Jayapura, Jubi – Sembilan hari lagi pemilihan umum atau pemilu akan berlangsung di seluruh pelosok negeri Indonesia, termasuk di Tanah Papua. Namun, kesiapan pemerintah dan penyelenggara di sejumlah daerah di Provinsi Papua Pegunungan masih dipertanyakan.
Salah satunya adalah Kabupaten Nduga, yang sebagian besar masyarakatnya masih mengungsi ke daerah lain, pascakonflik bersenjata pada Desember 2018 antara pihak keamanan Indonesia dengan kelompok kriminal bersenjata atau KKB [istilah yang disematkan pemerintah] atau Tentara Nasional Papua Barat (TPNPB).
Gelombang pengungsian juga terjadi pada 2023 dari beberapa distrik pasca-peristiwa penyanderaan pilot Susi Air, Kapten Philip Mark Marthens yang dilakukan oleh TPNPB di bawah pimpinan Egianus Kogeya pada 7 Februari.
Namantus Gwijangge, anggota DPR Provinsi Papua dari dapil Nduga, yang baru kembali dari Nduga, mengaku prihatin atas situasi daerahnya. Ia menggambarkan sebagian besar distrik dan kampung sepi penduduk maupun aparatusnya. Hal tersebut disebabkan warganya masih berada di daerah pengungsian.
“Saya baru dari Nduga. Sebagai anak asli Nduga dan wakil rakyat, saya sangat prihatin karena hampir keseluruhan masyarakat ada di pengungsian dan di sana banyak laporan terjadi kelaparan dan kematian sampai hari ini,” kata Namantus kepada Jubi, Minggu (4/2/2024).
Namantus mengatakan aktivitas warga mulai ramai namun berpusat di Keneyam, ibu kota Nduga.
Pemandangan lain yang dilihat Namantus adalah aktivitas militer Indonesia di Nduga. “Saya baru dari Nduga, saya melihat situasi di sana aman. Pergerakan [militer] sudah mulai kondusif, tapi masyarakat masih ada dalam trauma tingkat tinggi, masih takut-takut. Mereka masih dihantui oleh trauma,” ujarnya.
Tak hanya trauma dan ketakutan yang tinggi. Pengungsi Nduga juga dilaporkan mengalami berbagai kesulitan hidup hingga sakit dan meninggal tanpa ada penanganan serius dari pemerintah.
“Memang perlu ada penanganan yang tepat untuk menyelesaikan masalah pengungsian ini dan sekaligus kembalikan mereka ke tempat tinggal mereka. Makanan, kesehatan, tapi juga keberlangsungan hidup mereka. Karena terbukti ada banyak orang di pengungsian, data [yang dilaporkan kepada] kita, yang telah menemukan banyak orang meninggal di pengungsian daripada di kampung mereka,” ucap Namantus.
TPS harusnya didekatkan ke warga Nduga yang mengungsi
Namantus yang pernah terlibat dalam tim Pansus Kemanusiaan DPR Papua, yang mengurusi pengungsian di Tanah Papua pada 2021, berharap pemilu kali ini benar-benar menjadi momen baik bagi warga Nduga untuk mendapatkan calon-calon wakil rakyat dan kepala negara yang berjuang dengan serius untuk kepentingan rakyat.
Menanggapi penyelesaian masalah Nduga pada kasus penyanderaan Pilot Susi Air, Kapten Philip Mark Marthens, Namantus mengkritik pendekatan yang dilakukan oleh pemerintah.
“Masalah inikan sebenarnya bukan masalah lokal Papua, tapi masalah nasional bahkan internasional. Langkah-langkah yang dilakukan oleh pemerintah melalui bupati [Pj Bupati Nduga, Edison Gwijangge] hari ini dengan negosiasi, saya kira tidak tepat,” kata Namantus.
“Seharusnya dialog yang komprehensif dengan melibatkan siapa pelaku, siapa pihak yang bertikai, siapa korban, siapa penengahnya yang independen, kasih duduk persoalannya di tempat yang tepat, orang yang tepat dan masalah dibicarakan, baru bisa tuntas,” katanya.
Namantus yang juga akan mencalonkan dirinya menjadi wakil rakyat di DPR Provinsi Papua Pegunungan ini berharap, pemilu 14 Februari nanti benar-benar menjadi momen semua warga Nduga untuk menggunakan hak pilihnya dan menentukan calon-calon wakil rakyat yang berjuang demi kepentingan rakyat, mulai dari tingkat daerah, provinsi hingga pusat serta calon kepala negara.
“Masalah Nduga bukan masalah lokal, tadi saya tegaskan, ini masalah nasional dan internasional. Maka harus dipikirkan semua lapisan, daerah sampai pusat juga. Karena ini momen pemilu, saya punya harapan juga untuk capres tentunya.
“Saya lihat dua kandidat capres, nomor urut 1 Anies Baswedan dan nomor urut 3 Ganjar. Pernyataan mereka jelas, katanya kalau bisa masalah Papua dilakukan dialog, cara selesaikan masalah di negara demokrasi ini,” ujar Namantus yang maju dari Perindo sebagai payung parpolnya.
Terkait kesiapan daerah menghadapi pemilu 14 Februari nanti, Namantus mengatakan dirinya baru mengikuti pertemuan yang dilakukan oleh pemerintah bersama unsur Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kabupaten Nduga bersama badan penyelenggara pemilu serta parpol-parpol perwakilan konstentan pemilu akhir bulan kemarin.
Dengan alasan keamanan dan juga anggaran, tempat pemungutan suara akhirnya disepakati untuk dilakukan di Keneyam, ibu kota Nduga bagi sebagian besar distrik dari total 32. Sementara 5 distrik lainnya tetap dilakukan di distriknya masing-masing.
“Jadi dari pertemuan kemarin, pemerintah dan semua pihak sepakat dilakukan di Keneyam. Tapi khusus untuk lima distrik tetap di distrik masing-masing, karena masyarakatnya jamin keamanan selama pemilu,” ujar Naman.
“Lima distrik itu adalah Distrik Mbu, Dal, Iniye. Lalu distrik Neggeagindan Wutpaga, tapi masih konsolidasi para tokoh terkait kesiapan masyarakat untuk buka TPS. Selain itu, semua dipusatkan di Keneyam,” ujar Namantus.
Nduga sendiri memiliki 97.716 daftar pemilih tetap dan terbagi di 32 distrik serta 248 kampung.
Namantus mengatakan, seharusnya TPS-TPS didekatkan ke tempat-tempat pengungsi yang tersebar banyak di Wamena, Kuyawage, dan Timika. Di sana banyak orang Nduga yang mengungsi, kalau TPS-nya di Nduga, dia ragu warga Nduga di pengungsian bisa menggunakan haknya, meskipun memakai sistem noken.
“Tapi memang waktu sudah mepet, tidak ada waktu sekarang. Cuma disayangkan karena tidak disiapkan jauh-jauh hari, padahal masalah pengungsi Nduga sudah lebih 5 tahun,” katanya. (*)
Discussion about this post