Jayapura, Jubi – Hingga Senin (4/9/2023), dokter spesialis dan subspesialis belum melayani pasien Poliklinik Rumah Sakit Umum Darah atau RSUD Abepura. Para pasien di sana hanya bisa mengakses layanan dokter umum dan diberi obat, termasuk sejumlah pasien rujukan yang seharusnya menjalani kontrol persiapan operasi.
Soni Kobak (24) pada Senin mengaku sudah dua kali tidak bisa bertemu dokter spesialis bedah di RSUD Abepura. Padahal ia hendak melakukan kontrol dan konsultasi agar dapat menjalani operasi ginjal.
Itu kedatangan kedunya ke Poliklinik RSUD Abepura sejak Jumat (1/9/2023). “Hari Jumat saya sudah datang [tetapi] dokter [spesialis] yang menangani sakit saya tidak masuk, dokter bedah yang menangani. Saya sakit ginjal,” ujar Kobak saat ditemui di RSUD Abepura pada Senin.
Kobak mengatakan dokter spesialis bedah yang menangani sakitnya belum juga masuk kerja pada Senin pagi. Ia pun hanya diberikan obat, dan diminta kembali kontrol pada Senin (11/9/2023) pekan depan.
“Dong kasih obat saja, mereka bilang dokter spesialis tidak ada. Jadi bisa ambil tindakan untuk operasi dan lain-lain. Dong suruh hari Senin depan lagi untuk datang supaya dijadwalkan operasi. Dong ada kasih obat saja,” ujarnya.
Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Cenderawasih tersebut sudah tujuh bulan menderita sakit ginjal. Ia dirujuk dari Puskesmas Abepura untuk menjalani pengobatan dan operasi di RSUD Abepura. “Dua minggu lalu dirujuk dari Puskesmas Abepura untuk berobat,” katanya.
Kobak mengatakan bertahan dengan minum obat-obat yang diberikan perawat dari RSUD Abepura. Apabila hingga 11 September 2023 para dokter spesialis belum juga bekerja di RSUD Abepura, ia berencana berobat ke rumah sakit lain. “Rencana mau ke rumah sakit lain,” ujarnya.
Kobak berharap para dokter spesialis dan subspesialis tetap memberikan pelayanan bagi masyarakat. Ia juga berharap Pemerinta Provinsi Papua dapat segera menjawab tuntutan Tambahan Penghasilan Pegawai atau TPP para dokter spesialis dan subspesialis.
“Pemerintah harus bisa membayar mereka punya hak. Supaya mereka bisa melayani pasien dengan hati yang senang, sesuai dengan visi-misi kesehatan. Pemda tidak bayar [dan dokter tidak kerja maka] pasien yang [menjadi] korban,” katanya.
Pasien lainnya Lisak Hubusa (23 tahun) juga mengaku sudah dua kali tidak bisa bertemu dengan dokter spesialis bedah. Ia mengatakan telah datang pada Rabu (30/8/2023) dan Senin (4/9/2023) akan tetapi dokter spesialis bedahnya tidak masuk kerja. “Dong bilang dokter tidak ada,” ujarnya saat ditemui di RSUD Abepura.
Hubusa merupakan pasien rujukan dari RSUD Dekai, Kabupaten Yahukimo, Provinsi Papua Pegunungan. Ia datang ke Kota Jayapura pada awal Agustus 2023.
Hubusa mengatakan hendak menjalani kontrol untuk memeriksa benjolan yang muncul di bagian pinggangnya, agar dapat dioperasi. Ia mengaku benjolan itu muncul sejak Desember 2022, dan membuatnya nyeri.
Saat ini ia tinggal bersama keluarganya di Padang Bulan, Abepura. “Ada benjolan,” kata Siswa SMA N 1 Yahukimo tersebut.
Pada Senin itu, tampak dua perawat duduk di meja jaga klinik bedah. Seorang perawat laki-laki terlihat fokus mengetik di komputer, sementara seorang perawat perempuan fokus memandang handphonenya. Saat ditanya apakah dokter spesialis dan subspesialis telah bekerja, perawat itu hanya menjawab singkat. “[Pasien] akan dilayani dokter,” ujarnya kepada Jubi.
Pada Senin, antrean juga terlihat di di depan ruang klinik penyakit dalam RSUD Abepura. Salah satu pasien yang antre di sana adalah Lin Day (25). “[Saya] mau kontrol dengan dokter paru,” kata Lin Day.
Lin mengaku sudah satu minggu ini mengalami sesak napas dan batuk-batuk. Selain itu, makanan yang dikunyahnya terasa hambar.
Lin mengatakan tidak mengetahui dokter spesialis dan subspesialis di RSUD Abepura sedang mogok kerja. “Saya tidak tahu. Datang mau kontrol saja dulu,” ujarnya.
Salah satu pegawai RSUD Abepura menyatakan para dokter spesialis dan subspesialis RSUD Abepura sudah tidak melayani pasien klinik penyakit dalam rumah sakit itu sejak 28 Agustus 2023. Sejak saat itu, pasien di klinik penyakit dalam diperiksa dokter umum. “Dari mulai dong demo itu sudah tidak ada dokter spesialis dan subspesialis,” ujarnya.
Ia mengaku tidak mengetahui sampai kapan dokter subspesialis dan subspesialis mogok pasien di poliklinik. Menurutnya, dokter umum memeriksa pasien poliklinik sesuai dengan riwayat dari pemeriksaan dokter spesialis dan subspesialis.
“Pasien datang diperiksa seperti biasa. Nanti dokter umum [berikan] obat, ke [pasien lama] sudah catatan obatnya [jadi] dokter tinggal lanjut [berikan] obatnya,” katanya.
Ketidakhadiran para dokter spesialis dan subspesialis di RSUD Abepura itu terkait dengan tuntutan para dokter spesialis dan subspesialis di RSUD Abepura, Rumah Sakit Jiwa Daerah Abepura dan RSUD Jayapura kepada Pemerintah Provinsi Papua untuk membayar penuh TPP mereka. Para dokter itu menyatakan TPP mereka dipotong sejak Januari 2023, sehingga nilainya lebih kecil dari ketentuan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor Hk.01.07/Menkes/545/2019 tentang Besaran Tunjangan Peserta Penempatan Dokter Spesialis dalam Rangka Pendayagunaan Dokter Spesialis.
Aturan itu merinci besaran tunjangan peserta penempatan dokter spesialis di Rumah Sakit Provinsi senilai Rp24.050.000 per bulan. Besaran tunjangan peserta penempatan dokter spesialis di Rumah Sakit Rujukan Regional nilainya Rp25.505.000 per bulan. Sementara besaran tunjangan peserta penempatan dokter spesialis di Rumah Sakit Pemerintah Daerah lainnya senilai Rp27.043.000 per bulan.
Ketua Komite Medik RSUD Jayapura Yunike Howay menyatakan para dokter spesialis RSUD RSUD Abepura, Rumah Sakit Jiwa Daerah Abepura dan RSUD Jayapura hanya menerima pembayaran TPP senilai Rp3.900.000 hingga Rp7.000.000. “Jelas [itu] dibawah standar Kementerian Kesehatan,” kata Howay saat berunjuk rasa dengan para dokter spesialis dan dokter subspesialis di Kota Jayapura pada Senin (28/8/2023). (*)