Sentani, Jubi – Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad menyatakan setuju dengan aspirasi Majelis Rakyat Papua yang meminta DPR RI menunda pembahasan tiga Rancangan Undang-undang Pemekaran Papua untuk membentuk tiga provinsi baru. Hal itu dinyatakan Dasco saat menerima pimpinan Majelis Rakyat Papua atau MRP di Jakarta, Selasa (26/4/2022).
Keterangan pers tertulis MRP pada Selasa menyatakan Ketua MRP Timotius Murib bersama Wakil Ketua MRP Yoel Luiz Mulai dan Ketua Panitia Musyawarah MRP Benny Sweny menemui Sufmi Dasco Ahmad di Jakarta. Sejumlah staf ahli MRP dan Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid juga turut serta dalam pertemuan itu.
Saat bertemu Dasco, pimpinan MRP menjelaskan bahwa MRP tengah mengajukan permohonan uji materiil Undang-undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (UU Otsus Papua Baru) di Mahkamah Konstitusi (MK). Hingga kini, permohonan uji materiil itu belum diputus oleh MK.
Akan tetapi, DPR RI secara sepihak menggunakan ketentuan Pasal 76 ayat (2) UU Otsus Papua Baru yang sedang disengketakan di MK itu untuk menetapkan tiga Rancangan Undang-undang (RUU) tentang pemekaran Papua untuk membentuk tiga Daerah Otonom Baru (DOB). Ketiga DOB yang akan dibentuk dengan tiga RUU itu adalah Provinsi Papua Tengah, Provinsi Papua Selatan, dan Provinsi Pegunungan Tengah Papua.
Dasco menyatakan setuju dengan masukan MRP untuk menunda pembahasan tiga RUU pemekaran Papua sampai ada putusan MK atas permohonan uji materiil UU Otsus Papua Baru. Ia menyatakan akan menuruskan masukan MRP itu kepada pimpinan DPR RI lainnya.
“Memang pada 12 April lalu rapat paripurna DPR RI sudah mengesahkan tiga RUU DOB sebagai RUU Usul Inisiatif DPR RI. Tapi dengan masukan MRP, saya akan sampaikan pada pimpinan DPR lainnya, termasuk rekan-rekan di Komisi II, agar mempertimbangkan penundaan [pembahasan] RUU DOB sampai ada putusan MK,“ kata Dasco, sebagaiman dikutip dari keterangan pers tertulis MRP, Selasa.
Menurut Dasco saat ini DPR RI menunggu Surat Presiden untuk memulai pembahasan tiga RUU pemekaran Papua. “Tanpa ada Surat Presiden, maka RUU itu tidak akan bisa dibahas. Saya akan sampaikan kepada DPR untuk menunda terlebih dahulu pembahasan ketiga RUU DOB. sampai ada putusan MK,“ katanya.
Dasco menilai wajar jika MRP sebagai lembaga representasi kultural Orang Asli Papua menemui pimpinan partai, pimpinan DPR RI, dan sejumlah menteri untuk menyampaikan aspirasi Orang Asli Papua yang menolak rencana pemekaran Papua. “Tentu wajar jika kemudian MRP berusaha menyalurkan aspirasi Orang Asli Papua. Itu bagus, dan perlu dicarikan jalan keluar yang terbaik agar tidak menimbulkan eskalasi konflik yang tinggi,“ ucap Dasco.
Dasco menyatakan ada dua poin penting yang disampaikan MRP. “Saya sudah mendengarkan, dua poin yang saya catat. Pertama, tentang evaluasi UU Otsus Papua yang diminta MRP supaya transparan dan terbuka bagi MRP untuk melaksanakan tugas sesuai UU. Kedua, terkait dengan aspirai menunda DOB,“ lanjutnya.
Aspirasi yang disampaikan tersebut, menurut Dasco, sangat masuk akal. “Sebagai penduduk asli Papua yang merasakan dampak dan manfaat UU Otsus Papua, sangat wajar jika MRP diberi kesempatan untuk memberikan masukan. Apalagi MRP telah meminta masukan dari penduduk di 28 kabupaten,“ ujar Dasco yang juga merupakan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra.
Ketua MRP, Timotius Murib menyatakan pihaknya memang meminta DPR RI menangguhkan pembahasan RUU pemekaran Papua. Murib menyatakan ada sejumlah peritmbangan yang dapat dijadikan dasar untuk menunda pembahasan ketiga RUU itu.
“Pertama, pemerintah sedang memberlakukan moratorium kebijakan pemekaran wilayah dan pembentukan DOB. Kedua, karena rencana kebijakan DOB tidak didukung oleh kajian ilmiah. Ketiga, pengalaman dalam pembentukan DOB selama ini tidak memiliki PAD yang tinggi, bahkan rendah sehingga membebani APBN. Keempat, DOB tidak dilakukan dengan aspirasi dari bawah,” jelas Ketua MRP.
Murib juga menyampaikan kritiknya terhadap proses pengundangan UU Otsus Papua Baru yang dijadikan dasar DPR RI dan pemerintah pusat untuk secara sepihak melakukan pemekaran Papua. “Perubahan UU yang menambahkan ayat membuat Otonomi Khusus tidak lagi [menggunakan] pendekatan dari bawah ke atas, melainkan pendekatan dari atas ke bawah yang sentralistik,“ jelas Murib. (*)
Discussion about this post