Jayapura, Jubi – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM Perwakilan Papua telah memulai investigasi kasus pembunuhan dan mutilasi empat warga sipil asal Kabupaten Nduga di Kabupaten Mimika. Investigasi ini untuk menentukan terpenuhi tidaknya unsur dugaan kasus pelanggaran HAM berat dalam kasus pembunuhan dan mutilasi itu.
Kepala Komnas HAM Perwakilan Papua, Frits Ramandey menyatakan timnya mulai melakukan investigasi di Timika, ibu kota Kabupaten Mimika, pada Jumat (2/9/2022). Ramandey menyatakan tim Komnas HAM Papua sudah mengunjungi Tempat Kejadian Perkara (TKP), berkoordinasi dengan Polres dan POM di Timika, serta meminta keterangan dari saksi-saksi.
Ramandey menyatakan pihaknya masih terus mendalami berbagai data terkait pembunuhan dan mutilasi empat warga Nduga tersebut. “Tim ini saya pimpin, kami masih terus kerja untuk investigasi dan pendalaman terhadap data yang sudah ada. Kami juga berusaha mencari fakta-fakta baru dari peristiwa itu,” kata Ramandey saat dihubungi Jubi melalui panggilan telepon pada Jumat.
Pembunuhan dan mutilasi empat warga sipil asal Kabupaten Nduga terjadi di Satuan Permukiman 1, Distrik Mimika Baru, Kabupaten Mimika pada 22 Agustus 2022 lalu. Keempat korban itu adalah Arnold Lokbere, Lemaniol Nirigi, Irian Nirigi, dan Atis Tini.
Polisi Militer Komando Daerah Militer XVII/Cenderawasih telah menetapkan enam prajurit TNI sebagai tersangka dalam kasus itu. Kepolisian Daerah Papua juga telah menetapkan empat orang warga sipil sebagai tersangka kasus pembunuhan dan mutilasi itu.
Ramandey menyatakan tim Komnas HAM Papua mempunyai temuan baru terkait kasus pembunuhan dan mutilasi itu. Akan tetapi, temuan baru itu belum bisa diumumkan, karena proses investigasi unsur dugaan pelanggaran HAM berat itu masih berlanjut.
Ramandey menargetkan investigasi itu akan selesai dalam sepekan. “Target investigasi [selesai dalam] satu minggu, tetapi bisa saja [investigasi selesai] lebih cepat atau [lebih] lambat,” ujarnya.
Sebelumnya, Juli Gwijangge selaku anggota keluarga Arnold Lokbere menyampaikan tuntutan keluarga korban tentang pembentukan tim independen yang melibatkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, DPR RI, dan lembaga advokasi Hak Asasi Manusia masyarakat sipil. Tim independen itu harus menginvestigasi dugaan pelanggaran HAM berat dalam kasus pembunuhan dan mutilasi empat warga Nduga di MImika.
“[Kami] meminta kepada Komnas HAM RI, Komisi I DPR RI yang membidangi keamanan dan pertahanan, Kontras, YLBHI, LBH Papua, Amnesty International, Komisi HAM PBB, segera membentuk tim investigasi guna mengungkapkan kasus pembunuhan dengan cara mutilasi itu,” kata Gwijangge.
Gwijangge menyatakan pembunuhan dan mutilasi itu adalah pelanggaran HAM berat, karena para korban dibunuh secara terencana, terukur, terstruktur. Ia menyatakan kesimpulan itu didasarkan beberapa perbuatan para pelaku, diantaranya membakar mobil sewaan di Iwaka. (*)