Sentani, Jubi – Majelis Rakyat Papua atau MRP pada Rabu (25/5/2022) telah menyerahkan berkas berisi kesimpulan dalam perkara Pengujian Undang-undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua di Mahkamah Konstitusi. MRP berharap Mahkamah Konstitusi akan mengabulkan permohonan MRP.
Perkara Pengujian Undang-undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papuaitu diajukan MRP karena UU Otsus Papua Baru itu dinilai telah mengurangi kewenangan MRP. UU Otsus Papua Baru telah dijadikan dasar bagi DPR RI dan pemerintah pusat untuk secara sepihak menjalankan proses pemekaran Papua, tanpa persetujuan MRP dan DPR Papua.
Penyerahan berkas kesimpulan itu dilakukan setelah tim kuasa hukum dalam sejumlah persidangan sebelumnya menghadirkan sejumlah saksi untuk menjelaskan dampak pengaturan UU Otsus Papua Baru bagi lembaga representasi kulturan Orang Asli Papua itu. Penyerahan berkas kesimpulan itu dilakukan tim kuasa hukum MRP bersama Ketua MRP Timotius Murib beserta Wakil Ketua I MRP Yoel Luiz Mulait di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu pukul 11.07 WIB.
“Sekarang harapan terakhir keadilan terletak di pundak para hakim konstitusi. Kami telah berusaha melakukan yang terbaik agar tidak ada perubahan kebijakan yang merugikan hak-hak konstitusional Orang Asli Papua,” kata Timotius Murib pada Kamis (26/5/2022).
Murib menyatakan langkah uji materi UU Otsus Papua Baru tersebut merupakan upaya untuk menyalurkan aspirasi rakyat Papua melalui jalur yang terhormat dan bermartabat.
“Kami ingin menyalurkan ekspresi protes dan aspirasi rakyat Papua tersebut melalui jalan yang terhormat dan bermartabat. Kami tidak ingin ekspresi-ekspresi protes rakyat Papua hanya dilihat sebagai ekspresi jalanan yang kerap disikapi secara berlebihan. Kami tidak ingin ada lagi korban. MK adalah tempat yang tepat untuk menyampaikan keberatan kami atas UU tersebut,” katanya.
Perwakilan kuasa hukum MRP dari DPN Peradi, Roy Rening menyampaikan terima kasihnya kepada MK yang sedari awal mendengarkan apa yang menjadi permasalahan dari revisi kedua Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua (UU Otsus Papua Lama). “Kami juga amat berterima kasih kepada semua pihak yang membantu, termasuk media massa, para saksi, ahli, dan jajaran Pemerintah Provinsi Papua, serta lembaga negara seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia RI yang turut memberikan pendapat dalam perkara itu,” kata Roy.
Dalam perkara itu, Majelis Rakyat Papua mengajukan uji materiil terhadap Pasal 6 ayat (1) huruf (b), ayat (2,3,4,5 dan 6), Pasal 28 ayat (1,2,dan 4), Pasal 38 ayat (2), Pasal 59 ayat (3), Pasal 68 a ayat (1) dan Pasal 76 ayat (1,2 dan 3) UU Otsus Papua Baru. UU Otsus Papua antara lain menghapuskan hak Orang Asli Papua untuk mendirikan partai lokal, dan menghapuskan ketentuan bahwa pemekaran Papua membutuhkan persetujuan MRP dan DPR Papua.
Wakil Ketua I MRP Yoel Luiz Mulait menyatakan MRP telah menemui sejumlah pimpinan partai politik nasional, menteri, dan Presiden Joko Widodo. Di antaranya Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Suharso Monoarfa, Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa, dan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Ahmad Syaikhu.
Pada 26 April 2022, pimpinan Majelis Rakyat Papua bertemu dengan Presiden Joko Widodo. Presiden didampingi oleh Menkopolhukam Mahfud MD dan Mendagri Tito Karnavian. Dalam pertemuan tersebut, Presiden mengatakan akan patuh pada putusan MK. Presiden juga mempersilahkan MRP untuk membicarakan keberatan atas kebijakan pemerintah pusat melalui menteri terkait.
“Banyak dari mereka sangat memberi perhatian terhadap situasi Papua. Mereka semua memberikan penghormatan kepada MK untuk memutus perkara itu. Mereka setuju [pembahasan Rancangan Undang-undang] Daerah Otonom Baru ditunda [hingga ada] putusan MK. Kami juga lega ketika Presiden mengatakan akan patuh kepada putusan MK,” kata Mulait. (*)