuman maksimal. Kami butuhkan pernyataan yang pasti [tentang] dakwaan pasalnya, dan bentuk hukuman terhadap para pelaku penembakan dan mutilasi keluarga kami di Timika,” katanya.
Anggota DPR Papua, Namantus Gwijangge mengatakan Jenderal Andika Perkasa dengan nilai kemanusiaannya dapat memberikan rasa keadilan bagi keluarga korban. “Saya harap agar aspirasi masyarakat terkait dengan sidang koneksitas dan pengadilan digelar di Kabupaten Mimika dapat direalisasikan sebelum masa jabatan [Jenderal Andika Perkasa] berakhir, sebab [kasus] itu pelanggaran HAM berat,” katanya.
Gwijangge mengingatkan setiap pejabat negara yang datang ke Papua harus dapat melihat persoalan Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua. “Siapapun dia, baik itu Presiden, Wakil Presiden, atau menteri yang datang di Papua, harusnya melihat persoalan HAM [di Papua] terutama kasus mutilasi itu,” katanya. (*)