Jayapura, Jubi – Polisi akhirnya membubarkan puluhan mahasiswa yang berunjuk rasa di gapura Kampus Universitas Cenderawasih, Perumnas 3, Waena, Kota Jayapura, pada Kamis (14/7/2022). Polisi memukuli para yang menolak pemekaran Papua itu dengan tongkat rotan, dan memaksa para mahasiswa masuk ke kampus.
Pembubaran itu terjadi saat para mahasiswa yang berdemonstrasi setelah para demonstran menyatakan ingin mendatangi Kantor DPR Papua untuk menyampaikan aspirasi mereka. Sejumlah demontran sempat terlibat negosiasi dengan polisi di gapura Kampus Universitas Cenderawasih (Uncen). Akan tetapi negosiasi itu gagal, dan polisi justru membubarkan orasi dan demonstrasi yang sedang berlangsung di gapura kampus.
Puluhan polisi bahkan merangsek masuk ke dalam lingkungan Kampus Uncen, mengejar dan memukuli para demonstran dengan tongkat rotan. Sedikitnya empat orang mahasiswa terluka karena terkena pukulan itu, namun Jubi belum mengetahui identitas mereka.
Para demonstran yang sudah masuk ke dalam kampus beberapa kali mencoba menata lagi barisan mereka, namun sepasukan polisi kembali mendatangi mereka. Polisi terus memaksa mereka terus masuk ke dalam kampus.
Salah satu pimpinan demonstran, Welinus Walenggen mencoba bernegosiasi dengan polisi. “Kami dibubarkan atas dasar apa?” Polisi menyatakan mahasiswa berunjuk rasa tanpa izin, sehingga tidak boleh berpawai menuju Kantor DPR Papua.
Kasubag Pengendalian Operasi Kepolisian Resor Kota Jayapura, AKP Widodo menyatakan polisi sudah membiarkan mahasiswa berorasi. Akan tetapi polisi tidak akan mengizinkan mahasiswa keluar dari kampus.
Walenggen memprotes tindakan polisi itu. “Kami memang mau berorasi, tapi lembaga legislatif [yaitu DPR Papua] tidak datang [ke kampus]. Kalau begitu, sasaran [orasi dan aspirasi kami disampaikan] kepada siapa?” kata Walenggen kepada Widodo.
Para mahasiswa akhirnya menarik diri dan beristirahat di Kabesma Uncen. Mereka berencana untuk bergabung dengan massa demonstrasi menolak pemekaran Papua lainnya yang akan mendatangi Kantor DPR Papua.
Koordinator aksi itu, Kamus Bayage menyatakan polisi membubarkan demonstrasi dengan kekerasan. “Polisi membubarkan kami secara paksa. Polisi menghancurkan pelantang kami, kami simpan buktinya. Polisi memukuli para pengunjuk rasa, mengusir kami agar masuk ke dalam kampus, mereka sampai masuk ke dalam kampus,” kata Bayage.
Bayage menyatakan demontrasi para mahasiswa Uncen itu merupakan bagian dari aksi nasional menolak Otsus Papua dan pembentukan tiga provinsi baru di Papua. “Kami menolak Otsus Jilid 2 dan tiga provinsi yang disahkan. Itu [kebijakan] sepihak, elit tidak mendengarkan suara rakyat Papua dan mahasiswa Papua. Maka Petisi Rakyat Papua menyerukan aksi tanggal 14 Juli ini, untuk menuntut pencabutan Otsus Papua dan menolak Daerah Otonom Baru,” kata Bayage.
Bayage menyatakan para mahasiswa menolak pembentukan tiga provinsi baru di Papua karena melihat pemekaran Provinsi Papua terdahulu justru menimbulkan berbagai kasus kekerasan aparat negara kepada Orang Asli Papua. “Kami dengan dua provinsi saja, Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, kami sudah habis. Suara kami dibungkam terus, ruang demokrasi itu tidak ada. Apalagi dengan tiga provinsi baru,” kata Bayage.
Sudah ditolak sejak awal
Sebelum tiga undang-undang pemekaran Papua disahkan, para aktivis dan mahasiswa Papua sudah berulang kali berdemonstrasi untuk menolak rencana pemekaran Papua. Demonstrasi itu beberapa kali terjadi di Kota Jayapura, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Nabire, Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Dieyai, Kabupaten Dogiyai, dan sejumlah kota lain di Papua dan luar Papua.
Sejumlah demonstrasi berlangsung dengan damai, antara lain karena polisi tidak membubarkan demonstrasi itu, dan membiarkan para demontran menyampaikan aspirasi mereka. Akan tetapi, polisi beberapa kali membubarkan demonstrasi menolak pemekaran Papua, sehingga demonstrasi berakhir dengan bentrokan antara polisi dan demonstran.
Dalam pembubaran demonstrasi menolak pemekaran Papua yang berlangsung di Dekai, ibu kota Kabupaten Yahukimo, pada 15 Maret 2022, dua orang demonstran tewas tertembak. Kedua demonstran itu adalah Yakob Meklok dan Esron Weipsa.
Majelis Rakyat Papua (MRP) juga menolak rencana pemekaran Papua yang didasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (UU Otsus Papua Baru). MRP bahkan sedang mengajukan permohonan pengujian UU Otsus Papua Baru di Mahkamah Konstitusi (MK), dan meminta pimpinan DPR RI menunda pemekaran Papua sampai ada putusan MK atas pengujian UU Otsus Papua Baru.
Akan tetapi, DPR RI dan Pemerintah Indonesia tetap melanjutkan pembahasan tiga Rancangan Undang-Undang pemekaran Papua. Pada 30 Juni 2022, Rapat Paripurna DPR RI mengesahkan tiga undang-undang pemekaran Papua untuk membentuk Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Pegunungan Papua. (*)
Discussion about this post