Jayapura, Jubi-Mungkin banyak tak mengira kalau Abraham Wanggai, pensiunan ASN Dinas Kehutanan Provinsi Papua pernah mengalami kisah yang sangat mencekam dalam hidupnya. Ia bersama para peneliti pernah disandera selama 130 hari oleh pentolan Tentara Pembebasan Nasional (TPN) Organisasi Papua Merdeka (OPM) pimpinan, Kelly Kwalik di kawasan Nduga dan Mapenduma.
โKami hanya berputar- putar selama ratusan hari di sekitar wilayah Kenyam dan Mapenduma,โkata Abraham Wanggai kepada jubi.id disela sela pelatihan Keadilan Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan (KPKC) se Klasis Port Numbay di GKI Bukit Zaitun, Skyland Jumat (10/6/2022).
Dia menambahkan mereka hanya jalan berputar putar di bawah todongan senjata, mendiang Kelly Kwalik dan kawan kawannya di Bukit Mapenduma, ibukota Kabupaten Nduga sekarang ini.
Lelaki berusia 60 tahun ini menuturkan kala itu, ia disandera bersama tim peneliti Lorenzt 1995 dan mahasiswa Universitas Nasional jurusan Biologi,ย di seputar kawasan milik suku Nduga.
โKami disandera oleh Kelly Kwalik dan Silas Kogoya di Mapenduma harus menghindari dari kepungan militer TNI Indonesia,โkata Wanggai.
Dia mengenang kala itu, ia dan kawan โkawannya harus bersembunyi di ketinggian ribuan meter dari permukaan laut, menahan dingin dan tiupan angin gunung yang kencang dan kuat. โButiran embun di pagi hari juga menambah bekunya badan ini, apalagi kitorang ini orang pantai ,โkenang Paitua Wanggai ini.
Berbeda dengan Kelly Kwalik dan kawan kawan komandan TPN OPM di kawasan Mapenduma. โBagi mereka dingin dan berjalan, bahkan berlari di ketinggian adalah hal yang biasa,โkata Wanggai.
Dia mengaku kawan kawannya sesama korban sandera sudah tak pernah kontak lagi, bahkan salah seorang rekan dosen antropolog Markus Warip sudah meninggal dunia beberapa tahun lalu. โPraktis hubungan komunikasi terputus dan saya sendiri sudah pensiun dari ASN Dinas Kehutanan Provinsi Papua 2018 lalu tepat usia 58 tahun,โkatanya.
Beruntung, kisah Abraham Wanggai dan kawan- kawasan saat disandera berhasil ditulis oleh Ray Rizal dan Nina Pane sebagaimana dituturkan Adinda Arimbi Saraswati, peneliti bidang hayati dari Universitas Nasional Jakarta. Buku setebal 325 halaman itu diberi judul โSandera, 130 hari terperangkap di Mapendumaโ terbitan Pustaka Sinar Harapan, 1997.
Tujuan penelitian tim Lorentz 95 secara umum adalah untuk memberikan informasi dasar mengenai keberadaan jenis jenis flora dan fauna di sekitar Mapenduma. โDi samping itu kami mempelajari bentuk,ย pemanfaatan dan jenis jenisnya, serta masalah masalah utama yang berkaitan dengan Taman Nasional Lorenzt dengan mengkombinasikan pemikiran ilmiah dan kebijakan berpikir tradisional suku Nduga,โkata Adina Arimbi Saraswati peneliti dari Universitas Nasional Jakarta.
Tim Lorenzt 95,ย saat itu dibentuk berdasarkan kerja sama Biological Science Club (BScC) dari Indonesia dengan Emanuel College Cambridge University. Kegiatan penelitian ini dilakukan selama November 1995 sampai dengan Januari 1996, berlokasi di Kampung Mapenduma, Kabupaten Jayawijaya, Irian Jaya yang letaknya di bagian Timur Laut Cagar Alam Lorentz yang kini menjadi Taman Nasional Lorenzt.
Menurut Adinda Saraswati tim peneliti dari Indonesia adalah Navy WTH Panekenan, Matheis Y Lasamahu, Jualita Tanasale.Sedangkan anggota tim dari Inggris melibatkan Daniel Start, William Bill Oates, Anette van der Kolk dan Anna McIvor. โTim kami dibantu oleh antropolog Markus Warip dari Universitas Cenderawasih dan Abraham Wanggai dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kanwil Kehutanan Provinsi Irian Jaya,โkata Adinda.
Dia menuturkan ada pula putra asal Nduga, Jacobus Wandikbo pegawai dari Pemda Kabupaten Jayawijaya yang diperbantukan sebagai pendamping Inpres Daerah Tertinggal (IDT) di Nduga.
Selama dalam penyanderaan di Mapnduma, Silas Kogoya mengawal mereka di kamp dengan sebelumnya melakukan long march mengitari kawasan Kenyam. Silas Kogoya yang selama ini peduli soal makan dan minum para sandera, Namun dia akhirnya meninggalkan mereka karena mungkin sudah jenuh. Terpaksa Abraham Wanggai dan kawan kawan mencari tikus tanah untuk dimakan. Beruntung dosen antropolog Markus Warip punya pengalaman memasak tikus tanah sehingga makanan itu sudah menjadi bekal sarapan dan makan siang selama dalam penyanderaan itu.
Negosiasi Kelly Kwalik dengan ICRC atau International Committee of The Red Cross Regional Delegation in Jakarta pun sia-sia dan tak berhasil membebaskan para sandera. Namun selama sebulan ICRC terus mengikuti perkembangan penyanderaan dari pemberitaan media. Dalam buku itu Adinda mengatakan kekasihnya Navy dan teman lainnya Matheis dibantai hingga akhirnya kehilangan nyawa di dalam peristiwa penyanderaan tersebut.
Di tengah perjuangan menyelamatkan diri dari pembantaian akhirnya suara teriakan minta tolong didengar oleh anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).โKami terus berlari sampai dari kejauhan kulihat bayangan hitam hitam tapi tak jelas siapa. Aku berteriak-teriak,โTolong,tolong saya sandera.โ Kata Adinda Saraswati dalam buku tersebut. Selanjutnya salah seorang dari anggota ABRI berseru,โKami ABRI Batalyon 330.โ Mereka semua selamat hanya Navy dan Matheis yang menjadi korban dalam akhir penyanderaan itu. Bagi Abraham Wanggai peristiwa penyanderaan ini meninggalkan trauma yang sangat mendalam dan kini sudah mulai melupakan peristiwa mencekam.
Mapenduma kini menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Nduga sejak 2008 awalnya nama sebuah distrik dengan luas adalah 2.202 KM2 atau 17 persen dari total luas wilayah kabupaten Nduga Provinsi Papua.(*)
Discussion about this post