Jayapura, Jubi – Tim Penasihat Hukum dan Advokasi Lukas Enembe meneruskan surat yang ditulis oleh 20 penghuni rumah tahanan negara (rutan) Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ke majelis hakim yang mengadili perkara Gubernur Papua nonaktif.
Isi dalam surat tersebut, penghuni rutan KPK merasa kondisi Lukas Enembe yang ditahan dalam kondisi sakit, telah mengakibatkan ketidaknyamanan serta berpotensi mengganggu kesehatan dari para tahanan lainnya yang berdampingan dalam rutan tersebut.
Salah satu tahanan, Irfan Kurnia Saleh yang biasa dipanggil Jhon Irfan dalam surat tersebut menjelaskan selama enam bulan di rutan, Lukas Enembe selalu buang air kecil di celana dan juga di tempat tidurnya. Lukas Enembe juga buang air kecil di kursi di dalam ruang bersama dan selalu meludah ke lantai atau pun di tempat-tempat lain, di mana dia berada.
Menurutnya, Gubernur Papua nonaktif itu juga tidak pernah membersihkan diri setelah buang air besar, dan tidur di atas kasur yang sudah berbau pesing dan kotor serta tidak pernah diganti. Sebagai sesama penghuni rutan dengan melihat kondisi tersebut mereka selalu membantu Pak Lukas untuk mandi, dan membersihkan tempatnya.
“Kami, para tahanan dengan kesibukan dan beban pikiran kami masing-masing, sudah tidak mungkin untuk menyelesaikan hal-hal di atas,” ujar John bersama para tahanan dalam surat itu yang diterima redaksi Jubi pada Jumat (4/8/2023) malam kemarin.
Dikatakan, walaupun ada penjaga rutan yang bertugas, mereka tidak memiliki kompetensi dan tugas untuk melakukan perawatan serta memberikan perhatian khusus kepada Pak Lukas, yang kondisi kesehatannya semakin memburuk.
“Yang bisa kam lakukan adalah berteriak ke penjaga ketika kondisi kesehatan Pak Lukas menurun,” ujarnya.
Lebih lanjut masih dalam surat tersebut, John menceritakan situasi ketika delegasi Komnas HAM datang ke rutan untuk melakukan pengecekan terhadap Pak Lukas. Mengetahui kondisi yang ada, sebelum mereka (Komnas HAM) tiba, para tahanan mendatangi lebih dulu dan mendapati Pak Lukas dalam keadaan tanpa pakaian serta mengompol di lorong depan kamar isolasi.
“Demi menjaga penampilan bersih rutan, kami dengan tergesa-gesa mengganti kasur dan seprai di kamar Pak Lukas, serta memakaikan celananya, dan kemudian, kami seperti menyesal perbuatan baik kami ini,” kata John.
John, dalam surat itu juga menceritakan kondisi Lukas itu membuat mereka khawatir lantaran ruang bersama yang dipakai para tahanan menjadi tidak sehat, karena banyaknya air ludah yang berceceran di lantai.
“Pemandangan yang tidak bersih ini sangat mengganggu para tahanan lainnya, dan menimbulkan keenganan untuk menggunakan ruang bersama. Kursi yang diduduki Pak Lukas, yang bekas kencing atau pun kotoran yang mungkin menempel di celana secara tidak sengaja, juga akan dipakai oleh tahanan yang lain,” kata John.
Dengan melihat semua kondisi yang ada, para tahanan rutan pun meminta KPK agar mengizinkan mereka untuk dapat hidup sehat di rutan. Sebab, tempat di mana mereka ditahan merupakan ruang tertutup, sehingga penyakit menular akan mudah menjangkiti setiap orang.
“Izinkan para penjaga yang bertugas di rutan [juga] menjaga kami yang sehat dan bukan [hanya] menjaga tahanan yang sakit, karena mereka memang tidak punya kompetensi untuk itu,” tulisnya.
“Tanpa bermaksud mencampuri proses hukum yang berjalan, izinkan Pak Lukas mendapat pengobatan dan perawatan di rumah sakit, yang lengkap dengan dokter, paramedis, dan peralatan dan lain-lain,” ujarnya.
Selain John, surat itu juga ditandangani oleh 19 tahanan KPK seperti Sekretaris Mahkamah Agung (MA) nonaktif Hasbi Hasan, eks-Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi, dan Bupati nonaktif Mamberamo Tengah Ricky Ham Pagawak serta Bupati Kapuas nonaktif Ben Brahim S Bahat, Bupati nonaktif Meranti Muhammad Adil, dan 14 tahanan KPK lainnya yang ditahan di Gedung Merah Putih.
Surat dari John dan kawan-kawan itu ditulis pada 27 Juli 2023, yang ditujukan ke Majelis Hakim Kasus Lukas Enembe, Dewas KPK, Pimpinan KPK, Pimpinan Komnas HAM, Kasatgas JPU Kasus Lukas dan Kepala Rutan KPK. (*)