Jayapura, Jubi – Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua yang diwakili Koordinator Litigasi Emanuel Gobay, meminta aparat penegak hukum hentikan mengunakan kriminalisasi pasal makar terhadap 8 mahasiswa pengibar bendera Bintang Kejora di GOR Cenderawasih Jayapura.
Koalisi ini terdiri dari LBH Papua, PAHAM Papua, AlDP, PBH Cenderawasih, KPKC Sinode Tanah Papua, SKP Fransiskan Jayapura, Elsham Papua, Walhi Papua, Yadupa Papua dan lain-lain
Berdasarkan informasi dari website Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jayapura, disebutkan pada 11 April 2022, Jaksa Penuntut Umum telah mendaftarkan bekas perkara 8 Mahasiswa Pengibar Bendera Bintang Kejora di GOR Cenderawasih ke Pengadilan Negeri Kelas 1A Jayapura.
“Kasus 8 Mahasiswa Pengibar Bendera Bintang Kejora di GOR Cenderawasih terdaftar dengan Nomor Perkara : 132/Pid.B/2022/PN Jap dan akan disidangkan pada tanggal 19 April 2022 di Pengadilan Negeri Kelas 1A Jayapura,”kata Emanauel Gobay kepada Jubi, Selasa (19/4/2022).
Gobay menegaskan , berdasarkan pada penegasan teori pidana dalam membedah Tindak Pidana Makar sebagaimana diatur pada Pasal 106 KUHP, fakta hukum pengibar bendera Bintang Kejora pada 1 Desember 2021 di depan GOR Kota Jayapura, merupakan bagian dari praktik merayakan sejarah Papua yang diakui oleh Pasal 48 ayat (2) huruf a, UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Propinsi Papua.
“Aktivitas delapan mahasiswa pengibar bendera Bintang Kejora itu adalah merupakan bagian langsung dari aktivitas kebebasan berekspresi yang dijamin pada Pasal 28E ayat (3), UUD 1945 junto pasal 24 ayat (1), UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pengunaan Pasal 106 KUHP dipertanyakan keabsahannya,” katanya.
Gobay mengatakan, sikap aparat Penegak Hukum yang terus memproses hukum terhadap 8 Mahasiswa itu secara terang-terangan mengabaikan perintah Hakim Mahkamah Konstitusi.
“Mereka mengabaikan perintah Hakim Mahkamah Konstitusi, terkait aparat penegak hukum harus berhati-hati dalam menerapkan pasal-pasal makar, sehingga tidak jadi alat membungkam kebebasan menyampaikan pendapat dalam negara demokratis yang menjadi semangat UUD 1945” sebagaimana dalam Putusannya Tentang Uji Materi Pasal Makar, Nomor 7/PUU-XV/2017 dan 28/PUU-XV/2017, 31 Januari 2018,” katanya.
Gobay mengatakan,atas dasar itu, dapat disimpulkan proses hukum terhadap delapan mahasiswa itu merupakan fakta kriminalisasi pasal makar.
“Berdasarkan uraian di atas maka kami Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua sebagai kuasa hukum delapan mahasiswa papua pengibar bendera Bintang Kejora menegaskan kepada, Kepala Kejaksaan Negeri Jayapura dan Ketua Pengadilan Negeri Kelas 1A Jayapura wajib selektif dalam memeriksa kasus ini, untuk memutuskan mata rantai praktik kriminalisasi pasal makar terhadap pelaku perayaan Sejarah Papua ,”katanya.
“Gubernur Provinsi Papua, Ketua DPRP dan Ketua MRP segera mendesak pemerintah pusat untuk bentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) dan lakukan Klarifikasi Sejarah Papua sesuai perintah Pasal 48 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), Undang Undang Nomor 2 Tahun 2021,” katanya.
Sementara itu Pengacara Hukum Helmi mengatakan, Jaksa Penuntut Umum wajib penuhi hak atas kesehatan kedelapan mahasiswa, sesuai Perintah Pasal 58, UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
“Dengan berdasarkan pada Sidang Perdana Kasus Pengibar Bendera Bintang Kejora di Gor Cenderawasih yang akan dilakukan pada tanggal 19 April 2022 secara langsung membuktikan bahwa semua tuduhan dan sanksi terhadap 8 mahasiswa pengibar Bendera Bintang Kejora di GOR Cenderawasih, yang (katanya) akan diganjar hukuman seumur hidup dan disiarkan oleh beberapa media online merupakan fakta pembohongan publik. Sebab polisi tidak berwenang memvonis seseorang yang bermasalah hukum,” katanya.
Dia menegaskan, pihak yang berwenang memeriksa dan memutuskan perkara hukum seseorang yang berhadapan dengan hukum, adalah hakim di pengadilan setempat dimana perkara itu diproses.
“Atas dasar itu sudah semestinya publik mengesampingkan pemberitaan hukuman seumur hidup kepada 8 Mahasiswa Pengibar Bendera Bintang Kejora itu, sebab tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia,” katanya.
Untuk diketahui, 8 Mahasiswa itu resmi menjadi tahanan Kejaksaan Negei Jayapura dan dititipkan di Rumah Tahanan Lembaga Permasyarakatan Abepura terhitung sejak tanggal 30 Maret 2022 sampai sekarang.
Mereka adalah Malvin Yobe (28), Devio Tekege (26), Ambros Elopere (22), Maksi You (19), Paul Zode Hilapok (25), Luis Sitok (19), Ernesto Matuan (21), Melvin Waine (25). (*)
